Macam-macam mengenai Tasawuf
1. Banyak cara yang dapat kita lakukan
agar bisa menerapkan sifat zuhud di era sekarang. Sebelum menuju cara-cara tersebut, saya akan mengawali dengan
pengertian zuhud terlebih dahulu.
Ibnul Qoyim menyebutkan definisi zuhud dan wara’ yang
pernah beliau dengar dari gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Ibnul Qoyim
mengatakan,
سمعت شيخ الإسلام ابن
تيمية قدس الله روحه يقول : الزهد ترك ما لا ينفع في الآخرة والورع: ترك ما
تخاف ضرره في الآخرة
Saya mendengar Syaikhul
Islam – semoga Allah mensucikan ruhnya – pernah mengatakan,“Zuhud adalah
meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat untuk kehidupan akhirat.” Dan
“Wara’ adalah meninggalkan sesuatu yang dikhawatirkan membahayakan bagi
kehidupan di akhirat."
(Kami
jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang
luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira[1459] terhadap apa yang
diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang sombong lagi
membanggakan diri, (QS. Al-Hadid: 23)
Demikianlah
pengertian uhud. Kemudian cara yang dapat kita lakukan agar bisa menerapkan sifat
zuhud di era sekarang adalah sebagai
berikut:
a)
Belajar dari sejarah para Rasul
Kita tidak memungkiri
bahwa para Nabi yang Allah beri kerajaan, seperti Yusuf, Daud, atau Sulaiman,
mereka adalah manusia-manusia yang sangat zuhud, begitu pula dengan Rasulullah
saw. Sehingga kita bisa dan harus menjadikan mereka sebagai teladan.
Sebagaimana Allah berfirman tentang sifat Nabi Daud,
bersabarlah atas segala apa yang
mereka katakan; dan ingatlah hamba Kami Daud yang mempunyai kekuatan; Sesungguhnya beliau awwab (orang yang suka kembali kepada
Allah). (QS. Shad: 17)
Allah juga berfirman tentang Sulaiman, "dan Kami karuniakan kepada Daud, Sulaiman, Dia adalah sebaik- baik
hamba. Sesungguhnya dia awwab (orang suka kembali
kepada Allah). (QS. Shad: 30)
Kemudian, Allah berfirman tentang Ayub,
dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), Maka pukullah dengan
itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati Ayub adalah orang yang sabar. Sebaik-baik hamba. Sesungguhnya
dia orang yang awwab (suka kembali kepada Allah).” (QS. Shad: 44).
b)
Meyakini keutamaan-keutamaannya
Sebagaimana perkataan
seorang ulama senior masa tabii’in, yaitu Hasan al-Bashri, rahasia zuhud saya
terhadap dunia adalah,
علمت بأن رزقى لن يأخذه
غيرى فاطمأن قلبى له , وعلمت بأن عملى لا يقوم به غيرى فاشتغلت به , وعلمت أن الله
مطلع على فاستحييت أن أقابله على معصية , وعلمت أن الموت ينتظرنى فأعددت الزاد
للقاء الله
·
Aku yakin bahwa rizkikku
tidak akan diambil orang lain, sehingga hatiku tenang dalam mencarinya.
·
Saya yakin bahwa amalku
tidak akan diwakilkan kepada orang lain, sehingga aku sendiri yang sibuk
menjalankannya.
·
Aku yakin bahwa Allah
selalu mengawasi diriku, hingga aku malu merespon pengawasannya dengan
melakukan maksiat.
·
Aku yakin bahwa kematian
menantiku. Sehingga aku siapkan bekal untuk ketemu Allah…
c) Menjaga Lisan dan Perbuatan
Berikut ini, sebagian riwayat mengenai
zuhud yang dibawakan oleh Imam Ibnu Abi ‘Ashim rahimahullah (wafat
287 H) dalam kitabnya az-Zuhud, berdasarkan hadis Rasulullah
saw.
·
Dari
Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa diam -pandai
menjaga lisan- niscaya dia akan selamat.” (lihat az-Zuhd
li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 15)
·
Dari
Jabir radhiyallahu’anhu, dia menceritakan bahwa ada seorang lelaki
menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
bertanya, “Wahai Rasulullah! Kaum muslimin seperti apakah yang paling
utama?”. Beliau menjawab, “Yaitu seorang muslim yang bisa menjaga
kaum muslimin yang lain dari gangguan lisan dan tangannya.” (lihat az-Zuhd
li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 21)
·
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menjaga apa yang
ada diantara kedua jenggotnya dan apa yang ada diantara kedua kakinya niscaya
dia akan masuk Surga.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim,
hal. 22)
·
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir, hendaknya dia mengucapkan kata-kata yang baik atau
diam.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 23)
·
Dari
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, beliau berkata, “Demi
Allah yang tiada sesembahan yang benar selain-Nya. Tidak ada di muka bumi ini
sesuatu yang lebih butuh dipenjara dalam waktu yang lama selain daripada
lisan.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 26)
·
Dari
Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma, beliau berkata, “Sesuatu
yang paling layak untuk terus dibersihkan oleh seorang hamba adalah lisannya.” (lihat az-Zuhd
li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 27)
d) Pandai Memilih Teman
Karena teman adalah orang yang paling dekat dengan kita setelah keluarga. Sebagaimana hadis-hadis berikut:
Dari Muharib rahimahullah,
beliau menuturkan, “Dahulu kami berteman dengan al-Qasim bin
Abdurrahman, ternyata beliau mengungguli kami dengan tiga perkara; dengan
banyak sholat, banyak diam, dan jiwa yang dermawan.” (lihat az-Zuhd
li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 46)
Dari Malik bin Dinar rahimahullah,
beliau mengatakan, “Setiap teman yang kamu tidak bisa memetik
kebaikan darinya maka jauhilah dia.” (lihat az-Zuhd li Ibni
Abi ‘Ashim, hal. 49)
e) Memandang Dunia Sebagaimana Mestinya
Sebagimana yang dijelaskan Rasulullah
saw. dalam hadis- hadi beliau berikut ini:
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Dunia ini adalah penjara bagi seorang
mukmin dan surga bagi orang kafir.”(lihat az-Zuhd li Ibni Abi
‘Ashim, hal. 69
Dari Anas
bin Malik radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Sudah menjadi ketetapan Allah tabaraka wa
ta’ala bahwasanya tidaklah Allah mengangkat suatu perkara dunia melainkan Allah
juga pasti akan merendahkannya.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi
‘Ashim, hal. 115)
Dari ‘Umar
bin al-Khaththab radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah Allah membukakan dunia
kepada seseorang melainkan Allah pasti akan munculkan permusuhan dan kebencian
di antara mereka hingga hari kiamat.” (lihat az-Zuhd li Ibni
Abi ‘Ashim, hal. 138)
Dari Abu
Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Berhati-hatilah kalian terhadap
dunia. Berhati-hatilah kalian terhadap kaum perempuan.” (lihat az-Zuhd
li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 139)
Dari ‘Amr
bin ‘Anbasah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada hari kiamat, dunia akan
didatangkan. Kemudian dipilih darinya apa-apa yang digunakan untuk taat kepada
Allah dan ikhlas karena-Nya. Adapun apa-apa yang dipakai tidak untuk taat
kepada Allah dan tidak ikhlas karena-Nya maka dilemparkan ke dalam Neraka
Jahannam.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 142)
f) Membiasakan Zuhud dalam keluarga. Maksudnya, orangtu mendidik anak-anaknya sedini
mungkin untuk terbiasa hidup zuhud.
g) Lingkungan yang mendukung, sebaiknya oruang tua
menyekolahkan anak-anaknya di tempat yang benar-benar berpengaruh baik bagi
perkembangan anaknya. Hingga tidak mengikuti
perkembangan buruk era sekarang.
. 2. Kriteria atau ciri-ciri taubat
seseorang agar dapat diterima menurut
saya, pertama adalah haruslah dilakukan
secara sungguh-sunggu. Sebagaimana firman Allah swt. berikut ini:
Kedua, bertobat
harus mengikuti syarat-syarat taubat. Syarat-Syarat Taubat tersebut
terbagi menjadi dua bahagian
adalah sebagai berikut:
a.
Syarat
taubat di atas dosa dan kesalahan dengan Allah
Syarat taubat ada tiga untuk dosa yang terkait hak Allah, yairu
menyesali dosa, melepaskan diri darinya, dan bertekad tidak mengulanginya.
Pertama, menyesali adalah tobat. Demikianlah hadits Rasulullah yang di shahihkan oleh Al-Hakim. Menyesali
dengan sungguh-sungguh atas dosa-dosa yang telah dilakukan. Seseorang yang bertaubat pasti menyesali dosa-dosanya. Apabila ia
telah bertaubat namun tidak menyesali dosa/perbuatan buruknya, maka ia belum
dikatakan bertaubat. Karena dengan demikian berarti ia masih melakukan
perbuatan buruknya tersebut.
Kedua, melepaskan diri dari hal-hal buruk (dosa tersebut). Sebagaimana yang telah tertera di atas, taubat memang mustahil
terwujud jika dosa tetap dilakukan. Selain itu juga memperbaiki kesalahan
dengan cara menebar kebaikan dimuka bumi. Dalam artian melakukan amalan-amalan
shalih. Seperti menolong sesama, dimaksudkan untuk menumbuhkan ketetapan iman.
Sebaliknya jika melakukan dosa hanya akan memperparah iman hingga iman
bertambah tipis dan tidak kokoh lagi.
Ketiga, bertekad untuk tidak mengulanginya. Azam untuk tidak mengulangi perbuatan dosa haruslah benar-benar
dibangun di atas keikhlasan dan keseriusan. Bahkan sebagian ulama menambahkan
syarat, tidak mengulangi perbuatan dosa. Dikatakan bahwa, “Ketika seseorang
kembali melakukan dosa, hal ini menunjukkan bahwa ia keliru dan tidak benar”.
Namun, manusiawi jika manusia tetap mengulangi kesalahan/dosa yang pernah
dilakukannya kemudian bertaubat. Karena manusia adalah makhluk Allah yang
banyak khilaf dan lupanya.
b.
Syarat
taubat di atas dosa dan kesalahan dengan sesama manusia
Jika dosa yang berkaitan dengan hak manusia, selain ketiga di atas,
maka harus meminta maaf dengan orang itu dan meminta kerelaannya.
Dosa yang berkaitan dengan hak orang lain tidak sah bertaubat darinya kecuali
dengan menyerahkan keputusnnya kepada orang tersebut, seperti qishas, barang
rampasan, dan berbagai macam denda serta hukuman atas tuduhan bohong.
Sebagaimana telah diterangkan Rasulullah SAW. dalam sabda beliau:
مَنْ كَانَ لأَ خِيْهِ عِنْدَ هُ مَظْلِمَةٌ مِنْ مَا لٍ وَعِرْضٍ
فَلْيَتَلَّلْةُ ا لْىَؤْ مَ قَ
“Siapa
yang memiliki tanggungan kezaliman berupa harta dan kehormatan pada saudaranya,
hendaklah ia meminta dihalalkan pada hari ini sebelum (tibanya hari)
tudak ada lagi dinar ataupun dirham, selain kebaikan dan keburukan.” (HR. Bukhari)
Ketiga, Selain itu, taubat juga dilakukan sebelum ruh sampai ditenggorokan
dan sebelum kiamat besar datang. Sebagaimana berfirman Allah SWT. berikut:
”Dan
tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan
(yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka,
(barulah) ia mengatakan : "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang" dan
tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam
kekafiran. bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih”. (QS. An-Nisa: 18)
Keempat, Harus
bertaubat atas sekuruh dosa yang diperbuat, tidak hanya bertaubat pada sebagian
dosa saja.
Kelima,
tidak kafir setelah keimananya. Sebagaimana
berfirman Allah SWT. berikut:
“Sesungguhnya orang orang kafir sesudah
beriman kemudian bertambah kekafirannya, sekali kali dia tidak akan di
terima taubatnya: dan mereka itulah orang orang yang sesat”. (QS Al Imran: 90)
Faktor yang mempengaruhi agar seseorang menjadi orang yang ahli
sabar itu ada dua, yaitu
faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal
dari dalam diri seseorang dan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari
luar diri seseorang. Kedua faktortersebut akan saya uraikan sebagai berikut:
a.
Faktor internal
1) Kesadaran
Kesadaran dan
pengertian akan manfaat sesuatu melahirkan kesabaran, sebagaimana dalam riwayat
Musa dengan Khidir:
dan bagaimana
kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup
tentang hal itu? (QS. Al Kahfi: 68)
Jikalau belum
mengetahui persoalan, kegunaan dan tujuan sesuatu, maka sukar sekali diharapkan
kesabaran mengikut hal itu, dengan demikian kunci kesabaran ialah harus ada
kesadaran dan maksud terlebih dahulu.
2) Iman dan Panggilan Cinta
Tingkat keimanan di
sini amatlah penting, apalaqgi jika seseorang tersebut telah mengetahui dan
menyadari mengenai sabar itu sendiri. Persamaan cinta kepada sesuatu mengundang
kesabaran agar mengikutinya. Maksudnya adalah cinta pada Allah swt. dan
RasulNya Muhammad saw. Demikianlah seorang hamba yang cinta kepada Tuhan-nya
akan sabar dan tekun mengikuti perintah perintah-Nya.
Perlu diketahui bahawa
ujian-ujian itu sendiri adalah merupakan manifestasi dari pada cinta Allah
kepada hamba-Nya. Sebagaimana oleh Rasulullah saw. dalam sabda beliau:
“Sesungguhnya besarnya
pahala itu bergantung kepada besamya ujian (bala) dan sesungguhnya jika Allah
cinta kepada suatu kaum, mereka diuji. Barangsiapa yang redha menerima ujian,
maka baginya keredhaan Allah, dan siapa yang murka, maka baginya kemurkaan
Allah“ …. (HR. Tarmidzi)
3) Latihan Kesabaran
Sebagaimana sikap yang
terpuji lainnya, diperlukan latihan untuk untuk mengembangkannya dan
membiasakannya. Apalagi orang yang memiliki keimanan, maka demikian jugalah
kesabaran perlu dibina dan dikembangkan melalui latihan. Apabila semakin selalu
membiasakan diri dengan sabar semakin mudahlah menghadapi ujian dan cobaan.
Dari pada yang ringan ringan hingga kepada yang berat berat.
Sebagai contoh sabar
dalam menjalankan puasa, pada mulanya berat dirasakan, namun kerana terbiasa.
lambat laun is menjadi ringan. Dalam hubungan ini Rasulullah saw. mengingatkan
dalam hadisberikut:
“Siapa yang berlatih
bersabar, nescaya Allah akan menyabarkannya (menjadikannya sabar)“ …. (HR. Bukhari & Muslim)
Misalnya menjadi
terlatih melawan hawa nafsu dan sabar di waktu datang emosi marah, menguasai
seni menjinakkan saraf dengan do’a ta’awwudz.
b.
Faktor eksternal
1)
Pengetahuan mengenai keutamaan sabar
Seperti
menanamkan dalam diri bahwa:
a) Sabar Membawa Gembira
Rasulullah s.a.w bersabda:
“Siapa,
yang akan diberikan kebaikan (nikmat) oleh Allah, diberikannya penderitaan
(terlebih dahulu)“ ….
(Bukhari)
$
Hai Nabi, Kobarkanlah
semangat Para mukmin untuk berperang. jika ada dua puluh orang yang sabar
diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan
jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat
mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum
yang tidak mengerti.
(Al Anfal: 65)
c) Keampunan
‘Abdullah
bin Mas’ud pernah menyatakan, bahawa pada suatu hari dia masuk ke tempat
Rasulullah s.a.w yang sedang menderita
“Tiada seorang musiim yang menderita kekalahan,
kesakitan, kesulitan dukacita, kesukaran dan kesusahan, bahkan gangguan berupa
diri, melainkan dengan kejadian Allah akan menghapuskan dosanya“ …. (Bukhari, Muslim)
d) Jaminan Kebahagiaan
(sambil mengucapkan):
"Salamun 'alaikum bima shabartum"[772]. Maka Alangkah baiknya tempat
kesudahan itu.
(Ar-Ra’d: 24)
Bergaul dengan orang-orang yang shalih lagi sabar. Karena selain keluarga, lingkungan dan teman juga sangat berpengaruh bagi
akhlak seseorang.
3. Cara kita bisa mengatur hati kita (menejemen
hati) menjadi baik (deskripsikan jawaban anda dari kondisi hati yang sakit
menurut ahli tasawuf)!
Menurut saya, ada beberapa
cara untuk mengobati hati atau manajement hati dari keadaan sakit tersebut,
yaitu:
a. Muhasabah (Koreksi Diri).
Sebelum kita menyalahkan orang lain, seharusnyalah kita melihat diri kita
sendiri. Bisa jadi kita merasa tersakiti oleh saudara kita, padahal ia tak
bermaksud menyakiti. Cobalah bertanya pada diri sendiri, mengapa saudara kita
sampai bersikap demikian. Jangan-jangan kita sendiri yang telah membuat kesalahan.
b. Menjauhkan Diri dari Sifat Iri, Dengki,
Ambisi, Amarah, dan Keras Hati
Iri, dengki, dan ambisi
adalah beberapa celah yang menjadi pintu bagi syetan untuk memasuki hati
manusia. Ambisi yang berlebihan, dapat membuat seseorang buta dan tuli. Bila
tidak dilandasi iman, seorang yang ambisius cenderung akan melakukan berbagai
cara untuk mendapatkan ambisinya.
Demikian sifat iri dan
dengki. Sifat ini berasal dari kecintaan terhadap hal-hal yang bersifat materi,
kehormatan, dan pujian. Manusia tidak akan tenang bila dalam hatinya ada sifat
ini. Manusia juga tak akan pernah bisa bersyukur, karena selalu merasa kurang.
Ia selalu memandang ke atas, dan seolah tidak rela melihat orang lain memiliki
kelebihan atas dirinya. Maka hapuslah terlebih dahulu sikap cinta dunia,
sehingga dengki pun sirna.
Rasulullah bersabda, "Tidak
boleh dengki kecuali kepada dua orang. Yaitu orang yang diberi harta oleh
Allah, kemudian memenangkannya atas kerakusannya di jalan yang benar. Dan orang
yang diberi hikmah oleh Allah, kemudian memutuskan persoalan dengannya dan
mengajarkannya." (HR. Bukhari).
Bila marah telah timbul
dalam hati manusia, maka kadang manusia bertindak tanpa pertimbangan akal. Jika
akal sudah melemah, tinggallah hawa nafsu. Dan syetan pun semakin leluasa
melancarkan serangannya, lalu mempermainkan diri manusia. Ibnu Qudamah
dalam Minhajul Qashidin menyebutkan bahwa Iblis pernah berkata, "Jika
manusia keras hati, maka kami bisa membaliknya sebagai anak kecil yang membalik
bola."
c. Menumbuhkan Sifat Pemaaf.
Jadilah
Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah
dari pada orang-orang yang bodoh. (QS. Al-A'raf : 199).
Allah sang Khaliq saja
Maha Pemaaf terhadap hambaNya. Tak peduli sebesar gunung atau sedalam lautan
kesalahan seorang hamba, jika ia bertaubat dengan sungguh-sungguh, maka Allah
akan membukakan pintu maaf selebar-lebarnya. Kita sebagai manusia yang lemah, tidak
sepantasnya berlaku sombong, dengan tidak mau memaafkan kesalahan orang lain,
sebelum ia meminta maaf. Insya Allah, dengan begitu, hati akan lebih terasa
lapang.
Rasulullah bersabda, "Bertakwalah
kepada Allah di mana engkau berada, tindaklanjutilah kesalahan dengan kebaikan,
niscaya kebaikan tersebut menghapus kesalahan tersebut, dan pergaulilah manusia
dengan akhlak yang baik." (HR. Hakim dan At-Tirmidzi).
d. Husnudzdzan (Berprasangka Baik).
Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena
sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang
dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang
suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hujurat : 12).
Adakalanya seorang muslim berburuk sangka terhadap seorang muslim lainnya
sehingga ia melecehkan saudaranya. Ia mengatakan yang macam-macam tentang
saudaranya, dan menilai dirinya lebih baik. Tentu, itu adalah hal yang tidak
dibenarkan. Akan tetapi, hendaknya setiap muslim harus mawas diri terhadap
titik-titik rawan yang sering memancing tuduhan, agar orang lain tidak berburuk
sangka kepadanya.
e. Menumbuhkan Sikap Ikhlas.
Ikhlas adalah kata yang
ringan untuk diucapkan, tetapi cukup berat untuk dilakukan. Orang yang ikhlas
dapat meniatkan segala tindakannya kepada Allah. Ia tidak memiliki pamrih yang bersifat
duniawi. Apabila Allah mengujinya dengan kenikmatan, maka ia bersyukur. Bila
Allah mengujinya dengan kesusahannya pun, ia bersabar. Ia selalu percaya bahwa
Allah akan senantiasa memberikan yang terbaik bagi hambaNya. Orang yang ikhlas
akan lebih mudah memenej kalbunya untuk selalu menyerahkan segalanya hanya
kepada Allah. Hanya kepadaNyalah ia mengantungkan harapan.
Cara lainya bersumber dari kitab
Nashoihul ‘Ibad, di mana di dalamnya disebutkan bahwa Abdullah Al Anthakiy
Rahimahullah berkata : Lima macam obat hati yaitu : Berdzikir, membaca
Al-Qur’an, melaparkan perut, shalat di malam hari, dan bergaul dengan orang
yang shaleh.
Uraian berikut mencoba untuk memberikan bahasan yang bersifat penjelasan
terhadap lima macam obat hati di atas:
a.
Berdzikir
Yaitu mengingat Allah, banyak sekali ayat dalam Al-Quran yang memerintahkan
berdzikir pada Allah swt. firman-firman Allah swt. tersebut adalah berikut:
Hai
orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang
sebanyak-banyaknya. (QS.Al Ahzab ayat 41)
Hai
orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), Maka berteguh
hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya[620] agar kamu
beruntung. (QS. Al Anfal ayat 45)
Karena dzikir adalah
sebagai amal ibadah yang sangat dianjurkan sangat berpengaruh positif terhadap
hati manusia, diantaranya adalah sebagai berikut :
ü Membuat hati bersih dan bening, tenteram dan tenang
ü Hati merasa Ridla, Diingat Allah dan dipenuhi rahmat dan ketenteraman
ü Menimbulkan rasa dekat, dalam perlindungan dan pertolongan Allah
ü Terapi bagi kegelisahan ketika manusia merasa lemah, sebagai penyangga dan
penolong menghadapi berbagai tekanan dan permasalahan kehidupan.
ü Dibersihkan (hati) dari dosa dan Disembuhkan dari Penyakit (hati)
b.
Membaca Al Qur’an
Membaca Al Qur’an selain merupakan ibadah juga merupakan cara untuk
penyembuhan hati, sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an, berikut ini:
57. Hai manusia,
Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi
penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi
orang-orang yang beriman. (QS.Yunus ayat 57)
82. dan Kami
turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang
yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim
selain kerugian. (QS.Al-Isra ayat 82)
Banyak sekali keutamaan-keutamaan (faedah) dalam membaca (tilawah) AlQuran,
sebagaimana yang disebutkan oleh Hasbi Ash Shiddiqy bahwa faedah tilawat atau
membaca Al Qur’an adalah sebagai berikut:
1) Pembaca Al Qur’an ditempatkan di dalam shaf orang-orang besar yang utama
dan tinggi.
2) Pembaca Al Qur’an memperoleh beberapa kebajikan dari tiap-tiap huruf yang
dibacanya dan bertambah-tambah derajatnya di sisi Allah sebanyak kebajikan yang
diperolehnya itu.
3) Pembaca Al Qur’an akan dinaungi rahmat dikelilingi para malaikat dan Allah
menurunkan kepadanya ketenangan dan kewaspadaan.
4)Pembaca Al Qur’an digemilangkan hatinya oleh Allah dan dihindarkan dari
kegelapan
c.
Melaparkan Perut/Puasa
Menurut Imam Nawawy dimaksudkan dalam melaparkan perut ialah tidak banyak
makan, dan berhati-hati agar yang dimakannya benar-benar halal. Makanan halal
itu pmenjadi pangkal segala kebajikan, sebab barang halal itu dapat menyinari
hati sehingga matahati menjadi bersih cemerlang dan ibarat cermin akan kembali
mengkilap mampu memantulkan bayangan dan membiaskan sinar.
Dalam hadits Rasulullah saw. dinyatakan: “Tiga hal berikut dapat membuat
pengerasan dihati yaitu gemar makan, gemar tidur dan gemar menganggur”.
Bentuk lain dari melaparkan perut adalah puasa. Dalam sebuah hadits
Rasulullah saw. bersabda : “Berpuasalah kamu maka kamu akan sehat”. Dalam
hadits lain Nabi menganjurkan puasa bagi para pemuda untuk menahan hawa
nafsunya jika mereka belum mampu untuk menikah. Dari hadits Nabi tersebut nampak
bahwa puasa merupakan sarana untuk mencapai kesehatan baik lahir maupun batin
dan juga merupakan jalan untuk mengekang hawa nafsu yang merupakan sumber dari
penyakit hati.
d.
Shalat Malam
Dalam Al Qur’an terdapat ayat-ayat yang menjadi dasar bagi pelaksanaan
shalat malam, yaitu:
dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu
sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke
tempat yang Terpuji. (QS. Al-Isra ayat 79)
Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk
khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. (QS. Al Muzammil ayat 6)
e.
Bergaul Dengan Orang Shaleh
Menurut Imam Nawawi bergaul dengan orang shaleh artinya hadir di majlis
mereka dan memegangi petuah mereka, dan sebaliknya bersikap diam dan menyingkir
dari mereka yang gemar berbuat bathil. Dalam Al Qur’an surat Al Maidah ayat
55-56 Allah berfirman:
55) Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah,
Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan
zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). 56) dan Barangsiapa mengambil
Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, Maka
Sesungguhnya pengikut (agama) Allah Itulah yang pasti menang.
0 komentar:
Posting Komentar