Pages

Makalah mengenai Pengembangan Kurikulum Prinsip-Prinsip dalam Pengembangan Kurikulum

Nelly Agustin/PAI

  

PEMBAHASAN

Prinsip adalah suatu kebenaran dasar sebagai titik tolak untuk berfikir atau merupakan suatu petunjuk untuk berbuat/melaksanakan sesuatu.[1]
Kata prinsip menunjuk pada suatu hal yang sangat penting, mendasar keyakinan, harus diperhatikan, memiliki sifat mengatur dan mengarahkan, serta sesuatu yang biasanya selalu terjadi atau ada pada suatu dan kondisi yang serupa.[2]
Prinsip adalah suatu yang sangat penting bagi kurikulum. Karena, prinsip adalah petunjuk, yang mana dengan prinsip akan menuntun pengembangan kurikulum secara lebih terarah; Prinsip adalah peraturan, yang mana dengan adanya peraturan tersebut akan membuat pengembangan kurikulum akan menjadi lebih disiplin dan sesuai dengan apa yang diinginkan.
Dalam pengembangan kurikulum haruslah memiliki dasar prinsip-prinsip tertentu supaya secara strategis segala yang dikembangkan dalam kurikulum dapat sampai pada peserta didik dengan optimal, demikian juga untuk lingkungan masyarakat sekitarnya.
Di antara prinsip-prinsip dasar pengembangan kurikulum tersebut adalah Prinsip Relevansi, Prinsip Efektivitas, Prinsip Efisiensi, dan Prinsip Kesinambungan.

A.    Prinsip Relevansi
Relevansi dalam dunia pendidikan adalah adanya kesesuaian antara hasil pendidikan (lulusan sekolah) dengan tuntutan kehidupan yang ada di masyarakat. Dengan kata lain sistem pendidikan dikatakan relevan jika para lulusan yang di hasilkan sekolah dapat berguna bagi kehidupan masyarakat. Sebaliknya jika kopetensi para lulusan sekolah kurang fungsional dalam kehidupan, berarti sistem pendidikan yang di jalankan kurang relevan dengan kehidupan.[3]
Relevansi dapat juga dikatakan sesuai, sesuai di sini adalah cocok atau tidaknya. Sebagaimana yang kita ketahui sesuatu yang dikatakan cocok maka ia telah serasi dan akan membuat segala yang akan terjadi terasa begitu mudah dan bahagia.  Baik cocok dengan anak didik, lingkungannya, tingkat kecerdasannya, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya.
            Masalah relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan dimasyarakat paling tidak dapat di tinjau dari empat segi:
a.      Relevansi pendidikan dengan lingkungan murid atau masyarakat setempat.
Diharapkan dengan sistem pendidikan yang dijalankan dapat memberikan bekal kemampuan pada anak untuk dapat bergaul dengan lingkungan. Pemilihan bahan pengajaran hendaknya juga dengan mempertimbangkan sejauh mana bahan tersebut ada kaitannya dengan kebutuhan sehari-hari dilingkungan anak.[4]
Kurikulum haruslah sesuai dengan adat-istiadat lingkungan masyarakat sekitar, baik itu mengenai agama, sosial, budaya, dan ekonomi. Salah satunya adalah sistem nilai yang terdapat dimasyarakat.
Sistem nilai yang terdapat disuatu masyarakat berbeda-beda, baik itu nilai moral, keagamaan, sosial, budaya dan nilai politiknya.[5]
Maka dari itu kurikulum haruslah relevan dengan lingkungan dan masyarakat sekitar anak didik, agar anak didik dapat menjalankan aktivitasnya sehari-hari dengan lebih adaptif dan lebih baik lagi. Anak didik dengan mudah dapat bergaul dan berbaur dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Anak didik dapat mengetahui apakah yang harus dan tidak harus ia lakukan dilingkungan masyarakatnya tersebut.
b.      Relevansi pendidikan kaitannya dengan tuntutan pekerjaan. Apa yang diajarkan di sekolah harus mampu memenuhi dunia kerja.[6]
Sekolah bertugas menyiapkan anak agar mampu bekerja sesuai dengan bidangnya. Oleh karena itu kegiatan pendidik yang di lakukan hendaknya memberi anak dengan pengalaman dan keterampilan tertentu secara kongkrit. Hal itu berarti sekolah telah membekali anak dengan pengalaman bekerja sehingga jika mereka kelak terjun di masyarakat untuk bekerja sehingga tidak canggung lagi dan siap pakai.
Baik itu berbaur dengan menjadi pekerja yang dibutuhkan, ataupun dengan melihat peluang yang ada di masyarakat sekitar, sehingga dengan peluang tersebut dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi pribadi dan masyarakat sekitar. Inilah yang dinakamakan relevansi denga tututan ekonomi yang identik dengan pekerjaan. Selain dapat memberikan pekerjaan bagi pribadi, tapi juga dapat memberikan lapangan pekerjaan untuk orang-orang sekitarnya.
c.       Relevansi dengan ilmu pengetahuan.
Kemajuan pendidikan telah membuat maju pula dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak negara tadinya miskin sekarang menjadi kaya, sebagai contoh Jepang, dan akhir-akhir ini menonjol Korea Selatan, Singapura, dan lain-lain. Semua ini disebabkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Program pendidikan (kurikulum) hendaknya mampu memberikan peluang pada anak didik untuk mengebangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan senantiasa mengembangkannya ilmu pengetahuan dan teknologi tidak cepat memiliki rasa puas, dan selalu siap menjadi pelopor dalam penemuan dan pengembangan ilmu pengetahuan tersebut.[7]
Dengan demikian pengembangan kurikulum diharapkan dapat sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin lama semakin modern dan meluas. Diharapkan kurikulum dapat lebih menyediakan sarana dan prasarana yang lebih menunjang demi tercapainya ilmu pengetahuan yang lebih berkembang lagi bagi pengetahuan anak didik dan bagi kemajuan ilmu pengetahuan pastinya.
d.      Relevansi pendidikan dengan kehidupan sekarang dan kehidupan yang akan datang.
Materi atau bahan yang diajarkan kepada anak didik hendahlah memberikan manfaat untuk persiapan masa depan anak didik. Karenanya, keberadaannya kurikulum di sini bersifat antisipasi dan memiliki nilai prediksi, kedepan secara tajam dan dengan perhitungan.[8]
Relevansi dengan kehidupan sekarang dan akan datang dalam relevansi ini dapat mencakup keseluruhan dari relevansi lainnya. Dapat dilihat dari dua sudut, yaitu perubahan zaman dan perubahan posisi kita berada.
Pertama, bagaimana kita menempatkan diri dalam lingkungan masyarakat yang berubah karena pengaruh zaman, dalam hal bersikap dan bertingkahlaku sesuai dengan sistem nilai lingkungan masyarakat tersebut dan dalam hal tuntutan pekerjaan, serta dlam hal ilmu pengetahuan yang semakin canggih dan modern.
Kedua, bagaimana kita menempatkan diri dalam lingkungan masyarakat  yang baru saja kita kenal karena perpindahan posisi bermukim kita, baik dalam hal sikap dan tingkah laku, tuntutan pekerjaan dan ilmu pengetahuan yang beredar di lingkungan masyarakat kita yang baru tersebut.
Prinsip ini memiliki dua jenis, yaitu relevansi internal dan eksternal.[9]  Relevansi eksternal menunjukan relevansi antara bahan ajar dengan lingkungan hidup peserta didik dan masyarakat,  perkembangan hidup masa sekarang dan masa yang akan datang serta tuntutan dan kebutuhan dunia pekerjaan. Relevansi internal adalah relevansi yang berkaitan dengan isi/ bahan ajar  itu sendiri. Harus sesuai dengan kurikulum dan anak didik. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
Pada keseluruhannya prinsip evesiensi ini adalah bagaimana perkembangan kurikulum haruslah sesuai denga segala hal yang berkaitan dengan anak didik dan proses pendidikan serta kehidupan sekarang dan akan datang.
Karena, kurikulum meliputi segala pengalaman dan pengaruh yang bercorak pendidikan yang diperoleh anak disekolah.[10] Sehingga pasti pada setiap kurikulum akan berdampak dan berpengaruh bagi anak didik, baik itu secara fisiologi maupun secara psikologi. Diharapkan dengan adanya prinsip relevansi ini akan menimbulkan pengaruh dan dampak yang positif  pada anak didik.
B.     Prinsip Efektivitas
Efektivitas dalam suatu kegiatan berhubungan dengan masalah sejauh mana hal-hal yang direncanakan dapat terlaksana.[11] Yang dimaksud prinsip efektivitas adalah sejauh mana perencanaan kurikulum dapat tercapai dan dapat sesuai dengan keinginan atau tujuan yang telah ditentukan.
Prinsip ini dapat ditinjau dari dua dimensi yaitu proses dan produk. Dimensi proses mengacu pada keefektifan proses pembelajaran sebagai real curriculum (keefektifan guru mengajar dan keefektifan peserta didik belajar). Sedangkan dimensi produk mengacu pada hasil yang ingin dicapai.[12]
Yang dikatakan sebagai proses di sini adalah proses guru dalam pembelajaran, baik itu kegiatan penyampaian materi kepada anak didik maupun kegiatan memotivasi dan memeperhatikan anak didik; proses anak didik sebagai penerima dari proses pembelajaran, maupun sebagai keluarga di lingkungan sekolah yang berusaha beradaptasi dengan baik di sekolah. Sedangkan produk adalah sejauh mana penyampaian yang dilakukan oleh guru dapat di terima atau ditangkap oleh anak didik.
Jika anak didik dapat menangkap pembelajaran dengan baik atau produknya baik, minimal sama dengan apa yang telah direncanakan, maka pembelajaran tersebut dapat dikatakan telah mencapai efektivitas. Namun, jika produk melebihi target perencanaa atau tujuan yang telah ditentukan, maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran tersebut telah berhasil dan sangat efektivitas.

Efektivitas kurikulum ini dapat ditinjau dari dua segi, yaitu[13]:
1.      Efektivitas mengajar guru
Yaitu bagaimana metode/cara seorang guru tersebut dalam menyampaikan suatu bahan ajar kepada anak didiknya. Apabila cara yang digunakan dalam menyampaikan bahan ajar sesuai atau efektif, maka tidak menutup kemungkinan prinsip efektivitas telah terwujud.
Keefektivitasan mengajar seorang guru dapat terlihat dengan adanya respon yang positif dari anak didik, baik itu respon secara langsung ataupun respon yang tidak secara langsung.
Respon secara langsung contohnya dengan menanggapi apa yang telah disampaikan guru, dengan memberikan pertanyaan maupun dengan menjawab pertanyaan, serta dengan menanggapi. Respon tidak secara langsung contohnya dengan memperhatikan guru, dengan melakukan instruksi-instuksi yang guru perintahkan, dengan mimik tubuh dan lain-lainnya.
2.      Efektivitas belajar anak didik
Terlihat efektivitas, apabila anak didik dapat memahami dan mengaplikasikan bahan ajar yang telah diajarkan di dalam proses belajarnya.
Efektivitas dapat terlihat secara langsung dan secara tidak langsung. Dikatakan efektivitas secara langsung apabila di dalam kelas ketika guru menyampaikan materi, anak didik begitu aktif dan berpartisipasi. Karena memang anak didik memperhatikan apa yang disampaikan guru dan telah belajar di rumah sebelumnya.
Efektivitas secara langsung ini juga dapat dilihat dengan cara penerapan Eveluasi berbasis kelas yang menentukan pada proses dan hasil belajar.[14] Setelah guru menyampaikan materinya, diakhir pertemuan guru mengadakan evaluasi yang akan menentukan keefektivitasan guru dalam cara mengajar dan anak didik dalam belajar.
Dikatakan efektivitas secara tidak langsung apabila dalam mengerjakan tugas dan mengerjakan ujian, anak didik dapat menyelesaikannya sesuai dengan apa yang diharapkan. Karena setelah guru menyampaikan materi di sekolah, anak didik tersebut mengulanginya lagi atau mempelajarinya kembai di rumah.

Ada kemungkinan, bahwa apa yang diwujudkan pada diri anak didik berbeda dengan apa yang diharapkan menurut rencana.[15] Apa yang diinginkan tidak sesuai dengan renacana, dapat dikatakan bahwa pinsip efektivitas tidak tercapai. Biasanay semua ini terjadikarena faktor keadaan lingkungan dan faktor dari diri anak didik itu sendiri.
Anak didik terpengaruh oleh faktor lingkungannya yang misalnya kurang baik, dan membuat anak didik tidak dapat belajar dengan sempurna, atau faktor anak didik sendiri yang tidak memiliki semangat untuk belajar, sehingga apa yang telah direncanakan tidak sesuai dengan apa yang diwujudkan kepada anak didik.

C.    Prinsip Efisiensi
Prinsip efisiensi sering dikonotasikan (disamakan/dianalogikan) denan prinsip ekonomi yang berbunyi, ‘dengan modal atau biaya, tenaga dan waktu sekecil-kecilnya akan mencapai hasil yang memuaskan’.[16] Dalam efisiensi, yang dipermasalahkan adalah perbandingan antara hasil yang dicapai dengan usaha yang dijalankan atau biaya yang dikeluarkan.[17]
Pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan segi efisien dalam pendayagunaan dana, waktu dan tenaga dan sumber-sumber yang tersedia agar dapat mencapai hasil yang optimal.[18]
Proses belajar mengajar (pembelajaran) dikatakan efisiensi, apabila output sesuai dengan input. Maksudnya adalah usaha, biaya, waktu, tenaga dan alat yang dikeluarkan atau digunakan dalam pembelajaran sesuai atau sama dengan hasil dan tujuan dari proses pembelajaran tersebut.
Kurikulum dikatakan memiliki tingkat efisiensi yang tinggi apabila dengan sarana, biaya yang minimal dan waktu yang terbatas dapat memperoleh hasil yang maksimal.[19]
Artinya dengan tenaga, usaha, biaya, peralatan dan waktu yang minimal/sedikit dapat menghasilkan pemahaman dalam proses belajar-mengajar secara maksimal.
Efisien, yaitu biaya yang terbatas harus diusahakan seefisien mungkin dalam penggunaannya dan fokus dalam pengelolaannya.[20] Disetiap lembaga pendidikan fasilitas yang ada tidaklah sama, mayoritas di perkotaan fasilitasnya sangatlah terjamin dan biaya yang di keluarkan pun sangat banyak. Keadaan seperti ini sangatlah jauh berbeda dengan keadaan di daerah pedesaan. Mayoritas di pedesaan adalah orang-orang yang kurang mampu, sehingga menyulitkan mereka untuk membayar uang fasilitas sekolah yang sangat mahal. Pada akhirnya mereka menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah yang memang tidak mengeluarkan biaya yang banyak.
Diharapkan dengan adanya prinsip efisiensi ini dapat membantu mencerdaskan anak didik untuk semua kalangan. Baik itu kalangan menengah ke atas dan kalangan menengah ke bawah. Dan baik itu di daerah pedesaan maupun di daerah perkotaan.

D.    Prinsip Kesinambungan (Continuities)
Kontinuitas merupakan pengulangan terencana tentang isi (content) untuk mencapai keberhasilan. Prinsip kontinuitas menyerupai dengan apa yang disebut “spiral curriculum”, yaitu pengenalan konsep, keterampilan, dan pengetahuan secara berulang.[21]
Prinsip kontinuitas atau kesinambungan di sini adalah bagaimana seorang guru dalam menyampaikan materi atau bahan ajarnya secara berulang kali. Baik itu mulai dari konsep, isi, dan keseluruhan yang mencakup keterampilan di dalam materi ajar tersebut. Sehingga, akan menghasilkan keterampilan, dimana keterampilan inipun juga harus di lakukan secara berulang-ulang atau kontinu. Sehingga pada akhirnya anak didik akan memahami materi ajar yang diajarkan guru, dan dapat dikatakan bahwa pembelajaran tersebut telah sesuai dengan tujuan yang telah di buat di awal.
Dalam prinsip kontinuitas ini juga diperhatikan banyaknya jumlah pengulangannya. Pengulangan yang dilakukan tidak semata-mata dilakukan secara terus-menerus tanpa batasan. Tapi pengulangan yang dilakukan hanya dilakukan beberapa kali atau terbatas. Karena apabila terlalu lama dalam pengulangan satu materi akan mengganggu pada meteri ajar yang lainnya. Pengulangan ysng dilakukan semata-mata hanya untuk menanamkan materi ajar secara mendalam kedalam pemahaman anak didik.
Prinsip kesinambungan dalam pengembangan kurikulum juga harus menunjukkan saling berkaitan antara tingkat pendidikan, jenis program pendidikan dan bidang studi. Agar tidak adanya kerancuan dalam menyampaikan urutan bahan ajar bagi guru, dan agar tidak adanya kesulitan pada anak didik dalam memahami dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam permbelajaran yang pastinya berkaitan dengan bahan ajar.
Kurikulum sebagai wahana belajar yang dinamis perlu dikembangkan secara terus-menerus dan berkesinambungan dalam pengembangan kurikulum menyangkut saling berhubungan dan saling menjalin antara berbagai tingkat dan program pendidikan atau bidang studi.[22]
Dalam rangka pengembangan kurikulum,perlu diperhatikan aspek bidang studi dan tingkat pendidikan. Karena dalam pengembangan kurikulum setiap bidang studi dan tingkat pendidikan adalah saling menjalin dan saling berhubungan satu sama lain. Guna pengembangan kurikulum adalah memperbaiki kurikulum yang ada. Memperbaiki secara berkesinambungan dan terus-menerus sehingga mendapatkan kurikulum yang sempurna.
Oleh karen itu, prinsip kontinuitas dalam pengembangan kurikulum sangatlah penting. Kontinuitas yang tidak hanya saling berhubungan dalam berbagai tingkat dan jenis program pendidikan atau dalam program studi saja, namun dalam segala hal yang berkaitan dengan kurikulum.
Dalam prinsip ini dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu kesinambungan antar berbagai bidang studi dan kesinambungan antar berbagai tingkat sekolah.[23]
a.       Kesinambungan antara berbagai tingkat sekolah (jenjang pendidikan)[24], yaitu :
Bahan pelajaran yang diperlukan untuk belajar lebih lanjut pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi hendaknya sudah diajarkan pada tingkat pendidikan sebelumnya atau dibawahnya.
Bahan pelajaran yang telah diajarkan pada tingkat pendidikan yang lebih rendah tidak harus diajarkan lagi pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi, sehingga terhindar dari tumpang tindih dalam pengaturan bahan ajar dalam proses belajar mengajar.
Misalnya, pada mata pelajaran Agama Islam pada kelas I SD dengan kelas VI SD. Pada kelas satu anak didik telah diajarkan bagaimana cara shalat, bacaan shalat, dan mulai menghafal ayat-ayat pendek. Sehingga pada kelas VI-nya anak didik telah pandai dalam shalat, dan diaplikasikan dengan diadakannya Ujian Prektek, yang salah satunya adalah Ujian Praktek shalat. Yang nantinya akan menentukan anak didik apakah dapat melanjutkan kejenjang pendidikan yanglebih tinggi atau tidak.
b.      Kesinambungan antara berbagai bidang studi[25], yaitu:
Kesinambungan antara berbagai bidang studi menunjukkan bahwa dalam pengembangan kurikulum harus memperhatikan hubungan antara bidang studi yang satu dengan yang lain.
Anatra seluruh bidang studi memanglah harus saling berkaitan, karena memang pada hakikatnya antara bidang studi satu dengan bidang studilainnya saling melengkapi satu sama lain.
Misalnya, antara bidang studi IPA dengan Matematika. Contohnya: untuk mengubah angka temperatur dari sekala celsius ke skala Fahrenheit dalam bidang studi IPA diperlukan keterampilan dalam pengalian bidang pecahan yang diajarkan dalam bidang studi Matematika.
Dengan saling berkaitannya bidang studi satu dengan bidang studi lainnya, akan menimbulkan keharmonisan dalam menyelesaikan masalah pada tiap-tiap bidang studi.
The best curriculum and the best teacher.[26]
Pada akhirnya Inilah yang diinginkan oleh setiap lembaga pendidikan. The best currikulum, yaitu kurikulum yang sempurna. Artinya kurukulum yang mampu memberikan dampak positif  bagi anak didik dan lingkungan masyarakat sekitarnya. Baik itu pada masa sekarang ataupun bagi masa yang akan datang.
            The best teacher, yaitu guru yang terbaik. Guru yang mampu memahami anak didiknya; Guru yang mampu memahamkan anak didiknya, baik itu mengenai ilmu pengetahuan umum, khusus, dan agama, mampu memahamkan anak didik mengenai moral, prilaku atau akhlak yang baik dan tidak hanya mengetahui teori semata, namun juga menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakat; Guru yang mampu memotivasi anak didiknya, agar terus semangat dalam menunutut ilmu dan memperbaiki dirinya dan orang lain; Guru yang selalu memfasilitasi anak didiknya dengan fasilitas-fasilitas yang menunjang perkembangan anak didiknya; Guru yang mapu menjadi teladan bagi anak didiknya; Guru yang selalu menolong setiap kesulitan yang dihadapi anak didiknya, dan lain sebagainya.


[1] Harjanto, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 220
[2] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013, cet: 3), hal. 28
[3] Haiatin Chasanatin, Pengembangan Kurikulum, (Metro: STAIN Jurai Siwo Metro & Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2015), hal. 43
[4] Ibid., hal. 45
[5] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hal. 58
[6] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, cet 5), hal. 40.
[7] Abdullah Idi, Pengembangan kurikulum Teori dan Praktek, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999),  hal. 114
[8] Abdullah Idi, Pengembangan kurikulum Teori dan Praktek, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999),  hal. 113
[9] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013, cet: 3), hal. 32
[10] S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum, (Jakarta: BumiAksara, 1994), hal. 6
[11] Burhan Nurgiatoro, Dasar-Dasar Pengembangan  Kurikulum Sekolah, (Yogyakarta: BFEF, 1988), hal. 151
[12] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013, cet: 3), hal. 33
[13] Abdullah Idi, Pengembangan kurikulum Teori dan Praktek, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999),  hal. 114
[14] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 167
[15] S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum, (Jakarta: BumiAksara,1994), hal. 8
[16]Haiatin Chasanatin, Pengembangan Kurikulum,(Metro: STAIN Jurai Siwo Metro & Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2015), hal. 46
[17] Burhan Nurgiatoro, Dasar-Dasar Pengembangan  Kurikulum Sekolah, (Yogyakarta: BFEF, 1988), hal. 153
[18] Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), hal. 31
[19] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 42
[20] Matin, Dasar-Dasar Perencanaan pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), hal. 22
[21] Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 48
[22] M. Ahmad, Dkk, Pengmbangan Kurikulum,  (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), hal. 70
[23] Haiatin Chasanatin, Pengembangan Kurikulum,(Metro: STAIN Jurai Siwo Metro & Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2015), hal. 47
[24] Abdullah Idi, Pengembangan kurikulum Teori dan Praktek, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), h. 155
[25] Ibid.
[26] Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, (Jakart: Rineka Cipta, 2004), hal. 95

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © Nelly Agustin Education. Template created by Volverene from Templates Block
WP by Simply WP | Solitaire Online