UJIAN AKHIR SEMESTER
1.
Pada
tanggal 26 November 2016 kemarin, Majlis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan
fatwa tentang pelaksanaan shalat Jumat di luar masjid, untuk merespon rencana
pelaksanaan demonstrasi oleh sebagian kaum muslimin di Jakarta pada tanggal 2
Desember 2016 mendatang (kemarin). Ada pro dan kontra atas fatwa MUI tersebut. Jelaskan
dengan detail, termasuk dalil-dalil yang digunakan untuk memperkuat
pendapat yang pro dan yang kontra atas fatwa MUI tersebut!?
Jawaban:
Mengenai fatwa MUI tentang
pelaksanaan shalat Jumat di luar masjid ada yang pro dan ada yang kontra. Bagi
masing-masing yang pro dan kontra itu pasti memiliki alasan-alasan dan
dalil-dalil tersendiri. Setelah saya pelajari saya mulai memahami alasan-alasan
tersebut. Akan saya jelaskan sebagai berikut ini.
Mengenai yang pro, mereka
memiliki banyak sekali alasan dan dalil yang mendukung pendapat pro mereka,
alasan-alasan dan dalil-dali tersebut di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Firman Allah SWT. yang menegaskan
perintah untuk melaksanakan Shalat Jum’at, sehingga apabila waktu shalat jumat
telah sampai, maka seluruh laki-laki yang dikenakan kewajiban shalat Jumat
harus menyegerakan untuk mendirikan shalat jumat. Yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلاةِ مِن يَوْمِ
الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ
لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Wahai orang-orang
beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum`at, maka bersegeralah
kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu
lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” ( QS Al-Jumu`ah : 9)
b. Hadis Rasulullah SAW. yang mengatakan bahwa bumi adalah masjid, maksudnya di bagian bumi
manapun jika kita hendak mendirikan shalat maka diperbolehkan, tidak terkecuali
shalat Jumat, yang berbunyi:
جعلت لي الأرض مسجداً
وطهوراً فحيثما أدركتك الصلاة فصل
“Dijadikan untukku bumi
ini sebagai masjid dan suci. Maka dimanapun kamu menemui waktu shalat, maka
shalatlah..” (Muttafaq Alaih)
Hadis berikut juga sebagai penambah penguatan dari
hadis di atas:
عن أبي هريرة أنهم كتبوا
إلى عمر يسألونه عن الجمعة فكتب جمعوا حيث كنتم
“Dari Abu Hurairah ra
bahwasannya para shahabat menulis surat kepada ‘Umar (bin Al-Khaththaab)
bertanya kepadanya tentang shalat Jum’at. Lalu ‘Umar menulis balasan : “Shalat
Jum’atlah dimana saja kalian berada” (HR Ibnu Abi
Syaibah).
Hadis Rasulullah SAW. juga menegaskan bahwa Allah akan menutup hati
orang-orang yang meninggalkan shalat Jumat (secara sengaja) dari hidayah
sehingga mereka menjadi orang-orang yang lalai, sehingga tidak
diperbolehkan beralas-alasan untuk meninggalkan shalat Jumat karena
harus mengerjakan di masjid yang kurang memadai kapasitas jamaahnya, yang
berbunyi:
لَيَنتَهِيَنَّ
أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمُ الجُمُعَةَ أَوْ لَيَخْتمَنَّ الله عَلَى قُلُوْبِهِمْ
ثُمَّ لَيَكُوْنَنَّ مِنَ الغَافِلِيْنَ
“Hendaklah orang-orang
berhenti dari meninggalkan Shalat Jum’at atau Allah akan menutup hati
mereka dari hidayah sehingga mereka menjadi orang-orang yang lalai.” (HR. Muslim)
مَنْ تَرَكَ َثلاَثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا طبَعَ الله عَلىَ قَلْبِهِ
“Orang yang meninggalkan 3 kali Shalat Jum’at karena lalai, Allah akan menutup hatinya.”(HR. Abu Daud)
c. Qaidah fiqhiyyah :
الحاجة تقدر بقدرها
“Hajat itu ditentukan
(kebolehannya) sesuai dengan kadarnya”
يتحمل الضرر الخاص لدفع
ضرر عام
“Kemudaratan yang
khusus ditanggung untuk mencegah kemudaratan yang umum”
لِلْوَسَائِلَ حُكْمُ
الْمَقَاصِدِ
“ Hukum sarana
adalah mengikuti hukum capaian yang akan dituju “
تَصَرُّفُ الْإِمَامِ عَلَى
الرَّعِيَّةِ مَنُوْطٌ بِالْمَصْلَحَةِ
“ Tindakan pemimpin
(pemegang otoritas) terhadap rakyat harus mengikuti kemaslahatan “
d. Memperhatikan pendapat para ulama terdahulu, pendapat-pendapat tersebut adalah sebagai berikut:
1)
Pendapat Imam al-Nawawi
dalam kitab “al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab” juz 5 halaman 648, sebagai
berikut:
قال أصحابنا ولا يشترط إقامتها في مسجد ولكن تجوز في ساحة مكشوفة بشرط أن تكون
داخلة في القرية أو البلدة معدودة من خطتها”
Shahabat-sahabat kami
(Ulama al-Syafi’iyyah) berkata: pelaksanaan (shalat jum’at) tidak disyaratkan
harus di masjid, akan tetapi boleh dilaksanakan di area terbuka,
dengan syarat masih di tengah-tengah permukiman atau suatu wilayah tertentu.”
2)
Pendapat Imam al-Khatib
as-Syarbini dalam kitab “Mughni al-Muhtaj, juz I halaman 543 sebagai
berikut:
(الثاني) من الشروط (أن تقام في خطة أبنية أوطان المجمعين) بتشديد الميم:
أي المصلين الجمعة، وإن لم تكن في مسجد لأنها لم تقم في عصر النبي – صلى الله عليه وسلم – والخلفاء الراشدين إلا في
مواضع الإقامة كما هو معلوم”
Syarat kedua dari
syarat sahnya sholat jum’at adalah dilaksanakan di lokasi permukiman
yang dihuni oleh orang-orang yang wajib sholat jum’at, sekalipun sholat
jum’atnya bukan di masjid. Hal ini karena di zaman Nabi SAW dan
Khulafaur Rasyidin tidak dilaksanakan Shalat Jum’at kecuali di tempat-tempat
permukiman sebagaimana telah diketahui.”
3)
Pendapat al-Imam
al-Mardawi dalam kitab “al-Inshaf” juz 2 halaman 378 sebagai berikut:
قوله: ( ويجوز إقامتها في الأبنية المتفرقة , إذا شملها اسم واحد ، وفيما قارب
البنيان من الصحراء ) وهو المذهب مطلقا . وعليه أكثر الأصحاب . وقطع به كثير منهم
.”
“Shalat
Jum’at boleh dilaksanakan di beberapa bangunan yang terpisah
sepanjang masih meliputi satu tempat, boleh juga dilaksanakan di tanah
lapang dekat bangunan permukiman. Inilah pendapat madzhab
Hanbali secara mutlak, dan mayoritas ulama Hanabilah berpendapat
seperti ini, dan inilah pendapat yang dipilih mayoritas ulama Hanabilah.”
Dan masih banyak pendapat-pendapat Imam lainnya, yang
intinya adalah memperbolehkan shalat di lapangan terbuka atau jalanan. Asalkan
tempat terbuka tersebut dekat dengan pemukiman atau tempat tinggal penduduk.
Sehingga mereka saling mengajak dan menunaikan kewajiban dengan bersama-sama
dan saling menyambung silaturahmi serta ukhuwah islamiyah.
Mengenai yang kontra, alasan dalil
mereka di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Menegaskan tanggung jawab orang beriman untuk memakmurkan masjid, jadi
shalat di luar masjid atau jalan sama saja tidak memakmurkan masjid, mereka
mengambil firman Allah SWT. antara lain:
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللهِ مَنْ آمَنَ بِاللهَ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ
وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللهَ فَعَسَى
أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ (التوبة: 18)
Hanyalah yang
memakmurkan mesjid-mesjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan
hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak
takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang
yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. At-Taubah:
18)
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ ِللهِ فَلاَ تَدْعُوا مَعَ اللهِ أَحَدًا ﴿الجن: 18﴾
Dan sesungguhnya
masjid-masjid itu adalah milik Allah. Oleh karena itu, janganlah kamu menyembah
seorang pun (di dalamnya) di samping juga (menyembah) Allah. (QS. Al-Jin: 18)
Pendapat al-Imam al-Ramli dalam kitab “Nihayah
al-Muhtaj” juz 2 halaman 63, sebagai berikut:
…. (و) في (الطريق) والبنيان وقت مرور الناس به
كالمطاف؛ لأنه يشغله بخلاف الصحراء الخالي عن الناس كما صححه في التحقيق”
… Dan (makruh hukumnya) shalat
di jalan dan di bangunan saat orang-orang sedang lewat seperti di
tempat tawaf, karena akan dapat mengganggu kekhusyukannya, berbeda
dengan di tanah lapang yang sepi dari lalu lalang manusia
(maka tidak makruh) sebagaimana pendapat yang dishahihkan oleh Imam al-Nawawi
dalam al-Tahqiq.”
الضرر يدفع بقدر الإمكان
“Madarat itu dicegah semaksimal
mungkin”
Dari pendapat Imam Ramli dan kaidah ushuliya di atas dimaksudkan
bahwa shalat di jalan adalah makruh karena akan menggangu orang-orang yang akan
lewat dan shalat akan tidak menjadi khusyuk. Semua itu adalah madarat.
Sedangkan madarat haruslah dicecah semaksimal mungkin.
Namun, kelompok yang pro berpendapat demonstrasi yang
terjadi di Jakarta pada tanggal 2 Desember 2016 oleh sebagian kaum muslimin,
adalah aksi yang damai dantidak menggunakan kericuhan. Jadi segala sesuatunya
telah dipersiapkan dan kondisikan semaksimal mungkin agar terhindar dari
kemadaratan.
2.
Fatwa
pada hakikatnya adalah sebuah pendapat dan pemikiran belaka, dari individu ulama
atau institusi keulamaan, yang boleh diikuti atau justru diabaikan sama sekali.
Kenapa demikian? Jelaskan dengan keilmuan yang telah saudara pelajari!
Jawab:
Karena fatwa bukanlah hukum negara yang mempunyai
kedaulatan yang bisa dipaksakan bagi seluruh rakyat, fatwa juga tidak mempunyai
sanksi dan tidak harus ditaati oleh seluruh warga negara. Fatwa adaalah sebagai
sebuah hasil dari kekuatan sosial politik yang ada dalam infra struktur
ketatanegaraan, atau organisasi yang ada dalam masyarakat dan bukan merupakan
institusi milik negara. Fungsinya adalah untuk pemberdayaan masyarakat/umat
Islam. fatwa hanya mengikat dan ditaati
oleh komunitas umat Islam yang merasa mempunyai ikatan terhadap individu ulama atau institusi keulamaan itu sendiri. Artinya sebenarnya legalitas fatwa pun tidak bisa dan mampu
memaksa harus ditaati oleh seluruh umat Islam.
Fatwa di sini juga adalah sebagai suatu jenis
kepentingan tertentu. Yang dibuat oleh golongan kepentingan tertentu. Yang
dimaksud dengan Golongan Kepentingan adalah sekelompok manusia yang bersatu dan
mengadakan persekutuan karena adanya kepentingan-kepentingan tertentu, baik itu
merupakan kepentingan umum atau masyarakat luas, maupun kepentingan untuk
kelompok tertentu saja. Fatwa tersebut juga pastinya dipakai karena
syarat-syarat tertentu yang relatif, Jadi belum tentu kepentingan yang di buat
bisa dipakai kelompok lain atau masyarakat umum ditempat lain, yang
kriteria-kriterianya tidak terpenuhi.
Namun, fatwa tersebut bisa/boleh
diikuti apabila empat metodologi dalam membuat fatwa bisa
dilalui atau terpenuhi. Metodologi tersebut yaitu:
a. Fatwa tidak boleh taklid (mengikuti secara buta). Seorang ahli fatwa
harus memenuhi syarat mujtahid dan syarat mujtahid dilarang mengikuti secara
bulat mujtahid lain, karena belum tentu mujtahid lain benar dalam membuat fatwa
tersebut.
b. Fatwa tidak boleh melantur dari sikap hak asasi manusia yang diusung
dalam Islam sejak awal. Hak tersebut yaitu antara lain hak untuk memeluk suatu
agama dan mengikuti tafsir kelompok penafsir tertentu.
c. Kebenaran fatwa bersifat relatif sehingga selalu dimungkinkan untuk
diubah seiring dengan perubahan ruang, waktu dan tradisi.
d. Fatwa harus didahului dengan riset dan pendeskripsian yang memadai
tentang satu pokok soal termasuk mengajak berdiskusi pihak-pihak terkait
tentang apa yang akan difatwakan.
3.
Menurut
pendapat saudara, bagaimanakah seharusnya kedudukan dan fungsi lembaga fatwa
dinegeri ini?
Jawab:
Menurut saya, seharusnya kedudukan dan fungsi lembaga fatwa dinegeri ini adalah:
a.
Sebagai supra struktur
(the goverment political sphere), Yaitu suatu kehidupan politik pemerintahan,
yang nampak dari luar, dikatakan nampak dari luar, karena supra struktur dalam
actionnya sangat terasa dan terlihat. Denyut kehidupan supra struktur dapat dirasakan
kasat mata oleh orang awan sekalipun. Sebab supra struktur inilah yang
mengurusi langsung hajat hidup orang banyak.
Bukan hanya sebagai Infra Struktur (The
Sosio Political Sphere), adalah suatu kehidupan politik yang tidak nampak dari
luar namun nyata dan ada dinamikanya, karena infra strukutr lebih berada di
ruang-ruang pemberdayaan masyarakat, sehingga actionnya hanya dapat dilihat
dengan cara mendalami masyarakat tersebut.
Memiliki fungsi untuk pemberdayaan
masyarakat/umat Islam; bertugas membimbing, membina, dan mengayomi kaum
Muslimin Indonesia; sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi (warasatul anbiya)
yaitu dengan memberi fatwa; pembimbing dan pelayan umat (riwayat wa khadim al
ummah); dan sebagai penegak amar makruf dan nahi munkar.
Kesemuanya dilakukan tidak hanya untuk kepentingan
golongan masyarakat tertentu, tetapi untuk seluruh masyarakat, terutama yang
beragama Islam. Karena Islam adalah rahmat bagi seluruh alam, jadi Islam
haruslah memberikan kebermanfaatan untuk siapapun di alam semesta ini. Sehingga
kesemuanya dapat hidup rukun, bahagia, damai dan sejahtera.
0 komentar:
Posting Komentar