PEMBAHASAN
Prinsip
adalah suatu kebenaran dasar sebagai titik tolak untuk berfikir atau merupakan
suatu petunjuk untuk berbuat/melaksanakan sesuatu.[1]
Kata prinsip menunjuk pada suatu hal yang sangat penting,
mendasar keyakinan, harus diperhatikan, memiliki sifat mengatur dan
mengarahkan, serta sesuatu yang biasanya selalu terjadi atau ada pada suatu dan
kondisi yang serupa.[2]
Prinsip
adalah suatu yang sangat penting bagi kurikulum. Karena, prinsip adalah
petunjuk, yang mana dengan prinsip akan menuntun pengembangan kurikulum secara
lebih terarah; Prinsip adalah peraturan, yang mana dengan adanya peraturan
tersebut akan membuat pengembangan kurikulum akan menjadi lebih disiplin dan
sesuai dengan apa yang diinginkan.
Dalam
pengembangan kurikulum haruslah memiliki dasar prinsip-prinsip tertentu supaya
secara strategis segala yang dikembangkan dalam kurikulum dapat sampai pada
peserta didik dengan optimal, demikian juga untuk lingkungan masyarakat
sekitarnya.
Di antara prinsip-prinsip dasar pengembangan kurikulum tersebut
adalah Prinsip Relevansi, Prinsip Efektivitas, Prinsip Efisiensi, dan Prinsip
Kesinambungan.
A. Prinsip Relevansi
Relevansi dalam dunia pendidikan adalah adanya
kesesuaian antara hasil pendidikan (lulusan sekolah) dengan tuntutan kehidupan
yang ada di masyarakat. Dengan kata lain sistem pendidikan dikatakan relevan
jika para lulusan yang di hasilkan sekolah dapat berguna bagi kehidupan
masyarakat. Sebaliknya jika kopetensi para lulusan sekolah kurang fungsional
dalam kehidupan, berarti sistem pendidikan yang di jalankan kurang relevan
dengan kehidupan.[3]
Relevansi dapat juga dikatakan sesuai, sesuai di
sini adalah cocok atau tidaknya. Sebagaimana yang kita ketahui sesuatu yang
dikatakan cocok maka ia telah serasi dan akan membuat segala yang akan terjadi
terasa begitu mudah dan bahagia. Baik
cocok dengan anak didik, lingkungannya, tingkat kecerdasannya, ilmu
pengetahuan, dan lain sebagainya.
Masalah relevansi
pendidikan dengan kebutuhan kehidupan dimasyarakat paling tidak dapat di tinjau
dari empat segi:
a.
Relevansi pendidikan dengan lingkungan murid atau
masyarakat setempat.
Diharapkan dengan sistem pendidikan yang
dijalankan dapat memberikan bekal kemampuan pada anak untuk dapat bergaul
dengan lingkungan. Pemilihan bahan pengajaran hendaknya juga dengan
mempertimbangkan sejauh mana bahan tersebut ada kaitannya dengan kebutuhan
sehari-hari dilingkungan anak.[4]
Kurikulum haruslah sesuai dengan
adat-istiadat lingkungan masyarakat sekitar, baik itu mengenai agama, sosial,
budaya, dan ekonomi. Salah satunya adalah sistem nilai yang terdapat
dimasyarakat.
Sistem nilai yang terdapat disuatu
masyarakat berbeda-beda, baik itu nilai moral, keagamaan, sosial, budaya dan
nilai politiknya.[5]
Maka dari itu kurikulum haruslah relevan
dengan lingkungan dan masyarakat sekitar anak didik, agar anak didik dapat
menjalankan aktivitasnya sehari-hari dengan lebih adaptif dan lebih baik lagi.
Anak didik dengan mudah dapat bergaul dan berbaur dengan lingkungan masyarakat
sekitarnya. Anak didik dapat mengetahui apakah yang harus dan tidak harus ia
lakukan dilingkungan masyarakatnya tersebut.
b.
Relevansi pendidikan kaitannya dengan tuntutan
pekerjaan. Apa yang diajarkan di sekolah harus mampu memenuhi dunia kerja.[6]
Sekolah bertugas menyiapkan anak agar
mampu bekerja sesuai dengan bidangnya. Oleh karena itu kegiatan pendidik yang
di lakukan hendaknya memberi anak dengan pengalaman dan keterampilan tertentu secara
kongkrit. Hal itu berarti sekolah telah membekali anak dengan pengalaman
bekerja sehingga jika mereka kelak terjun di masyarakat untuk bekerja sehingga
tidak canggung lagi dan siap pakai.
Baik itu
berbaur dengan menjadi pekerja yang dibutuhkan, ataupun dengan melihat peluang
yang ada di masyarakat sekitar, sehingga dengan peluang tersebut dapat
menciptakan lapangan pekerjaan bagi pribadi dan masyarakat sekitar. Inilah yang
dinakamakan relevansi denga tututan ekonomi yang identik dengan pekerjaan. Selain
dapat memberikan pekerjaan bagi pribadi, tapi juga dapat memberikan lapangan pekerjaan
untuk orang-orang sekitarnya.
c.
Relevansi dengan ilmu pengetahuan.
Kemajuan
pendidikan telah membuat maju pula dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak
negara tadinya miskin sekarang menjadi kaya, sebagai contoh Jepang, dan
akhir-akhir ini menonjol Korea Selatan, Singapura, dan lain-lain. Semua ini
disebabkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Program
pendidikan (kurikulum) hendaknya mampu memberikan peluang pada anak didik untuk
mengebangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan senantiasa mengembangkannya
ilmu pengetahuan dan teknologi tidak cepat memiliki rasa puas, dan selalu siap
menjadi pelopor dalam penemuan dan pengembangan ilmu pengetahuan tersebut.[7]
Dengan
demikian pengembangan kurikulum diharapkan dapat sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan yang semakin lama semakin modern dan meluas. Diharapkan
kurikulum dapat lebih menyediakan sarana dan prasarana yang lebih menunjang
demi tercapainya ilmu pengetahuan yang lebih berkembang lagi bagi pengetahuan
anak didik dan bagi kemajuan ilmu pengetahuan pastinya.
d.
Relevansi pendidikan dengan kehidupan sekarang
dan kehidupan yang akan datang.
Materi
atau bahan yang diajarkan kepada anak didik hendahlah memberikan manfaat untuk
persiapan masa depan anak didik. Karenanya, keberadaannya kurikulum di sini
bersifat antisipasi dan memiliki nilai prediksi, kedepan secara tajam dan
dengan perhitungan.[8]
Relevansi
dengan kehidupan sekarang dan akan datang dalam relevansi ini dapat mencakup
keseluruhan dari relevansi lainnya. Dapat dilihat dari dua sudut, yaitu
perubahan zaman dan perubahan posisi kita berada.
Pertama,
bagaimana kita menempatkan diri dalam lingkungan masyarakat yang berubah karena
pengaruh zaman, dalam hal bersikap dan bertingkahlaku sesuai dengan sistem
nilai lingkungan masyarakat tersebut dan dalam hal tuntutan pekerjaan, serta
dlam hal ilmu pengetahuan yang semakin canggih dan modern.
Kedua, bagaimana kita menempatkan diri
dalam lingkungan masyarakat yang baru
saja kita kenal karena perpindahan posisi bermukim kita, baik dalam hal sikap
dan tingkah laku, tuntutan pekerjaan dan ilmu pengetahuan yang beredar di
lingkungan masyarakat kita yang baru tersebut.
Prinsip ini memiliki dua jenis, yaitu
relevansi internal dan eksternal.[9] Relevansi eksternal menunjukan relevansi
antara bahan ajar dengan lingkungan hidup peserta didik dan masyarakat, perkembangan hidup masa sekarang dan masa
yang akan datang serta tuntutan dan kebutuhan dunia pekerjaan. Relevansi
internal adalah relevansi yang berkaitan dengan isi/ bahan ajar itu sendiri. Harus sesuai dengan kurikulum
dan anak didik. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
Pada keseluruhannya prinsip evesiensi ini
adalah bagaimana perkembangan kurikulum haruslah sesuai denga segala hal
yang berkaitan dengan anak didik dan proses pendidikan serta kehidupan sekarang
dan akan datang.
Karena, kurikulum meliputi segala
pengalaman dan pengaruh yang bercorak pendidikan yang diperoleh anak disekolah.[10]
Sehingga pasti pada setiap kurikulum akan berdampak dan berpengaruh bagi anak
didik, baik itu secara fisiologi maupun secara psikologi. Diharapkan dengan
adanya prinsip relevansi ini akan menimbulkan pengaruh dan dampak yang positif pada anak didik.
B.
Prinsip Efektivitas
Efektivitas dalam suatu kegiatan berhubungan
dengan masalah sejauh mana hal-hal yang direncanakan dapat terlaksana.[11] Yang
dimaksud prinsip efektivitas adalah sejauh mana perencanaan kurikulum
dapat tercapai dan dapat sesuai dengan keinginan atau tujuan yang telah ditentukan.
Prinsip ini dapat ditinjau dari dua
dimensi yaitu proses dan produk. Dimensi proses mengacu pada
keefektifan proses pembelajaran sebagai real curriculum (keefektifan
guru mengajar dan keefektifan peserta didik belajar). Sedangkan dimensi produk
mengacu pada hasil yang ingin dicapai.[12]
Yang dikatakan
sebagai proses di sini adalah proses guru dalam pembelajaran, baik itu kegiatan
penyampaian materi kepada anak didik maupun kegiatan memotivasi dan
memeperhatikan anak didik; proses anak didik sebagai penerima dari proses
pembelajaran, maupun sebagai keluarga di lingkungan sekolah yang berusaha
beradaptasi dengan baik di sekolah. Sedangkan produk adalah sejauh mana
penyampaian yang dilakukan oleh guru dapat di terima atau ditangkap oleh anak
didik.
Jika anak didik
dapat menangkap pembelajaran dengan baik atau produknya baik, minimal sama
dengan apa yang telah direncanakan, maka pembelajaran tersebut dapat dikatakan
telah mencapai efektivitas. Namun, jika produk melebihi target perencanaa atau
tujuan yang telah ditentukan, maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran tersebut
telah berhasil dan sangat efektivitas.
Efektivitas kurikulum ini dapat ditinjau dari dua segi, yaitu[13]:
1.
Efektivitas
mengajar guru
Yaitu bagaimana metode/cara seorang guru tersebut dalam
menyampaikan suatu bahan ajar kepada anak didiknya. Apabila cara yang digunakan
dalam menyampaikan bahan ajar sesuai atau efektif, maka tidak menutup kemungkinan
prinsip efektivitas telah terwujud.
Keefektivitasan mengajar seorang guru dapat terlihat dengan adanya
respon yang positif dari anak didik, baik itu respon secara langsung ataupun
respon yang tidak secara langsung.
Respon secara langsung contohnya dengan menanggapi apa yang telah
disampaikan guru, dengan memberikan pertanyaan maupun dengan menjawab
pertanyaan, serta dengan menanggapi. Respon tidak secara langsung contohnya
dengan memperhatikan guru, dengan melakukan instruksi-instuksi yang guru perintahkan,
dengan mimik tubuh dan lain-lainnya.
2.
Efektivitas
belajar anak didik
Terlihat efektivitas, apabila anak didik dapat memahami dan
mengaplikasikan bahan ajar yang telah diajarkan di dalam proses belajarnya.
Efektivitas dapat terlihat secara langsung dan secara tidak
langsung. Dikatakan efektivitas secara langsung apabila di dalam kelas ketika
guru menyampaikan materi, anak didik begitu aktif dan berpartisipasi. Karena
memang anak didik memperhatikan apa yang disampaikan guru dan telah belajar di
rumah sebelumnya.
Efektivitas secara langsung ini juga dapat dilihat dengan
cara penerapan Eveluasi berbasis kelas yang menentukan pada proses dan hasil
belajar.[14] Setelah
guru menyampaikan materinya, diakhir pertemuan guru mengadakan evaluasi yang
akan menentukan keefektivitasan guru dalam cara mengajar dan anak didik dalam
belajar.
Dikatakan efektivitas secara tidak langsung apabila dalam
mengerjakan tugas dan mengerjakan ujian, anak didik dapat menyelesaikannya
sesuai dengan apa yang diharapkan. Karena setelah guru menyampaikan materi di
sekolah, anak didik tersebut mengulanginya lagi atau mempelajarinya kembai di
rumah.
Ada kemungkinan, bahwa apa yang diwujudkan pada diri anak didik berbeda
dengan apa yang diharapkan menurut rencana.[15]
Apa yang diinginkan tidak sesuai dengan renacana, dapat dikatakan bahwa pinsip
efektivitas tidak tercapai. Biasanay semua ini terjadikarena faktor keadaan
lingkungan dan faktor dari diri anak didik itu sendiri.
Anak didik terpengaruh oleh faktor lingkungannya yang misalnya
kurang baik, dan membuat anak didik tidak dapat belajar dengan sempurna, atau
faktor anak didik sendiri yang tidak memiliki semangat untuk belajar, sehingga
apa yang telah direncanakan tidak sesuai dengan apa yang diwujudkan kepada anak
didik.
C.
Prinsip Efisiensi
Prinsip
efisiensi sering dikonotasikan (disamakan/dianalogikan) denan prinsip ekonomi
yang berbunyi, ‘dengan modal atau biaya, tenaga dan waktu sekecil-kecilnya
akan mencapai hasil yang memuaskan’.[16]
Dalam efisiensi, yang dipermasalahkan adalah perbandingan antara hasil yang
dicapai dengan usaha yang dijalankan atau biaya yang dikeluarkan.[17]
Pengembangan
kurikulum harus mempertimbangkan segi efisien dalam pendayagunaan dana, waktu
dan tenaga dan sumber-sumber yang tersedia agar dapat mencapai hasil yang
optimal.[18]
Proses belajar mengajar (pembelajaran) dikatakan
efisiensi, apabila output sesuai dengan input. Maksudnya adalah usaha, biaya,
waktu, tenaga dan alat yang dikeluarkan atau digunakan dalam pembelajaran
sesuai atau sama dengan hasil dan tujuan dari proses pembelajaran tersebut.
Kurikulum
dikatakan memiliki tingkat efisiensi yang tinggi apabila dengan sarana, biaya
yang minimal dan waktu yang terbatas dapat memperoleh hasil yang maksimal.[19]
Artinya dengan tenaga, usaha, biaya, peralatan
dan waktu yang minimal/sedikit dapat menghasilkan pemahaman dalam proses
belajar-mengajar secara maksimal.
Efisien, yaitu biaya yang terbatas harus
diusahakan seefisien mungkin dalam penggunaannya dan fokus dalam
pengelolaannya.[20]
Disetiap lembaga pendidikan fasilitas yang ada tidaklah sama, mayoritas di
perkotaan fasilitasnya sangatlah terjamin dan biaya yang di keluarkan pun
sangat banyak. Keadaan seperti ini sangatlah jauh berbeda dengan keadaan di
daerah pedesaan. Mayoritas di pedesaan adalah orang-orang yang kurang mampu,
sehingga menyulitkan mereka untuk membayar uang fasilitas sekolah yang sangat
mahal. Pada akhirnya mereka menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah yang
memang tidak mengeluarkan biaya yang banyak.
Diharapkan dengan adanya prinsip efisiensi ini
dapat membantu mencerdaskan anak didik untuk semua kalangan. Baik itu kalangan
menengah ke atas dan kalangan menengah ke bawah. Dan baik itu di daerah
pedesaan maupun di daerah perkotaan.
D.
Prinsip Kesinambungan (Continuities)
Kontinuitas
merupakan pengulangan terencana tentang isi (content) untuk mencapai
keberhasilan. Prinsip kontinuitas menyerupai dengan apa yang disebut “spiral
curriculum”, yaitu pengenalan konsep, keterampilan, dan pengetahuan secara
berulang.[21]
Prinsip
kontinuitas atau kesinambungan di sini adalah bagaimana seorang guru dalam
menyampaikan materi atau bahan ajarnya secara berulang kali. Baik itu mulai
dari konsep, isi, dan keseluruhan yang mencakup keterampilan di dalam materi
ajar tersebut. Sehingga, akan menghasilkan keterampilan, dimana keterampilan
inipun juga harus di lakukan secara berulang-ulang atau kontinu. Sehingga pada
akhirnya anak didik akan memahami materi ajar yang diajarkan guru, dan dapat
dikatakan bahwa pembelajaran tersebut telah sesuai dengan tujuan yang telah di
buat di awal.
Dalam
prinsip kontinuitas ini juga diperhatikan banyaknya jumlah pengulangannya.
Pengulangan yang dilakukan tidak semata-mata dilakukan secara terus-menerus
tanpa batasan. Tapi pengulangan yang dilakukan hanya dilakukan beberapa kali
atau terbatas. Karena apabila terlalu lama dalam pengulangan satu materi akan
mengganggu pada meteri ajar yang lainnya. Pengulangan ysng dilakukan
semata-mata hanya untuk menanamkan materi ajar secara mendalam kedalam
pemahaman anak didik.
Prinsip kesinambungan dalam pengembangan kurikulum juga harus
menunjukkan saling berkaitan antara tingkat pendidikan, jenis program
pendidikan dan bidang studi. Agar tidak adanya kerancuan dalam menyampaikan
urutan bahan ajar bagi guru, dan agar tidak adanya kesulitan pada anak didik
dalam memahami dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam
permbelajaran yang pastinya berkaitan dengan bahan ajar.
Kurikulum sebagai wahana belajar yang dinamis perlu dikembangkan
secara terus-menerus dan berkesinambungan dalam pengembangan kurikulum
menyangkut saling berhubungan dan saling menjalin antara berbagai tingkat dan
program pendidikan atau bidang studi.[22]
Dalam rangka pengembangan kurikulum,perlu diperhatikan aspek bidang
studi dan tingkat pendidikan. Karena dalam pengembangan kurikulum setiap bidang
studi dan tingkat pendidikan adalah saling menjalin dan saling berhubungan satu
sama lain. Guna pengembangan kurikulum adalah memperbaiki kurikulum yang ada.
Memperbaiki secara berkesinambungan dan terus-menerus sehingga mendapatkan
kurikulum yang sempurna.
Oleh karen itu, prinsip kontinuitas dalam pengembangan kurikulum
sangatlah penting. Kontinuitas yang tidak hanya saling berhubungan dalam
berbagai tingkat dan jenis program pendidikan atau dalam program studi saja,
namun dalam segala hal yang berkaitan dengan kurikulum.
Dalam prinsip
ini dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu kesinambungan antar berbagai
bidang studi dan kesinambungan antar berbagai tingkat sekolah.[23]
a.
Kesinambungan antara berbagai tingkat sekolah
(jenjang pendidikan)[24], yaitu
:
Bahan
pelajaran yang diperlukan untuk belajar lebih lanjut pada tingkat pendidikan
yang lebih tinggi hendaknya sudah diajarkan pada tingkat pendidikan sebelumnya
atau dibawahnya.
Bahan
pelajaran yang telah diajarkan pada tingkat pendidikan yang lebih rendah tidak
harus diajarkan lagi pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi, sehingga
terhindar dari tumpang tindih dalam pengaturan bahan ajar dalam proses belajar
mengajar.
Misalnya,
pada mata pelajaran Agama Islam pada kelas I SD dengan kelas VI SD. Pada kelas
satu anak didik telah diajarkan bagaimana cara shalat, bacaan shalat, dan mulai
menghafal ayat-ayat pendek. Sehingga pada kelas VI-nya anak didik telah pandai
dalam shalat, dan diaplikasikan dengan diadakannya Ujian Prektek, yang salah
satunya adalah Ujian Praktek shalat. Yang nantinya akan menentukan anak didik
apakah dapat melanjutkan kejenjang pendidikan yanglebih tinggi atau tidak.
b.
Kesinambungan antara berbagai bidang studi[25], yaitu:
Kesinambungan
antara berbagai bidang studi menunjukkan bahwa dalam pengembangan kurikulum
harus memperhatikan hubungan antara bidang studi yang satu dengan yang lain.
Anatra
seluruh bidang studi memanglah harus saling berkaitan, karena memang pada
hakikatnya antara bidang studi satu dengan bidang studilainnya saling
melengkapi satu sama lain.
Misalnya,
antara bidang studi IPA dengan Matematika. Contohnya: untuk mengubah angka
temperatur dari sekala celsius ke skala Fahrenheit dalam bidang studi IPA
diperlukan keterampilan dalam pengalian bidang pecahan yang diajarkan dalam
bidang studi Matematika.
Dengan saling
berkaitannya bidang studi satu dengan bidang studi lainnya, akan menimbulkan
keharmonisan dalam menyelesaikan masalah pada tiap-tiap bidang studi.
The best
curriculum and the best teacher.[26]
Pada akhirnya Inilah yang diinginkan oleh setiap lembaga
pendidikan. The best currikulum, yaitu kurikulum yang sempurna. Artinya
kurukulum yang mampu memberikan dampak positif
bagi anak didik dan lingkungan masyarakat sekitarnya. Baik itu pada masa
sekarang ataupun bagi masa yang akan datang.
The
best teacher, yaitu guru yang terbaik. Guru yang mampu memahami anak
didiknya; Guru yang mampu memahamkan anak didiknya, baik itu mengenai
ilmu pengetahuan umum, khusus, dan agama, mampu memahamkan anak didik mengenai
moral, prilaku atau akhlak yang baik dan tidak hanya mengetahui teori semata,
namun juga menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakat; Guru
yang mampu memotivasi anak didiknya, agar terus semangat dalam menunutut
ilmu dan memperbaiki dirinya dan orang lain; Guru yang selalu memfasilitasi
anak didiknya dengan fasilitas-fasilitas yang menunjang perkembangan anak
didiknya; Guru yang mapu menjadi teladan bagi anak didiknya; Guru yang
selalu menolong setiap kesulitan yang dihadapi anak didiknya, dan lain
sebagainya.
[1] Harjanto, Perencanaan
Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 220
[2] Zainal Arifin,
Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2013, cet: 3), hal. 28
[3] Haiatin
Chasanatin, Pengembangan Kurikulum, (Metro: STAIN Jurai Siwo Metro &
Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2015), hal. 43
[4] Ibid., hal. 45
[5] Nana Syaodih
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000),
hal. 58
[6] Wina Sanjaya, Kurikulum
dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, cet 5), hal.
40.
[7] Abdullah Idi, Pengembangan kurikulum Teori dan Praktek, (Jakarta:
Gaya Media Pratama, 1999), hal. 114
[8] Abdullah Idi, Pengembangan kurikulum Teori dan Praktek, (Jakarta:
Gaya Media Pratama, 1999), hal. 113
[9] Zainal Arifin,
Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2013, cet: 3), hal. 32
[10] S. Nasution, Asas-Asas
Kurikulum, (Jakarta: BumiAksara, 1994), hal. 6
[11] Burhan
Nurgiatoro, Dasar-Dasar Pengembangan
Kurikulum Sekolah, (Yogyakarta: BFEF, 1988), hal. 151
[12] Zainal Arifin,
Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2013, cet: 3), hal. 33
[13] Abdullah Idi, Pengembangan kurikulum Teori dan Praktek, (Jakarta:
Gaya Media Pratama, 1999), hal. 114
[14] E. Mulyasa,
Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 167
[15] S. Nasution, Asas-Asas
Kurikulum, (Jakarta: BumiAksara,1994), hal. 8
[16]Haiatin
Chasanatin, Pengembangan Kurikulum,(Metro: STAIN Jurai Siwo Metro &
Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2015), hal. 46
[17] Burhan
Nurgiatoro, Dasar-Dasar Pengembangan
Kurikulum Sekolah, (Yogyakarta: BFEF, 1988), hal. 153
[18] Oemar Hamalik,
Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), hal. 31
[19] Wina Sanjaya, Kurikulum
dan Pembelajaran Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 42
[20] Matin, Dasar-Dasar
Perencanaan pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), hal. 22
[21] Oemar Hamalik,
Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009),
hal. 48
[22] M. Ahmad, Dkk,
Pengmbangan Kurikulum, (Bandung:
CV Pustaka Setia, 1998), hal. 70
[23] Haiatin
Chasanatin, Pengembangan Kurikulum,(Metro: STAIN Jurai Siwo Metro &
Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2015), hal. 47
[24] Abdullah Idi, Pengembangan kurikulum Teori dan Praktek, (Jakarta:
Gaya Media Pratama, 1999), h. 155
[25] Ibid.
[26] Dakir, Perencanaan
dan Pengembangan Kurikulum, (Jakart: Rineka Cipta, 2004), hal. 95
0 komentar:
Posting Komentar