Pages

MAKALAH MACAM-MACAM HAJI



MAKALAH MACAM-MACAM HAJI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah Fikih Ibadah
Dosen Pengampu: Drs. H. Hadi Rahmat, MA


Disusun Oleh :
1.      Nelly Agustin   (1501010089)
Kode Tugas: M.4.15

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI 
(IAIN) METRO



BAB II
PEMBAHASAN
 
A. Macam-Macam Haji           
 Seperti yang kita ketahui, haji adalah suatu amal ibadah yang dilakukan dengan sengaja mengunjungi tempat yang suci (Baitullah) di Makkah dengan maksud untuk beribadah secara ikhlas mengharap keridhaan Allah SWT.[1] Berdasarkan waktu pelaksanaannya dan cara pelaksanaannya dibedakan menjadi tiga macam, yaitu haji ifrada, haji tamattu’, dan haji qiran.

1. Haji Ifrad

            Ifrad, haji yang umrahnya dilakukan diluar musim haji.[2] Artinya haji terpisah. [3]Haji ifrad berarti mendahulukan haji daripada umroh. Yaitu seorang berniat melakukan haji saja tanpa umroh pada bulan-bulan haji, dengan kata lain melaksanakan secara terpisah/sendiri-sendiri dengan melaksanaan ibadah haji dilakukan terlebih dahulu, selanjutnya melakukan umroh di luar musim haji musim haji.
Setiba di Makkah, melakukan thawaf qudum (thawaf di awal kedatangan di Makkah), kemudian shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim. Setelah itu bersa’i di antara Shafa dan Marwah untuk hajinya tersebut (tanpa bertahallul), kemudian menetapkan diri dalam kondisi berihram, tidak halal baginya melakukan hal-hal yang diharamkan ketika ihram, jadi dia tetap dalam keadaan ihram hingga datang masa tahallulnya pada tanggal 10 Dzulhijjah.

Untuk haji Ifrad ini, tidak ada kewajiban menyembelih hewan kurban. Apabila ibadah haji sudah selesai, maka orang tersebut mengenakan ihram kembali untuk melaksanakan umrah. Yaitu seorang yang berihram untuk melaksanakan ibadah haji saja, dia tidak bertahallul dari ihramnya, kecuali setelah melempar jamroh 'aqabah (pada tanggal 10 Dzulhijjah), dan tidak ada kewajiban menyembelih "hadyu" baginya.
Dalil haji Qiran dan haji Ifrad adalah hadits 'Aisyah Radhiallaahu anha , beliau berkata:

خَرَجْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللَّهِ ; عَامَ حَجَّةِ الْوَدَاعِ فَمِنَّا مِنْ أَهَلَّ بِعُمْرَةٍ وَمِنَّا مَنْ أَهَلَّ بِحَجٍّ وَعُمْرَةٍ وَمِنَّا مَنْ أَهَلَّ بِالْحَجِّ وَأَهَلَّ رَسُوْلُ اللهِ بِالْحَجِّ فَأَمَّا مَنْ أَهَلَّ بِالْحَجِّ أَوْ جَمَعَ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لَمْ يَحِلُّوْا حَتَّى كَانَ يَوْمَ النَّحْرِ

"Kami keluar bersama Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam pada tahun ketika beliau melaksanakan haji wada', di antara kami ada yang berihram untuk melaksanakan umrah, ada pula yang berihram untuk umrah dan haji (secara bersamaan), dan adapula yang berihram untuk melaksanakan haji saja, dan Rasulullah berihram untuk haji. Adapun yang berihram untuk haji atau yang berihram dengan menggabungkan antara haji dan umrah, maka mereka tidak bertahallul (berlepas dari ihram mereka) hingga pada hari Nahar (hari 'Idul Adh-ha, 10 Dzulhijjah).

Rincian Pelaksanaan : 
  • Ihram dari miqat untuk haji. 
  • Ihram lagi dari miqat untuk umrah 
  • Tidak membayar dam (sangsi atau ancaman terhadap pelanggaran dan penyimpangan atas peraturan manasik haji).[4]
2.      Haji Tamattu
Tamattu’, yaitu ibadah umrah dan haji dikerjakan bersama-sama pada musim haji dan di antara keduanya dipisah dengan tahallul.[5] Artinya bersenang-senang.[6] Haji tamattu’ artinya mendahulukan Umrah baru kemudian Haji, yaitu seorang berihram untuk melaksanakan umrah pada bulan-bulan haji (Syawwal, Dzul Qa’dah, 10 hari pertama dari Dzul Hijjah).

Memasuki kota Makkah lalu menyelesaikan umrahnya dengan melaksanakan thawaf umrah, sa'i umrah, kemudian bertahallul dari ihramnya dengan memotong pendek atau mencukur rambut kepalanya, lalu dia tetap dalam kondisi bertahallul (tidak ber-ihram) hingga datangnya hari Tarwiyah, yaitu tanggal 8 Dzulhijjah.

Pada hari Tarwiyah (tanggal 8 Dzulhijjah) berihram kembali dari Makkah untuk menunaikan hajinya hingga sempurna. Bagi yang berhaji Tamattu’, wajib baginya menyembelih hewan kurban (seekor kambing/sepertujuh dari sapi/sepertujuh dari unta) pada tanggal 10 Dzulhijjah atau di hari-hari tasyriq (tanggal 11,12,13 Dzul Hijjah). Bila tidak mampu menyembelih, maka wajib berpuasa 10 hari; 3 hari di waktu haji (boleh dilakukan di hari tasyriq). Namun, yang lebih utama dilakukan sebelum tanggal 9 Dzulhijjah/hari Arafah) dan 7 hari setelah pulang ke kampung halamannya. Banyak jama’ah yang memilih haji tamattu’ karena relative terlebih mudah karena selesai tawaf dan sai langsung tahallul agar terbebas dari larangan selama ihram.

Haji tamattu’ ialah seorang berihram untuk melaksanakan umrah pada bulan-bulan haji, memasuki Makkah lalu menyelesaikan umrahnya dengan melaksanakan thawaf umrah, sa'i umrah kemudian bertahallul dari ihramnya dengan memotong pendek atau mencukur rambut kepalanya. Lalu dia tetap dalam kondisi tidak berihram hingga datangnya hari Tarwiyah, yaitu tanggal 8 Dzulhijjah. Apabila tanggal 8 Dzulhijjah telah tiba, dia berihram lagi untuk melaksanakan haji dengan mengucapkan :  
    لَبَّيْكَ اَللَّهُمَّ حَجًّا

lalu menjalankan manasik hingga selesai. Orang yang melaksanakan haji Tamattu' wajib menyembelih binatang "hadyu." Adapun dalilnya adalah hadits 'Abdullah bin 'Umar Radhiallaahu anhu , beliau berkata:

تَمَتَّعَ رَسُوْلُ الله ; فِيْ حَجَّةِ الْوَدَاع بِالْعُمْرَةِ إِلِى الْحَجِّ وَأَهْدَى وَسَاقَ مَعَهُ الْهَدْىَ مِنْ ذِى الْحُلَيْفَةِ وَبَدَأَ رَسُوْلُ اللهِ ; فَأَهَلَّ بِالْعُمْرَةِ ثُمَّ أَهَلَّ بِالْحَجِّ فَتَمَتَّعَ النَّاسُ مَعَ النَّبِيِّ ; بالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَكَانَ مِنَ النَّاسِ مَنْ أَهْدَى فَسَاقَ الْهَدْىَ وَمِنْهُمْ مَنْ لَمْ يُهْدِ فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ ; مَكَّةَ قَالَ للِنَّاسِ: مَنْ كَانَ مِنْكُمْ أَهْدَى فَإِنَّهُ لاَ يَحِلُّ مِنْ شَيْءٍ حَرُمَ مِنْهُ حَتَّى يَقْضِىَ حَجَّهُ وَمَنْ لَمْ يَكُنْ مِنْكُمْ أَهْدَى فَلْيَطُفْ بِالْبَيْتِ وَ بِالصَّفَا وَ الْمَرْوَةِ وَ يُقَصِّرْ وَلْيَحْلِلْ ثُمَّ لِيُهِلَّ بِالْحَجِّ وَلْيُهْدِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ هَدْيًا فَلْيَصُمْ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ فِيْ الْحَجِّ وَسَبْعَةً إِذَا رَجَعَ إِلَى أَهْلِهِ

"Pada waktu haji wada' Rasulullah ; mengerjakan umrah sebelum haji, beliau membawa binatang hadyu dan menggiring (binatang-binatang) itu bersamanya dari Dzul Hulaifah (Bir Ali), beliau memulai ber-ihlal (berniat) ihram untuk umrah, kemudian beliau ber-ihlal (berniat) untuk haji . Maka demikian pula manusia yang menyertai beliau, mereka mengerjakan umrah sebelum haji. Di antara mereka ada yang membawa binatang hadyu. Maka setibanya Nabi Shalallaahu alaihi wasalam di Makkah beliau berkata kepada manusia: 'Barangsiapa di antara kalian yang membawa binatang hadyu, maka tidak boleh dia berlepas dari ihram-nya hingga selesai melaksanakan hajinya, dan barangsiapa di antara kalian yang tidak membawa binatang hadyu, hendaklah ia melakukan thawaf di Baitullah (thawaf umrah/qudum) dan melakukan thawaf antara shafa dan marwah (sa'i), lalu memendekkan (rambutnya) dan bertahallul. Kemudian (jika tiba hari haji) hendaklah ia berniat ihram untuk ibadah haji, dan hendaklah dia menyembelih binatang hadyu. Barangsiapa yang tidak (mampu) memperoleh binatang hadyu, maka dia berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari lagi apabila telah kembali kepada keluarganya (ke negeri asalnya).

Rincian Pelaksanaan :
  • Ihram dari miqat untuk umroh 
  • Ihram lagi dari miqat untuk haji
  • Membayar dam
3.      Haji Qiran
Qiran, yaitu ibadah umrah dan haji dikerjakan bersama-sama pada musim haji, dan di antara keduanya tidak dipisah dengan tahallul.[7] Artinya terpadu.[8] Artinya melaksanakan Haji sekaligus Umrah, yaitu seorang berniat haji dan umroh secara bersama-sama pada bulan-bulan haji dengan kata lain berihram untuk menunaikan umrah dan haji sekaligus, dan menetapkan diri dalam keadaan berihram (tidak bertahallul) hingga tanggal 10 Dzulhijjah. Dia berihram untuk umrah, lalu berihram untuk haji sebelum memulai thawafnya (untuk dikerjakan sekaligus bersama umrahnya). Kemudian memasuki kota Makkah dan melakukan thawaf qudum (thawaf di awal kedatangan di Makkah), lalu shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim.
Setelah itu bersa’i di antara Shafa dan Marwah untuk umrah dan hajinya sekaligus dengan satu sa’i (tanpa bertahallul), kemudian masih dalam kondisi berihram dan tidak halal baginya melakukan hal-hal yang diharamkan ketika ihram hingga datang masa tahallulnya di tanggal 10 Dzulhijjah). Untuk haji Qiran ini, wajib menyembelih hewan kurban (seekor kambing, sepertujuh dari sapi, atau sepertujuh dari unta) pada tanggal 10 Dzulhijjah atau di hari-hari tasyriq (tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah). Seperti yang telah dijelaskan dalam hadis di awal tadi.
Bila tidak mampu menyembelih, maka wajib berpuasa 10 hari; 3 hari di waktu haji (boleh dilakukan di hari tasyriq, namun yang lebih utama dilakukan sebelum tanggal 9 Dzulhijjah/hari Arafah) dan 7 hari setelah pulang ke kampung halamannya. Dengan cara ini, berarti seluruh pekerjaan umrahnya sudah tercakup dalam pekerjaan haji. 
Rincian Pelaksanaan :
  • Ihram dari miqat untuk haji dan umrah
  • Melaksanakan semua pekerjaan haji
  • Membayar dam




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa, macam-macam haji dpat dibagi menjadi tiga, yaitu haji ifrad, haji tamattu’, dan haji qiran.
1.      Haji Ifrad
Ifrad, yaitu haji yang umrahnya dilakukan diluar musim haji. Haji ifrad berarti mendahulukan haji daripada umroh.
2.      Haji Tamattu’
Tamattu’, yaitu ibadah umrah dan haji dikerjakan bersama-sama pada musim haji dan di antara keduanya dipisah dengan tahallul. Haji tamattu’ artinya mendahulukan Umrah baru kemudian Haji
3.      Haji Qiran
Qiran, yaitu ibadah umrah dan haji dikerjakan bersama-sama pada musim haji, dan di antara keduanya tidak dipisah dengan tahallul.  Artinya melaksanakan Haji sekaligus Umrah,

B.     Saran
Tentulah makalah yang penulis tulis ini jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan yang hakiki hanyalah milik Allah SWT semata. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran kepada rekan-rekan yang membaca makalah ini umumnya, dan kepada dosen pengampu khususnya. Guna perbaikan diwaktu yang akan datang. Semoga makalah ini dapat berguna sesuai dengan sebaimana mestinya.



DAFTAR PUSTAKA
Hamid, K. H. Abdul dan Beni Ahmad Saebani. 2010. Fikih Ibadah. Bandung: Pustaka Setia.
Mz, Labib. 2006. Fikih Islam. Surabaya: Bintang Usaha Jaya.


[1] Labib Mz, Fikih Islam, (Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2006), Hal.405.
[2] K. H. Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Fikih Ibadah, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), Hal. 272).
[3] Labib Mz, Fikih Islam, (Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2006), Hal.424.
[4] Labib Mz, Fikih Islam, (Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2006), Hal.415.
[5] K. H. Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Fikih Ibadah, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), Hal. 272).
[6] Labib Mz, Fikih Islam, (Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2006), Hal.425.
[7] K. H. Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Fikih Ibadah, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), Hal. 272).
[8] Labib Mz, Fikih Islam, (Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2006), Hal.426.


1 komentar:

septyan ade mengatakan...

Maaf kak mau titip info Macam- Macam Haji dan Penjelasan Singkat

Posting Komentar

 

Copyright © Nelly Agustin Education. Template created by Volverene from Templates Block
WP by Simply WP | Solitaire Online