A. Pengertian Sumber
dan Dasar Pendidikan Islam
1. Pengertian sumber
pendidikan islam
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sumber adalah
tempat keluar. Yaitu tempat di mana kita menggali sesuatu, dalam konteks ini
adalah pendidikan isam.
Sumber pendidikan islam adalah semua acuan atau
rujukan yang darinya memancar ilmu pengetahuan yang nantinya menjadi suatu
kajian dan pedoman dalam pendidikan islam. Sumber ini tentunya sudah terbukti
dan terpercaya kebenaran dan kekuatannya dalam mangatur aktivitas pendidikan,
yang pastinya telah teruji dari waktu ke waktu.
Sumber pendidikan islam terkadang disebut dengan
dasar ideal pendidikn islam.[1]
2.Pengertian dasar
pendidikan islam
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dasar adalah
bagian terbawah, pokok pangkal. Yaitu bagian terbawah mendasari sesuatu, yaitu
dalam masalah ini adalah dasar pendidikan islam.
Dasar pendidikan islam adalah landasan operasional
untuk merealisasikan dasar ideal/sumber pendidikan islam,[2]
dengan demikian landasan tersebut harus dilaksanakan, untuk menunjang
berjalannya system pendidikan islam.
B. Sumber dan Dasar
Pendidikan Islam
1. Sumber
pendidikan islam
Urgensi penentuan sumber di sini adalah untuk:
a.
Mengarahkan tujuan pendidikan islam yang ingin dicapai.
b.
Membingkai seluruh kurikulum yang dilakukan dalam proses, yang di dalamnya
termasuk materi, metode, media, sarana dan evaluasi.
c.
Menjadi standar tolak ukur dalam evaluasi, apakah kegiatan pendidikan telah
tercapai dan sesuai dengan apa yang diharapkan
atau belum.[3]
Menurut Sa’id Ismail Ali senagaimana yang dikutip
Hasan Langgulung (1980:35) sumber pendidikan islam terdiri atas enam macam,
yaitu Al-Qur’an, As-Sunnah, Madzhab shahabi (kat-kata sahabat), Mashalih al-mursalah (kemaslahatan umat/sosial), ‘uruf (tradisi atau adat kebiasaan
masyarakat), dan ijtihad (hasil
pemikiran para ahli dalam islam)
1.
Al-Qur’an
Secara ettimologi Al-Qur’an berasal dari kata qara’a-yaqra’u-qira’atan, atau qur’anan, yang bararti mengumpulkan dan
menghimpun huruf-huruf serta kata-kata dari satu bagian ke bagian yang lain
secara teratur.
Menurut Muhammad Abduh (1373 H: 17) Al-Qur’an adalah
“kalam mulia yang diturunkan oleh ALLAH kepada nabi yang paling sempurna, Muhammad
saw. dan ajarannya mencakup keseluruhan ilmu pengetahuan. Ia merupakan sumber
yang mulia, yang esensinya tidak dimengerti kecuali bagi orang yang berjiwa
suci dan berakal cerdas. (Muhammad Rasyid Ridha, 1373 H:17).[4]
Dari definisi menurut Muhammad Abduh
di atas, Al-Qur’an berfungsi sebagai sumber yang mulia yang di dalamnya
mencakup keseluruhan ilmu pengetahuan, dan hanya dapat digali atau dipelajari
isinya oleh orang-orang yang jiwanya suci (benar-benar berniat secara tulus
dalam hati untuk mempelajari Al-Qur’an) dan berakal.
Segala sesuatunya telah ALLAH swt.
tuliskan di dalam kitab-Nya. Tidak ada sedikitpun yang tertinggal, mulai dari
yang paling kecil hingga yang terbesar, mulai dari bagian yang paling sederhana
hingga kebagian yang kompleks skalipun ALLAH tuliskan. Dan semua itu akan dikembalikan
kepada ALLAH swt. Sebagaimana firman ALLAH swt berikut pengertiannya:
“Dan Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan
burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti
kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab[472], kemudian kepada
Tuhanlah mereka dihimpunkan”(QS.al-An’am:38)
[472]
Sebahagian mufassirin menafsirkan Al-Kitab itu dengan Lauhul mahfudz dengan
arti bahwa nasib semua makhluk itu sudah dituliskan (ditetapkan) dalam Lauhul
mahfudz. dan ada pula yang menafsirkannya dengan Al-Quran dengan arti: dalam
Al-Quran itu telah ada pokok-pokok agama, norma-norma, hukum-hukum,
hikmah-hikmah dan pimpinan untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat, dan
kebahagiaan makhluk pada umumnya.
Pendidikan
islam yang ideal harus sepenuhnya mengacu pada nilai dasar Al-Qur’an tanpa
sedikitpun menghindarinya. Mengapa hal itu diperlukan? Karena Al-Qur’an memuat
tentang:
a. Sejaran Pendidikan
Islam
Di
dalam Al-Qur’an disebutkan beberapa kisah Nabi yang berkaitan dengan
pendidikan. Kisah ini menjadi suri tauladan bagi peserta didik dalam mengarungu
pendidikan. Contohnya:
1)
Kisah nabi Adam a.s., sebagai manusia pertama yang merintis proses pengajaran
pada anak cucunya, seperti pengajaran tentang asma’ (nama-nama) benda.
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami
Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. Dan
Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang
benar!" (QS. Al-Baqarah:30-31).
2)
Demikian pula dengan kisah-kisah orang saleh seperti Lukman al-Hakim yang
selalu mengajarkan dasar-dasar filosofi pendidikan kepada anak-anaknya , tidak
menyekutukan Allah swt. Tetap bersyukur kepada-Nya, diserukan mengerjakan
shalat, berbuat sopan santun pada ibu bapak, mengaja yang baik dan
Al-Qur’an memuat nilai normatif yang
menjadi acuan dalam pendidikan islam. Nilai yang dimaksud terdiri meninggalkan
yang munkar. Perhatikan Qur’an Surah al-Lukman ayat 12-19.
b. Nilai-nilai normatif
pendidikan islam
atas
tiga pilar utama yaitu:
1) I’tiqadiyyah, yang berkaitan dengan
pendidikan keimanan. Seperti percaya kepada ALLAH swt. Yang bertujuan untuk
menata kepercayaan individu.
2)
khuluqiyah, yang berkaitan dengan
pendidikan etika.
3)
amaliyah, yang berkaitan dengan
tingkahlaku sehari-hari. Baik yang berhubungan dengan:
a) pendidikan ibadah
b)
pendidikan muamalah, yang terdiri
atas:
(1)
Pendidikan syakhshiyah,
(2)
Pendidikan madaniyah,
(3)
Pendidikan jana’iyah,
(4)
Pendidikan murafa’at,
(5)
Pendidikan dusturiyah,
(6)
PendidikanDuwaliyah,
(7)
Pendidikan Iqtishadiyah.[5]
2.
As-Sunnah
As-sunnah adalah segala sesuatu yang dinukilkan
kepada nabi saw, berupa perkataan, perbuatan, taqrir-nya ataupun selai dari itu
(Zuhdi, 1978: 13-14).[6]
Sebagaimana pengertian as-sunnah di atas, yaitu
segala sesuatu yang dinukilkan pada nabi saw yang akhlaknya amat mulia, suri
tauladan bagi manusia, tidaklah mungkin ada kekelirun di dalamnya, sehingga dapat
kita jadikan sebagai sumbar pendidikan islam.
Robert L. Gullick dalam Muhammad the Educator menyatakan, “Muhammad betul-betul seorang
pendidik yang membimbimng manusia menuju kemerdekaan dan kebahagian yang lebih
besar, serta melahirkan ketertiban dan stabilitas yang mendorong perkembangan
budaya islam, serta revolusi sesuatu
yang mempunyai tempo yang tidak tertandingi dan gairah yang menantang”.
Ada pun corak pendidikan islam dari sunnah Nabi
Muhammad saw adalah sebagai berikut.
a.
Disampaikan secara rahmat li al-‘alamin,
b.
Disampaikan secara utuh dan lengkap,
c,
Yang disampaikan adalah kebenaran mutlak dan terpelihara autentitasnya,
d.
Sebagai evaluator,
e.
Sebagai figur atau suri tauladan.[7]
3.
Madzhab Shahabi (Kata-Kata Sahabat)
Sahabat adalah orang yang pernah berjumpa dengan
Nabi saw dalam keadaan beriman dan mati dalam keadaan beriman juga. (Al-Husaiy,
1405:57).[8]
Dengan demikian sahabat adalah segolongan kaum
muslim yang amat dekat kepada Rasulullah saw. Yang langsung belajar dan diajari
oleh Rasulullah saw setiap kali terdapat permasalahan ataupun disetiap kali ada
problema yang timbul. Dengan begitu kebenaran mengenai sumber-sumber yang
berasal dari para sahabat tidaklah mungkin kita permasalahkan lagi.
Apalagi upaya para sahabat Nabi saw dalam pendidikan
Islam sangat menentukan bagi perkembangan pemikiran pendidikan dewasa ini.
Salah satunya adalah upaya yang dilakukan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq, yaitu
mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushhaf
yang dijadikan sebagai sumber utama
pendidikan Islam, meluruskan keimanan masyarakat dari pemurtadan dan memerangi
yang membangkang dari pembayaran zakat.
4.
Mashalih Al-Mursalah
Mashalih Al-Mursalah atau kemaslahatan umat/social
adalah menetapkan undang-undang, peraturan dan hukum tentang pendidikan dan
hal-hal yang sama sekali tidak disebutkan di dalam nash, dengan pertimbangan kemaslahatan hidup bersama, dengan
bersendikan asas menarik kemaslahatan dan menolak kemudaratan (Khallaf, tt:
85-86).[9]
Jadi Mashalih Al-Mursalah dapat disimpulkan adalah
suatu undang-undang atau keputusan yang dibuat oleh para ahli pendidikan
disuatu negara sesuai dengan kondisi lingkungannya, yang bersifat umum. Tidak
hanya untuk kepentingan individu saja, namun bersifat maslahat untuk seuruh
masyarakat. Serta tidak bertentangan dengan nash.
Contohnya
adalah mendirikan Rumah Sakit.
5. ‘Uruf
‘Uruf (tradisi atau adat kebiasaan masyarakat)
adalah kebiasaan masyarakat, baik berupa pekataan maupun perbuatan yang
dilakukan secara kontinu dan seakan-akan merupakan hokum tersendiri, sehingga
jiwa merasa tenang dalam melakukannya karena sejalan dengn akal dan diterima
oleh tabiat yang sejahtera (Muhaimin, 2005: 201-202).[10]
Syarat diterimanya suatu tradisi
untuk dapat dijadikan sebagai acuan dalam pelaksanaan pendidikan islam adalah
(1) Tidak bertentangan dengan ketentuan nash.
(2) Tidak memiliki unsur mudarat dan
kerusakan.
Dalam ‘uruf ini, masing-masing masyarakat memiliki
keunikan tersendiri, yang berbeda dengan satu masyarakat ke masyarakat lainnya.
Yang menimbulkan adanya sebutan Islam Universal dan Islam Lokal.
Islam universa adalah islam yang diajarkan oleh
ALLAH swt. dan Rasul-NYA saw. Sebagaimana adanya. Yang diberlakukan untuk
seluruh kaum muslim dan muslimah.
Sedangkan islam lokal adalah islam yang adaptif
terhadap tradisi dan budaya masyarakat lokal/setempat. Sebagai hasil dari
sedikit penyelewengan islam universal. Contohnya kewajiban berhijab atau
menutup aurat, apakah dengan memakai celana, kebaya, jubah, atau sebagainya
Contoh kebiasaan di dalam pendidikan itu sendiri
yaitu kebiasaan saat kita ingin bertanya, mengangkat tangan kanan, mengucapkan
salam, menyebutkan nama dan bertanya dengan sopan.
6. Ijtihad
Ijtihad atau hasil pemikiran para ahli dalam islam
menurut Sa’id At-Taftani berarti tahmil
al-jihdi (ke arah yang membutuhkan kesungguhan), yaitu pengerahan segala
kesanggupan dan kekuatan untuk memperoleh apa yang dituju sampai pada batas
puncaknya (Al-Umari, 1981:18-19).[11]
Sebagaimana yang disebutkan di atas, ijtihad adalah
suatu usaha yang dilakukan secara sungguh-sungguh, oleh para ahli dalam
menentukan tatanan/modenisasi pendidikan yang lebih baik lagi dari tatanan yang
lama, yang pastinya tidak bertentangan dengan nash.
Begitu pentingnya upaya ijtihad ini,
sehingga Rasulullah saw memberikan apresiasi yang baik kepada pelakunya. Yang
tertera dalam hadist Al-Bukhari dan Muslim. Dari Amr ibn Ash “Apabila mereka
benar melakukannya, baik pada tataran isi maupun prosedurnya, maka mereka
mendapat dua pahala, tetapi apabila mengalami kesalahan, maka mereka mendapat
satu pahala, yaitu pahala karena kesungguhannya”.
Ijtihad
tidak berarti merombak tatanan yang lama secara besar-basaran dan mencampakkan
begitusaja apa yang selama ini dirintis, melainkan memelihara tatanan lama yang
baik dan mengambil tatanan baru yang lebih baik.[12]
7. Qiyas
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. yang demikian itu lebih utama(bagimu) dan lebih baik akibatnya.
(Qs.4:59)
Ayat di atas menjadi dasar hukum qiyas,
sebab maksud dari ungkapan kembali kepada Allah dan Rasul, tiada lain adalah perintah
supaya menyelidiki tanda-tanda kecenderungan, apa yang sesungguhnya yang dikehendaki
Allah dan Rasul-Nya.
Hal
ini dapat diperoleh dengan mencari dasar hukum, yang dinamakan qiyas. Sementara
diantara dalil sunnah mengenai qiyas ini berdasar pada hadits Muadzibn Jabal, yakni ketetapan hukum
yang dilakukan oleh Muadz ketika ditanya oleh Rasulullah Saw. Bahwasanya pada
zaman Rasul saw, para shahabat Nabi Saw sering kali mengungkapkan kata “qiyas‟.
Qiyas ini diamalkan tanpa seorang shahabat pun yang mengingkarinya. Di samping
itu, perbuatan mereka secara ijma’ menunjukkan bahwa qiyas merupakan hujjah dan
wajib diamalkan.
Hal-hal
yang menyebabkan qiyas sebagai salah satu sumber:
Pertama, bahwasanya Allah Swt mensyariatkan
hukum tak lain adalah untuk kemaslahatan. Kemaslahatan manusia merupakan tujuan
yang dimaksud dalam menciptakan hukum.
Kedua, bahwa nash baik Al Qur‟an maupun
hadits jumlahnya terbatas dan final. Tetapi, permasalahan manusia lainnya tidak
terbatas dan tidak pernah selesai. mustahil jika nash-nash tadi saja yang
menjadi sumber hukum syara‟. Karenanya qiyas merupakan sumber hukum syara‟
yang tetap berjalan dengan munculnya permasalahan-permasalahan yang baru. Yang kemudian
qiyas menyingkap hukum syara’ dengan apa yang terjadi yang tentunya sesuai
dengan syariat dan maslahah.
2. Dasar Pendidikan
Islam
Dasar yaitu landasan atau fondamen tempat berpijak
atau tegaknya sesuatu agar sesuatu tersebut tegak kukuh berdiri.[13]
Atau suatu landasan yang menyebabkan sesuatu itu ada.
Contohnya adalah rumah yang berpodasi. Apabila rumah
tersebut tidak berpondasi tentu saja rumah tersebut tidak akan berdiri. Tetapi
sebuah rumah atau bangunan yang berpondasi, namun pondasinya tidak kuat maka
rumah tersebut pun juga tidak akan berdiri kokoh dengan lama, melainkan hanya
sebentar saja ia berdiri. Jadi, dasar yang kita perlikan tidaklah hanya dasar
yang biasa saja, namun dasar yang kita perlukan adalah dasar yang sungguh-sungguh
benar, kokoh dan kuat.
Ilmu pendidikan islam itu mempunyai asas-asas/dasar-dasar tempat
ia tegak dalam materi, interaksi, dan cita-citanya. Ilmu pendidikan islam tak ubahnya
seperti ilmu kedokteran, teknik, pertanian. Masing-masing tidak dapat berdiri
sendiri, tetapi merupakan suatu arena di mana dipraktikkan sejumlah ilmu yang erat
satu sama lain dan jalin menjalin.[14]
Tauhid merupakan struktur dalam ajaran agama Islam, dasar
pendidikan islam adalah tauhid,
darisemua aspek kehidupan semuanya di landasi oleh tauhid , pengembangan
emosional, sehingga manusia dapat memanfaatkan dunia. Dalam firman Allah swt
disebutkan, yang artinya:
“Dan
Demikianlah kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah kami.
sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al-Qur’an) dan tidak pula
mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya, yang
kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba kami.
dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”
(Q.S. Asy-Syuura: 52)
Berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya :
“Sesungguhnya
orang mukmin yang paling di cintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak
taat kepada-Nya, sempurna akal fikirannya, serta menasehati pula akan dirinya
sendiri, menaruh perhatian serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka
beruntung dan memperoleh ia.” (Al -Ghazali, Ihya‟ Ulumuddin)
Berdasarkan pada Ayat dan Hadits di atas dinyatakan bahwa
Allah swt memerintahkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk ke arah
jalan hidup yang lurus, dalam arti memberi bimbingan dan petunju ke jalan
yang di ridhoi Allah SWT. Dalam hadits Nabi dinyatakan bahwa “diantara sifat
orang mukmin ialah saling menasihati untuk mengamalkan ajaran Allah swt”, yang
dapat di formulasikan sebagai usaha atau dalam bentuk pendidikan islam, dengan
memberikan bimbingan, penyuluhan dan pendidikan islam
Dasar pendidikn islam secara garis besar ada tiga,
yaitu: Al-Qur’an, as-sunnah, dan perundang-undang yang berlaku di negara
tersebut.[15]
a. Al-Qur’an
Mengapa Al-Qur’an? Karena Al-Qur’an adalah pedoman
hidup umat islam. Ayat Al-Qur’an yang pertama kali turun ialah berkenaan
(disamping masalah ) keimanan dan juga pendidikan. Yang artinya kita
diperintahkan oleh ALLAH swt untuk belajar, untuk menuntut ilmu. Sebagaimana
yang tersebut dalam Qur’an surah al-‘alaq ayat 1-5 berikut:
1. Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran
kalam[1589],
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.
[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan
perantaraan tulis baca.
b. As-sunnah
Dalam sunnahnya Nabi saw “siapa orang yang
menyembunyikan ilmunya maka Tuhan akan mengekangnya dengan kekangan api. (HR.
Ibnu Majah).
Na’udzubillai mindzalik,
setelah kita membaca hadits di atas, begitu dasyat hukuman ALLAH swt bagi
hambaNYA yang tidak ingin belajar dan mengajarkan ilmunya. dalam hadits Nabi
saw tersebut juga telah diterangkan, begitu ALLAH swt sangat peduli akan
pendidikan, yaitu untuk belajar dan mengajarkan ilmunya untuk orang lain.
Dari hadits ini dapat diambil kesimpulan bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan kepada umatnya untuk
menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran.[16]
c. Perundang-undangan
1) UUD
1945, Pasal 29
Ayat 1 berbunyi “Negara berdasar atas Tuhan Yang Maha Esa”.
Ayat 2 berbunyi “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan
kepercayaannya itu”.[17]
Sebagaimana bunyi Pasal 29 UUD 1945, telah
menjamin untuk seluruh warga Negara Republik Indonesia untuk memeluk agamanya
dan beribadah sesuai agamanya, dan melaukan hal-hal yang berguna untuk
menunjang peribadahanya sesuai agamanya masing-masing. Seperti pendidikan Islam
untuk umat Islam itu sendiri.
2) GBHN
Dalam GBHN Tahun 1988 Bidang Agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa No.1.b disebutkan: “Kehidupan keagamaan dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa makin dikembangkan…….”.[18]
Melihat GBHN Tahun 1988 di atas, makna
“makin dikembangkan” di sini adalah untuk lebih mengembangkan lagi kepercayaan
teradap agama yaitu terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dengan jalan pendidikan dan
pengajaran. Khususnya pendidikan agama islam.
3) UU
No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 11 ayat 6 disebutkan: “Pendidikan
keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat
menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang
pengajaran agama yang bersangkutan”.[19]
Dari UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan keagamaan
dibutuhkan untuk mempersiapkan peserta didik atau masyarakat agar dapat
menjalankan apa yang penjadi hak dan kewajibannya sebagai manusia yang beragama.
Serta peranannya sebagai manusia yang beragama dalam agamanya maupun lingkungan
masyarakat sekitarnya.
Menurut Hasan Langgulung, dasar
operasional pendidikan islam ada enam yaitu historis,
sosiologis, ekonomi, politik dan administrasi, psikologis dan filosofis.[20]
1. Dasar Historis
“Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan
apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”
(QS.al-Hasyr:18)
Seperti
yang kita ketahui, dasar historis adalah dasar yang berorientasi pada pengalaman
pendidikan masa lalu, baik dalam bentuk undang-undang maupun
peraturan-peraturan, agar kebijakan yang ditempuh masa kini akan lebih baik.[21]
Misalnya, bangsa Arab memiliki kegemaran
untuk bersastra, maka pendidikan sastra di Arab menjadi penting dalam kurikulum
masa kini, sebab sastra selain menjadi identitas dan potensi akademis bagi bangsa Arab juga sebagai
sumber perekat bangsa.[22]
2. Dasar Sosiologis
Dasar Sosiologis yaitu dasar yang mendasari
seseorang dengan sosial budayanya.yang dengan sosio budaya tersebut pendidikan
dilaksanakan.
Yang juga menjadi tolak ukur dalam prestasi
belajar individu, kelompok dan masyarakat, untuk individu, kelompok maupun
masyarakat tersebut di dalam suatu lingkungn/sosio-budaya
3. Dasar Ekonomi
Dasar Ekonomi adalah dasar tentang
potensi-potensi financial dan sumber-sumber yang bertanggung jawab terhadap
rencana dan anggaran pembelanjaan pendidikan.[23] Maksudnya,
sumber-sumber financial tersebut haruslah bersih, suci, dan tidak tercmpur
dengan harta benda yang syubhat.
Sebagaimana dalam hadits Qudsi disebutkan
“Hai Daud, hindari dan peringatkan pada
kaummu dari makanan syubhat karena sesungguhnya hati orang yang mamakan makanan
ssyubhat itu tertutup dari-Ku”
Syubhat
saja tidak boleh, apalagi yang sudah jelas haramnya.
4. Dasar Politik dan
Administrasi
Dasar Politik dan Administrasi adalah
dasar yang berguna untuk menentukan kebijakan umum dalam rangka mencapai
kemaslahatan bersama, bukan hanya untuk golongan atau kelompok tertentu.
5. Dasar Psikologis
Dasar yang memberikan informasi tentang watak
pelajar-pelajar, guru-guru, cara-cara terbaik dalam praktik, pencapaian dan
penilaian, dan pengukuran serta bimbingan.
Dengan dasar ini, dapat diketahui tingkat
kepuasan dan kesejahteraan batiniah pelaku pendidik. Serta untuk meningkatkan
prestasi pelaku pendidikan secara baik dan sehat.
6. Dasar Filosofis
Dasar yang memberi kemampun memilih
dengan terbaik apa yang akan dan apa yang harus dipilih, memberi arah segala
dasar-dasar operasional yang menjalankan pendidikan, dan mengontrol jalannya
pendidikan tersebut.
Bagi masyarakat religius, seperti
masyarakat muslim, dasar ini sekadar menjadi bagian dari cara berpikir dibidang
pendidikan secara sisitemik, radikal, dan universal yang asas-asasnya
diturunkan dari nilai Ilahiyah.[24]
7. Dasar Religius
Dasar Religius Yaitu dasar tambahan.
Karena dalam islam, dasar operasional segala sesuatu adalah agama. Dengan agama
semua aktivitas pendidikan menjadi bermakna dan mewarnai dasar lain.
[1]
Abdul Mujib & Jusuf Mudzakkir , Imu pendiidikan Islam, (Jakarta: Kencana,
2010), hlm, 31.
[2]
Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:
Amzah, 2010), hlm, 46.
[3]Ibid.,
hlm, 32.
[4]Ibid.,
hlm, 32.
[5]Abdul
Mujib, Op. Cit., hlm, 36-37
[6]Bukhari,
hlm, 40.
[7]Bukhari,
hlm, 41.
[8]Ibid.,
hlm, 42.
[9]Ibid.,
hlm, 43.
[10]Ibid.,
hlm,44.
[11]Ibid.,
hlm, 45.
[12]Abdul
Mujib, ILmu pendiidikan Islam, (Jakarta: Kencaba, 2010, hlm, 43
[13]M.
Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam,
(Jakarta: Rineka Cipta), hlm, 23.
[14]Abuddin
Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan
Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm, 25.
[15]M.
Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam,
(Jakarta: Rineka Cipta), hlm, 24.
[16]Ibid.,
hlm, 26.
[17]Ibid.,
hlm, 26.
[18]Ibid.,
hlm, 27.
[19]
Ibid., hlm, 27.
[20] Bukhari
Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:
Amzah, 2010), hlm, 46.
[21]Ibid.,
hlm, 47.
[22]M.
Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam,
(Jakarta: Rineka Cipta), hlm, 44
[23]Ibid.,
hlm, 47.
[24]Abdul
Mujib & Jusuf Mudzakkir , Ilmu pendiidikan Islam, (Jakarta: Kencana,
2010), hlm, 46.
0 komentar:
Posting Komentar