Pages

MAKALAH “PENGEMBANGAN KOMUNIKASI Dalam PROSES BELAJAR MENGAJAR”



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication, dari kata Latin Communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama makna.[1]
Komunkasi adalah bagian dari interaksi. Manusia dalam menjalani hidupnya tentunya tidak terlepas dari komunikasi. Secara umum komunikasi tidak hanya dengan lisan tetapi juga bisa lewat tulisan dan isyarat. Seseorang dikatakan berkomunikasi apabila mereka sama-sama mengetahui makna dari bahan yang mereka bicarakan. Jadi, bisa saja dengan bahasa yang sama namun jika tidak ada kesamaan makna pada mereka itu tidak dapat dikatan komunikasi.
Begitu juga halnya dalam proses belajar mengajar, tentu terjadi komunikasi di dalamnya. Dalam proses belajar mengajar pendidik dan perseta didik adalah dua unsur yang tidak dapat dipisahkan. Dalam hal ini kedua unsur ini dipertemukan dalam satu waktu dan satu tempat yang sama yang selanjutnya terjadilah interaksi. Dalam hal pembelajaran secara langsung pendidik dituntut dapat menjalin komunikasi yang baik dengan peserta didik. Karena hal inilah yang menjadi kunci dari kegiatan belajar-mengajar.
B.     Interaksi Edukatif dalam Proses Belajar Mengajar
Pendidikan dapat dirumuskan dari sudut normatif, karena pendidikan menurut hakikatnya memang sebagai suatu peristiwa yang memiliki norma. Dalam peristiwa pendidikan, pendidik dan siswa berpegang pada ukuran, norma hidup, pandangan terhadap individu dan masyarakat, nilai-nilai moral, kesusilaan yang semuanya merupakan sumber norma di dalam pendidikan. Aspek itu sangat dominan dalam merumuskan tujuan secara umum. Oleh karena itu, persoalan ini merupakan bidang pembahasan teori dan filasafat ilmu pendidikan.
Tetapi disamping perumusan secara normatif, pendidikan juga dapat dirumuskan dari sudut proses teknis, yakni terutama dilihat dari segi peristiwa . peristiwa tersebut adalah satu rangkaian kegiatan yang pengaruh mempengaruhi. Satu rangkaian perubahan dan pertumbuhan-pertumbuhan fungsi jasmaniyah, pertumbuhan watak, intelek dan sosial. Dengan demikian pendidikan merupakan himpunan kultur yang sangat kompleks. Dalam proses teknis inilah, secara spesifik sebagai gambaran berlangsungnya proses belajar-mengejar.[2]
Pendidikan tentunya tidak terlepas dari acuan yang berisikan tujuan-tujuan. Dalam mencapai tujaun-tujuan tersebut tentunya dibutuhkan suatu upaya, upaya tersebut salah satunya tercermin dalam kegiatan belajar-mengajar. Kegiatan belajar-mengajar sebagai aplikasi yang sangat menentukan tercapainya tujuan-tujuan tersebut. Kita ketahui bahwa dalam proses belajar mengajar guru tidak hanya mentransferkan ilmu tetapi juga menanamkan nilai-nilai akhlak kepada peserta didik. Nah, dalam hal inilah diperlukan komunikasi agar kegiatan untuk mencapai tujuan tersebut berjalan secara efektif.
C.    Pola Komunikasi
Untuk mengawali pembahasan kita mengenai pola komunikasi, di sini terdapat pendapat mengenai komunikas menurut T.S. Matthews, “Komunikasi adalah sesuatau yang mudah, susahnya ialah apabila kita tidak menyebutnya dengan perkataan yang mudah” .
Kita ketahui bahwa guru sebagai tenaga professional di bidang pendidikan, salah satu hal yang harus dikuasai oleh guru adalah mengenai hal yang bersifat teknis dalam pendidikan. Hal-hal yang bersifat teknis ini, terutama dalam kegiatan mengelola dan melaksanakan interaksi belajar mengajar. Seperti yang sudah dijelaskan mengenai pentingnya komunikasi dalam proses belajar mengajar, di bawah ini akan dijelaskan mengenai pola-pola komunikasi, agar kita dapat mengambil pola komunikasi yang efektif di dalam proses pembelajaran.
1.    Komunikasi sebagai aksi atau komunikasi satu arah.
Dalam komunikasi ini guru berperan sebagai pemberi aksi dan siswa sebagai penerima aksi. Guru aktif dan siswa pasif. Ceramah pada dasarnya adalah komunikasi satu arah, atau komunikasi sebagai aksi. Komunikasi jenis ini kurang banyak menghidupkan kegiatan siswa dalam pembelajaran.

2.    Komunikasi sebagai interaksi atau komunikasi dua arah.
Pada komunikasi ini guru dan siswa dapat berperan sama yaitu pemberi aksi dan penerima aksi. Di sini, sudah terdapat hubungan dua arah, tetapi terbatas antara guru dan pelajar secara individual. Antara pelajar dan pelajar tidak ada hubungan. Pelajar tidak dapat berdiskusi dengan teman atau bertanya sesama temannya. Keduanya dapat saling memberi dan menerima. Komunikasi ini lebih baik dari pada yang pertama, sebab kegiatan guru dan kegiatan siswa relatif sama.

3.    Komunikasi banyak arah atau komunikasi sebagai transaksi.
Menurut Nana Sudjana komunikasi ini tidak hanya melibatkan interaksi dinamis antara guru dengan siswa tetapi juga melibatkan interaksi yang dinamis antara siswa yang satu dengan siswa yang lain. Proses belajar mengajar denga pola komunikasi ini mengarah kepada proses pengajaran yang mengembangkan kegiatan siswa yang optimal, sehingga menumbuhkan siswa belajar aktif. Diskusi dan simulasi merupakan strategi yang dapat mengembangkan komunikasi ini.[3]

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa seorang guru sangatlah berperan dalam pengaturan kegiatan belajar mengajar. Bukan hanya dalam pengaturannya tetapi juga dalam teknis pelaksanaannya. Dalam hal ini jika kita cermati dari pola komunnikasi yang pertama di mana guru sangat aktif dalam proses belajar mengajar sedangkan siswa hanya mendengarakan dan memahami apa yang disampaikan seorang guru tentunya kurang efektif karena siswa hanya menerima tanpa bisa menyampikan atau bahkan bertanya. Jadi terlihat siswa pasif dam guru aktif dalam proses belajar mengajar.
Selanjutnya pada pola komunikasi yang kedua sudah terlihat adanya peran siswa dalam proses belajar mengajar. Bukan hanya siswa yang menerima apa yang disampaikan oleh guru tetapi guru juga menerima apa yang disampaikan oleh siswa. Jadi siswa mulai berfikir mengenai pemahaman yang kurang dimengertinya dengan bertanya dan memberikan informasi yang dimilikinya. Dalam komunikasi ini guru aktif dan siswa juga dapat berperan aktif dalam proses belajar mengajar.
Kemudian pola komunikasi yang ketiga yaitu kominikasi yang tetap menjadikan guru sebagai unsur sebagi fasilitator dan memberikan arahan dalam proses belajar mengajar namun bukan hanya guru yang berperan aktif tetapi siswa juga dapat berperan aktif bahkan siswa yang satu dapat berkomunikasi dengan siswa yang lain. Dalam komunikasi ini siswa tidak hanya dapat memberikan informasi dan bertanya kepada guru, tetapi mereka dapat saling menukar informasi atau ide dan bertanya kepada siswa lain. Sehingga suasana menjadi hidup dan siswa akan lebih berusaha untuk berpikir. Jadi, menurut penulis pola komunikasi iniah yang sangat dianjurkan diterapkan oleh pendidik dalam proses belajar mengajar. 

D.     Strategi Membangun Komunikasi Efektif Guru dan Peserta Didik dalam Proses Belajar Mengajar
Dalam proses belajar mengajar di sekolah, berbagai pendekatan yang digunakan oleh pendidik dalam mendidik para peserta didik. Guru bagaikan seorang bos atau raja yang mengarah dan memerintah pelajar, guru mengajak para pelajar bersama- sama menyelesaikan topik yang dibincangkan.
Namun, semua itu berguna dan bermanfaat sesuai dengan keadaan. seorang guru yang ditakuti  pada dasarnya dianggap tidak berhasil dalam menjalankan komunikasi efektif, pelajar merasakan terdapat jurang untuk menyatakan pendapat. Tanpa komunikasi yang baik hasil yang dituai tidak akan memuaskan. Terdapat lima strategi yang dapat dikembangkan dalam upaya untuk menciptakan/ membangun komunikasi efektif , yaitu:
1.    Respek
Komunikasi harus diawali dengan rasa saling menghargai. Adanya penghargaan biasanya akan menimbulkan kesan serupa dari isi penerima pesan. Guru akan sukses berkomunikasi dengan peserta didik bila ia melakukan dengan penuh respek. Bila ini dilakukan maka peserta didik pun akan melakukan hal yang sama ketika berkomunikasi dengan guru.

2.    Empati
Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang lain. Syarat utama dari sikap empati adalah kemampuan untuk mendengar dan mengerti orang lain, sebelum didengar dan dimengerti oleh orang lain.
Guru yang baik tidak akan menuntut peserta didik untuk mengerti keinginannya, tetapi ia akan berusaha memahami peserta didiknya terlebih dahulu. Ia akan membuka dialog dengan mereka, juga mendengar keluhan dan harapan mereka. Di sini berari seorang guru tidak hanya melibatkan komponen indrawinya melibatkan pula mata hati dan perasaannya dalam memahami pelbagai perihal pada peserta didik.

3.    Audible
Audible berati dapat didengarkan atau bisa dimengerti dengan baik. Sebuah pesan harus dapat disampaikan dengan cara atau sikap yang bisa diterima oleh penerima pesan. Sehingga pesan yang disampaikan tidak terbuang sia-sia.tetapi pesan disampaikan dapat diterima dan diterima denganbaik oleh peserta didik kita.

4.    Jelas Maknaya
Pesan yang disampaikan harus jelas maknanya dan tidak menimbulkan banyak pemahaman, selain harus terbuka dan transpran. Berkomunikasi dengan peserta didik, seorang guru harus berusaha agar pesan yang disampaikan bisa jelas maknanyatidak berbelit-belit dan menyulitkan oeserta didik dalam mencerna makna dari pesan yang akan dismapaikan oleh pendidik tersebut.
5.    Rendah Hati
Sikap rendah hati mengandung makna saling menghargai, tidak memandang rendah, lemah lembut, sopan, dan penuh pengendalian diri.[4]

Hal yang sering kita lihat dan bahkan kita alami mengenai hubungan antara guru dan murid adalah hubungan yang kaku dan kurang harmonis, hal ini membuat siswa merasa terkekang dan sulit untuk menyampaikan informasi, pendapat atau pertanyaan kepada seoarang guru yang mengakibatkan pembalajaran menjadi pasif. Dalam hal ini guru diharapkan mampu mengembangkan komunikasi namun tetap dibatasi oleh peraturan yang ada, sehingganya pembalajaran berjalan dengan efektif, siswa menjadi aktif namun siswa tetap menempatkan dirinya dengan baik dengan tetap menghormati guru.
Memang pada zaman sekarang keadaan serba sulit di satu sisi terdapat guru yang kaku dan menjadikan siswanyapun kaku (pasif). Dilain sisi terdapat guru yang luwes tetapi siswa melibihi aturan dan bersifat kurang sopan terhadap guru, tentunya kedua hal ini sama-sama tidak diharapkan dalam proses belajar-mengajar yang efektif. Selanjutnya yang menjadi harapan adalah bagamana terjadi pembelajaran yang efektif hubungan yang harmonis namun siswa dan guru tetap pada posisinya.
Namun jika kita lihat dari sudut pandang guru, dari penjelasan di atas mengenai 5 strategi dalam mengembangkan komunikasi haruslah diaplikasikan, seperti : respek (saling menghargai), empati (kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang lain), audible (dapat didengarkan), jelas maknanya (pesan tidak mengandung banyak pemahaman) dan rendah hati. Secara keseluruhan, artinya bukan hanya guru tetapi siwa juga harus mampu membangun komunikasi yang baik dan menyadari bahwa tujuan yang kita harapkan adalah milik bersama.


[1] Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi, Cet 83, (Bandung: PT. Remaja Rosdakrya, 2009), h.9.
[2] Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar, Ed.1, Cet. 19, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h.13-14.
[3] Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengjar, Cet. 4, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2010), h.39-41.
[4]Ibid., h. 41-42.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © Nelly Agustin Education. Template created by Volverene from Templates Block
WP by Simply WP | Solitaire Online