Pages

makah Ilmu Pendidikan Islam mengenai Sumber dan Dasar Pendidikan Islam

Nelly Agustin (PAI)
  

A. Pengertian Sumber dan Dasar Pendidikan Islam
1. Pengertian sumber pendidikan islam
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sumber adalah tempat keluar. Yaitu tempat di mana kita menggali sesuatu, dalam konteks ini adalah pendidikan isam.
Sumber pendidikan islam adalah semua acuan atau rujukan yang darinya memancar ilmu pengetahuan yang nantinya menjadi suatu kajian dan pedoman dalam pendidikan islam. Sumber ini tentunya sudah terbukti dan terpercaya kebenaran dan kekuatannya dalam mangatur aktivitas pendidikan, yang pastinya telah teruji dari waktu ke waktu.
Sumber pendidikan islam terkadang disebut dengan dasar ideal pendidikn islam.[1]
2.Pengertian dasar pendidikan islam
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dasar adalah bagian terbawah, pokok pangkal. Yaitu bagian terbawah mendasari sesuatu, yaitu dalam masalah ini adalah dasar pendidikan islam.
Dasar pendidikan islam adalah landasan operasional untuk merealisasikan dasar ideal/sumber pendidikan islam,[2] dengan demikian landasan tersebut harus dilaksanakan, untuk menunjang berjalannya system pendidikan islam.
B. Sumber dan Dasar Pendidikan Islam
1. Sumber pendidikan islam
Urgensi penentuan sumber di sini adalah untuk:
a. Mengarahkan tujuan pendidikan islam yang ingin dicapai.
b. Membingkai seluruh kurikulum yang dilakukan dalam proses, yang di dalamnya termasuk materi, metode, media, sarana dan evaluasi.
c. Menjadi standar tolak ukur dalam evaluasi, apakah kegiatan pendidikan telah tercapai dan sesuai dengan apa yang diharapkan  atau belum.[3]
Menurut Sa’id Ismail Ali senagaimana yang dikutip Hasan Langgulung (1980:35) sumber pendidikan islam terdiri atas enam macam, yaitu Al-Qur’an, As-Sunnah, Madzhab shahabi (kat-kata sahabat), Mashalih al-mursalah (kemaslahatan umat/sosial), ‘uruf (tradisi atau adat kebiasaan masyarakat), dan ijtihad (hasil pemikiran para ahli dalam islam)
1.      Al-Qur’an
Secara ettimologi Al-Qur’an berasal dari kata qara’a-yaqra’u-qira’atan, atau qur’anan, yang bararti mengumpulkan dan menghimpun huruf-huruf serta kata-kata dari satu bagian ke bagian yang lain secara teratur.
Menurut Muhammad Abduh (1373 H: 17) Al-Qur’an adalah “kalam mulia yang diturunkan oleh ALLAH kepada nabi yang paling sempurna, Muhammad saw. dan ajarannya mencakup keseluruhan ilmu pengetahuan. Ia merupakan sumber yang mulia, yang esensinya tidak dimengerti kecuali bagi orang yang berjiwa suci dan berakal cerdas. (Muhammad Rasyid Ridha, 1373 H:17).[4]
            Dari definisi menurut Muhammad Abduh di atas, Al-Qur’an berfungsi sebagai sumber yang mulia yang di dalamnya mencakup keseluruhan ilmu pengetahuan, dan hanya dapat digali atau dipelajari isinya oleh orang-orang yang jiwanya suci (benar-benar berniat secara tulus dalam hati untuk mempelajari Al-Qur’an) dan berakal.
            Segala sesuatunya telah ALLAH swt. tuliskan di dalam kitab-Nya. Tidak ada sedikitpun yang tertinggal, mulai dari yang paling kecil hingga yang terbesar, mulai dari bagian yang paling sederhana hingga kebagian yang kompleks skalipun ALLAH tuliskan. Dan semua itu akan dikembalikan kepada ALLAH swt. Sebagaimana firman ALLAH swt berikut pengertiannya:

“Dan Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab[472], kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan”(QS.al-An’am:38)

[472] Sebahagian mufassirin menafsirkan Al-Kitab itu dengan Lauhul mahfudz dengan arti bahwa nasib semua makhluk itu sudah dituliskan (ditetapkan) dalam Lauhul mahfudz. dan ada pula yang menafsirkannya dengan Al-Quran dengan arti: dalam Al-Quran itu telah ada pokok-pokok agama, norma-norma, hukum-hukum, hikmah-hikmah dan pimpinan untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat, dan kebahagiaan makhluk pada umumnya.

 Pendidikan islam yang ideal harus sepenuhnya mengacu pada nilai dasar Al-Qur’an tanpa sedikitpun menghindarinya. Mengapa hal itu diperlukan? Karena Al-Qur’an memuat tentang:
a. Sejaran Pendidikan Islam
    Di dalam Al-Qur’an disebutkan beberapa kisah Nabi yang berkaitan dengan pendidikan. Kisah ini menjadi suri tauladan bagi peserta didik dalam mengarungu pendidikan. Contohnya:
1) Kisah nabi Adam a.s., sebagai manusia pertama yang merintis proses pengajaran pada anak cucunya, seperti pengajaran tentang asma’ (nama-nama) benda.
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" (QS. Al-Baqarah:30-31).
2) Demikian pula dengan kisah-kisah orang saleh seperti Lukman al-Hakim yang selalu mengajarkan dasar-dasar filosofi pendidikan kepada anak-anaknya , tidak menyekutukan Allah swt. Tetap bersyukur kepada-Nya, diserukan mengerjakan shalat, berbuat sopan santun pada ibu bapak, mengaja yang baik dan
    Al-Qur’an memuat nilai normatif yang menjadi acuan dalam pendidikan islam. Nilai yang dimaksud terdiri meninggalkan yang munkar. Perhatikan Qur’an Surah al-Lukman ayat 12-19.
b. Nilai-nilai normatif pendidikan islam                     
atas tiga pilar utama yaitu:
1) I’tiqadiyyah, yang berkaitan dengan pendidikan keimanan. Seperti percaya kepada ALLAH swt. Yang bertujuan untuk menata kepercayaan individu.
2) khuluqiyah, yang berkaitan dengan pendidikan etika.
3) amaliyah, yang berkaitan dengan tingkahlaku sehari-hari. Baik yang berhubungan dengan:
a) pendidikan ibadah
b) pendidikan muamalah, yang terdiri atas:
(1) Pendidikan syakhshiyah,
(2) Pendidikan madaniyah,
(3) Pendidikan jana’iyah,
(4) Pendidikan murafa’at,
(5) Pendidikan dusturiyah,
(6) PendidikanDuwaliyah,
(7) Pendidikan Iqtishadiyah.[5]
2.      As-Sunnah
As-sunnah adalah segala sesuatu yang dinukilkan kepada nabi saw, berupa perkataan, perbuatan, taqrir-nya ataupun selai dari itu (Zuhdi, 1978: 13-14).[6]
Sebagaimana pengertian as-sunnah di atas, yaitu segala sesuatu yang dinukilkan pada nabi saw yang akhlaknya amat mulia, suri tauladan bagi manusia, tidaklah mungkin ada kekelirun di dalamnya, sehingga dapat kita jadikan sebagai sumbar pendidikan islam.
Robert L. Gullick dalam Muhammad the Educator menyatakan, “Muhammad betul-betul seorang pendidik yang membimbimng manusia menuju kemerdekaan dan kebahagian yang lebih besar, serta melahirkan ketertiban dan stabilitas yang mendorong perkembangan budaya islam, serta revolusi sesuatu  yang mempunyai tempo yang tidak tertandingi  dan gairah yang menantang”.
Ada pun corak pendidikan islam dari sunnah Nabi Muhammad saw adalah sebagai berikut.
a. Disampaikan secara rahmat li al-‘alamin,
b. Disampaikan secara utuh dan lengkap,
c, Yang disampaikan adalah kebenaran mutlak dan terpelihara autentitasnya,
d. Sebagai evaluator,
e. Sebagai figur atau suri tauladan.[7]
3.      Madzhab Shahabi (Kata-Kata Sahabat)
Sahabat adalah orang yang pernah berjumpa dengan Nabi saw dalam keadaan beriman dan mati dalam keadaan beriman juga. (Al-Husaiy, 1405:57).[8]
Dengan demikian sahabat adalah segolongan kaum muslim yang amat dekat kepada Rasulullah saw. Yang langsung belajar dan diajari oleh Rasulullah saw setiap kali terdapat permasalahan ataupun disetiap kali ada problema yang timbul. Dengan begitu kebenaran mengenai sumber-sumber yang berasal dari para sahabat tidaklah mungkin kita permasalahkan lagi.
Apalagi upaya para sahabat Nabi saw dalam pendidikan Islam sangat menentukan bagi perkembangan pemikiran pendidikan dewasa ini. Salah satunya adalah upaya yang dilakukan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq, yaitu mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushhaf  yang dijadikan sebagai sumber utama pendidikan Islam, meluruskan keimanan masyarakat dari pemurtadan dan memerangi yang membangkang dari pembayaran zakat.

4.      Mashalih Al-Mursalah
Mashalih Al-Mursalah atau kemaslahatan umat/social adalah menetapkan undang-undang, peraturan dan hukum tentang pendidikan dan hal-hal yang sama sekali tidak disebutkan di dalam nash, dengan pertimbangan kemaslahatan hidup bersama, dengan bersendikan asas menarik kemaslahatan dan menolak kemudaratan (Khallaf, tt: 85-86).[9]
Jadi Mashalih Al-Mursalah dapat disimpulkan adalah suatu undang-undang atau keputusan yang dibuat oleh para ahli pendidikan disuatu negara sesuai dengan kondisi lingkungannya, yang bersifat umum. Tidak hanya untuk kepentingan individu saja, namun bersifat maslahat untuk seuruh masyarakat. Serta tidak bertentangan dengan nash.
Contohnya adalah mendirikan Rumah Sakit.
5. ‘Uruf
‘Uruf  (tradisi atau adat kebiasaan masyarakat) adalah kebiasaan masyarakat, baik berupa pekataan maupun perbuatan yang dilakukan secara kontinu dan seakan-akan merupakan hokum tersendiri, sehingga jiwa merasa tenang dalam melakukannya karena sejalan dengn akal dan diterima oleh tabiat yang sejahtera (Muhaimin, 2005: 201-202).[10]
Syarat diterimanya suatu tradisi untuk dapat dijadikan sebagai acuan dalam pelaksanaan pendidikan islam adalah
(1)   Tidak bertentangan dengan ketentuan nash.
(2)   Tidak memiliki unsur mudarat dan kerusakan.
Dalam ‘uruf ini, masing-masing masyarakat memiliki keunikan tersendiri, yang berbeda dengan satu masyarakat ke masyarakat lainnya. Yang menimbulkan adanya sebutan Islam Universal dan Islam Lokal.
Islam universa adalah islam yang diajarkan oleh ALLAH swt. dan Rasul-NYA saw. Sebagaimana adanya. Yang diberlakukan untuk seluruh kaum muslim dan muslimah.
Sedangkan islam lokal adalah islam yang adaptif terhadap tradisi dan budaya masyarakat lokal/setempat. Sebagai hasil dari sedikit penyelewengan islam universal. Contohnya kewajiban berhijab atau menutup aurat, apakah dengan memakai celana, kebaya, jubah, atau sebagainya
Contoh  kebiasaan di dalam pendidikan itu sendiri yaitu kebiasaan saat kita ingin bertanya, mengangkat tangan kanan, mengucapkan salam, menyebutkan nama dan bertanya dengan sopan.
6.  Ijtihad
Ijtihad atau hasil pemikiran para ahli dalam islam menurut Sa’id At-Taftani berarti tahmil al-jihdi (ke arah yang membutuhkan kesungguhan), yaitu pengerahan segala kesanggupan dan kekuatan untuk memperoleh apa yang dituju sampai pada batas puncaknya (Al-Umari, 1981:18-19).[11]
Sebagaimana yang disebutkan di atas, ijtihad adalah suatu usaha yang dilakukan secara sungguh-sungguh, oleh para ahli dalam menentukan tatanan/modenisasi pendidikan yang lebih baik lagi dari tatanan yang lama, yang pastinya tidak bertentangan dengan nash.
     Begitu pentingnya upaya ijtihad ini, sehingga Rasulullah saw memberikan apresiasi yang baik kepada pelakunya. Yang tertera dalam hadist Al-Bukhari dan Muslim. Dari Amr ibn Ash “Apabila mereka benar melakukannya, baik pada tataran isi maupun prosedurnya, maka mereka mendapat dua pahala, tetapi apabila mengalami kesalahan, maka mereka mendapat satu pahala, yaitu pahala karena kesungguhannya”.
Ijtihad tidak berarti merombak tatanan yang lama secara besar-basaran dan mencampakkan begitusaja apa yang selama ini dirintis, melainkan memelihara tatanan lama yang baik dan mengambil tatanan baru yang lebih baik.[12]
7. Qiyas
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama(bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Qs.4:59)
            Ayat di atas menjadi dasar hukum qiyas, sebab maksud dari ungkapan kembali kepada Allah dan Rasul, tiada lain adalah perintah supaya menyelidiki tanda-tanda kecenderungan, apa yang sesungguhnya yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya.
Hal ini dapat diperoleh dengan mencari dasar hukum, yang dinamakan qiyas. Sementara diantara dalil sunnah mengenai qiyas ini berdasar pada hadits Muadzibn Jabal, yakni ketetapan hukum yang dilakukan oleh Muadz ketika ditanya oleh Rasulullah Saw. Bahwasanya pada zaman Rasul saw, para shahabat Nabi Saw sering kali mengungkapkan kata “qiyas‟. Qiyas ini diamalkan tanpa seorang shahabat pun yang mengingkarinya. Di samping itu, perbuatan mereka secara ijma’ menunjukkan bahwa qiyas merupakan hujjah dan wajib diamalkan.
Hal-hal yang menyebabkan qiyas sebagai salah satu sumber:
    Pertama, bahwasanya Allah Swt mensyariatkan hukum tak lain adalah untuk kemaslahatan. Kemaslahatan manusia merupakan tujuan yang dimaksud dalam menciptakan hukum.
    Kedua, bahwa nash baik Al Qur‟an maupun hadits jumlahnya terbatas dan final. Tetapi, permasalahan manusia lainnya tidak terbatas dan tidak pernah selesai. mustahil jika nash-nash tadi saja yang menjadi sumber hukum syara‟. Karenanya qiyas merupakan sumber hukum syara‟ yang tetap berjalan dengan munculnya permasalahan-permasalahan yang baru. Yang kemudian qiyas menyingkap hukum syara’ dengan apa yang terjadi yang tentunya sesuai dengan syariat dan maslahah.

2. Dasar Pendidikan Islam
Dasar yaitu landasan atau fondamen tempat berpijak atau tegaknya sesuatu agar sesuatu tersebut tegak kukuh berdiri.[13] Atau suatu landasan yang menyebabkan sesuatu itu ada.
Contohnya adalah rumah yang berpodasi. Apabila rumah tersebut tidak berpondasi tentu saja rumah tersebut tidak akan berdiri. Tetapi sebuah rumah atau bangunan yang berpondasi, namun pondasinya tidak kuat maka rumah tersebut pun juga tidak akan berdiri kokoh dengan lama, melainkan hanya sebentar saja ia berdiri. Jadi, dasar yang kita perlikan tidaklah hanya dasar yang biasa saja, namun dasar yang kita perlukan adalah dasar yang sungguh-sungguh benar, kokoh dan kuat.
Ilmu pendidikan islam itu mempunyai asas-asas/dasar-dasar tempat ia tegak dalam materi, interaksi, dan cita-citanya. Ilmu pendidikan islam tak ubahnya seperti ilmu kedokteran, teknik, pertanian. Masing-masing tidak dapat berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu arena di mana dipraktikkan sejumlah ilmu yang erat satu sama lain dan jalin menjalin.[14]
Tauhid merupakan struktur dalam ajaran agama Islam, dasar pendidikan islam adalah tauhid, darisemua aspek kehidupan semuanya di landasi oleh tauhid , pengembangan emosional, sehingga manusia dapat memanfaatkan dunia. Dalam firman Allah swt disebutkan, yang artinya:
“Dan Demikianlah kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al-Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya, yang kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Q.S. Asy-Syuura: 52)
Berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya :
“Sesungguhnya orang mukmin yang paling di cintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya, sempurna akal fikirannya, serta menasehati pula akan dirinya sendiri, menaruh perhatian serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh ia.” (Al -Ghazali, Ihya‟ Ulumuddin)
Berdasarkan pada Ayat dan Hadits di atas dinyatakan bahwa Allah swt memerintahkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk ke arah jalan hidup yang lurus, dalam arti memberi bimbingan dan petunju ke jalan yang di ridhoi Allah SWT. Dalam hadits Nabi dinyatakan bahwa “diantara sifat orang mukmin ialah saling menasihati untuk mengamalkan ajaran Allah swt”, yang dapat di formulasikan sebagai usaha atau dalam bentuk pendidikan islam, dengan memberikan bimbingan, penyuluhan dan pendidikan islam

Dasar pendidikn islam secara garis besar ada tiga, yaitu: Al-Qur’an, as-sunnah, dan perundang-undang yang berlaku di negara tersebut.[15]
a. Al-Qur’an
Mengapa Al-Qur’an? Karena Al-Qur’an adalah pedoman hidup umat islam. Ayat Al-Qur’an yang pertama kali turun ialah berkenaan (disamping masalah ) keimanan dan juga pendidikan. Yang artinya kita diperintahkan oleh ALLAH swt untuk belajar, untuk menuntut ilmu. Sebagaimana yang tersebut dalam Qur’an surah al-‘alaq ayat 1-5 berikut:
 
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.

b. As-sunnah 
Dalam sunnahnya Nabi saw “siapa orang yang menyembunyikan ilmunya maka Tuhan akan mengekangnya dengan kekangan api. (HR. Ibnu Majah).
Na’udzubillai mindzalik, setelah kita membaca hadits di atas, begitu dasyat hukuman ALLAH swt bagi hambaNYA yang tidak ingin belajar dan mengajarkan ilmunya. dalam hadits Nabi saw tersebut juga telah diterangkan, begitu ALLAH swt sangat peduli akan pendidikan, yaitu untuk belajar dan mengajarkan ilmunya untuk orang lain.
Dari hadits ini dapat diambil kesimpulan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan kepada umatnya untuk menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran.[16]
c. Perundang-undangan
1)      UUD 1945, Pasal 29
    Ayat 1 berbunyi “Negara berdasar atas Tuhan Yang Maha Esa”.
    Ayat 2 berbunyi “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.[17]
    Sebagaimana bunyi Pasal 29 UUD 1945, telah menjamin untuk seluruh warga Negara Republik Indonesia untuk memeluk agamanya dan beribadah sesuai agamanya, dan melaukan hal-hal yang berguna untuk menunjang peribadahanya sesuai agamanya masing-masing. Seperti pendidikan Islam untuk umat Islam itu sendiri.
2)      GBHN
    Dalam GBHN Tahun 1988 Bidang Agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa No.1.b disebutkan: “Kehidupan keagamaan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa makin dikembangkan…….”.[18]
     Melihat GBHN Tahun 1988 di atas, makna “makin dikembangkan” di sini adalah untuk lebih mengembangkan lagi kepercayaan teradap agama yaitu terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dengan jalan pendidikan dan pengajaran. Khususnya pendidikan agama islam.
3)      UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
    Pasal 11 ayat 6 disebutkan: “Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang pengajaran agama yang bersangkutan”.[19]
     Dari UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan keagamaan dibutuhkan untuk mempersiapkan peserta didik atau masyarakat agar dapat menjalankan apa yang penjadi hak dan kewajibannya sebagai manusia yang beragama. Serta peranannya sebagai manusia yang beragama dalam agamanya maupun lingkungan masyarakat sekitarnya.
     Menurut Hasan Langgulung, dasar operasional pendidikan islam ada enam yaitu historis, sosiologis, ekonomi, politik dan administrasi, psikologis dan filosofis.[20]
1. Dasar Historis
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS.al-Hasyr:18)
    Seperti yang kita ketahui, dasar historis adalah dasar yang berorientasi pada pengalaman pendidikan masa lalu, baik dalam bentuk undang-undang maupun peraturan-peraturan, agar kebijakan yang ditempuh masa kini akan lebih baik.[21]
    Misalnya, bangsa Arab memiliki kegemaran untuk bersastra, maka pendidikan sastra di Arab menjadi penting dalam kurikulum masa kini, sebab sastra selain menjadi identitas  dan potensi akademis bagi bangsa Arab juga sebagai sumber perekat bangsa.[22]
2. Dasar Sosiologis
    Dasar Sosiologis yaitu dasar yang mendasari seseorang dengan sosial budayanya.yang dengan sosio budaya tersebut pendidikan dilaksanakan.
    Yang juga menjadi tolak ukur dalam prestasi belajar individu, kelompok dan masyarakat, untuk individu, kelompok maupun masyarakat tersebut di dalam suatu lingkungn/sosio-budaya
3. Dasar Ekonomi
     Dasar Ekonomi adalah dasar tentang potensi-potensi financial dan sumber-sumber yang bertanggung jawab terhadap rencana dan anggaran pembelanjaan pendidikan.[23] Maksudnya, sumber-sumber financial tersebut haruslah bersih, suci, dan tidak tercmpur dengan harta benda yang syubhat.
      Sebagaimana dalam hadits Qudsi disebutkan “Hai Daud, hindari dan peringatkan pada kaummu dari makanan syubhat karena sesungguhnya hati orang yang mamakan makanan ssyubhat itu tertutup dari-Ku”
Syubhat saja tidak boleh, apalagi yang sudah jelas haramnya.
4. Dasar Politik dan Administrasi
      Dasar Politik dan Administrasi adalah dasar yang berguna untuk menentukan kebijakan umum dalam rangka mencapai kemaslahatan bersama, bukan hanya untuk golongan atau kelompok tertentu.
5. Dasar Psikologis
      Dasar yang memberikan informasi tentang watak pelajar-pelajar, guru-guru, cara-cara terbaik dalam praktik, pencapaian dan penilaian, dan pengukuran serta bimbingan.
      Dengan dasar ini, dapat diketahui tingkat kepuasan dan kesejahteraan batiniah pelaku pendidik. Serta untuk meningkatkan prestasi pelaku pendidikan secara baik dan sehat.
6. Dasar Filosofis
       Dasar yang memberi kemampun memilih dengan terbaik apa yang akan dan apa yang harus dipilih, memberi arah segala dasar-dasar operasional yang menjalankan pendidikan, dan mengontrol jalannya pendidikan tersebut.
         Bagi masyarakat religius, seperti masyarakat muslim, dasar ini sekadar menjadi bagian dari cara berpikir dibidang pendidikan secara sisitemik, radikal, dan universal yang asas-asasnya diturunkan dari nilai Ilahiyah.[24]

7. Dasar Religius
        Dasar Religius Yaitu dasar tambahan. Karena dalam islam, dasar operasional segala sesuatu adalah agama. Dengan agama semua aktivitas pendidikan menjadi bermakna dan mewarnai dasar lain.


[1] Abdul Mujib & Jusuf Mudzakkir ,  Imu pendiidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm, 31.
[2] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm, 46.
[3]Ibid., hlm, 32.
[4]Ibid., hlm, 32.
[5]Abdul Mujib, Op. Cit., hlm, 36-37
[6]Bukhari, hlm, 40.
[7]Bukhari, hlm, 41.
[8]Ibid., hlm, 42.
[9]Ibid., hlm, 43.
[10]Ibid., hlm,44.
[11]Ibid., hlm, 45.
[12]Abdul Mujib,  ILmu pendiidikan Islam, (Jakarta: Kencaba, 2010, hlm, 43
[13]M. Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta), hlm, 23.
[14]Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm, 25.
[15]M. Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta), hlm, 24.
[16]Ibid., hlm, 26.
[17]Ibid., hlm, 26.
[18]Ibid., hlm, 27.
[19] Ibid., hlm, 27.
[20] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm, 46.
[21]Ibid., hlm, 47.
[22]M. Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta), hlm, 44
[23]Ibid., hlm, 47.
[24]Abdul Mujib & Jusuf Mudzakkir ,  Ilmu pendiidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm, 46.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © Nelly Agustin Education. Template created by Volverene from Templates Block
WP by Simply WP | Solitaire Online