Pages

Makalah Mengenai Pancasila

NELLY AGUSTIN/1501010089


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pancasila
Untuk memahami pancasila secara kronologis baik menyangkut rumusannya maupun peristilahannya, maka pengertian pancasila meliputi :
1. Pengertian Pancasila secara Etimologis
Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta dari India (Bahasa Kasta Brahmana).[1] Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa Sansekerta kata Pancasila memiliki dua macam arti secara leksikal, yaitu : Panca dan Sila. Panca artinya lima, sila artinya batu sendi, alas, dasar, peraturan tingkah laku yang baik.
Secara etimologis kata Pancasila berasal dari Pancasila yang memiliki arti secara harfiah dasar yang memiliki lima unsur. Kata Pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di India. Dalam ajaran Budha terdapat ajaran moral untuk mencapai nirwana dengan melalui Samadhi dan setiap golongan mempunyai kewajiban moral yang berbeda. Ajaran moral tersebut adalah Dasasyiila, Saptasyiila, Pancasyiila.

2. Pengertian Pancasila secara Historis
Pembahasan historis Pancasila dibatasi pada tinjauan terhadap perkembangan rumusan Pancasila sejak tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan keluarnya Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968.
Pengertian secara histpris dari pancasila, dapat dikatakan di sini yaitu jalan cerita terbentuknya pancasila/dasar negara. Pancasila adalah dasar filsafat negara Republik Indonesia yang resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, dan tercantum dalam pembukaanUUD 1945, diundangkan dala Berita Republik Indonesia tahun II No. 7 bersama-sma dengan batang tubuh UUD 1945.[2]
B.     Pengertian Implementasi
Menurut Mclaughin pengertian dari implementasi adalah sebagai aktivitas yang saling menyesuaikan.[3] Pengertian tersebut memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekadar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.
C.    Macam-Macam Implementasi
1.      Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Kehidupan Sehari-Hari di Masyarakat
          Di dalam Dictionary of Sosciology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia.[4] sehingga nilai haruslah ada dalam kehidupan bangsa dandan bernegara. Yang harus diterapkan, yang pastinya harus sesuai dengan  ideologi negara.
          Pada zaman reformasi saat ini peng-implementasi-an Pancasila sangat dibutuhkan oleh masyarakat, karena di dalam pancasila terkandung nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Selain itu, kini zaman globalisasi begitu cepat menjangkiti negara-negara di seluruh dunia termasuk Indonesia.
          Gelombang demokratisasi, hak asasi manusia, neo-liberalisme, serta neo-konservatisme dan globalisme bahkan telah memasuki cara pandang dan cara berfikir masyarakat Indonesia.[5] Sehingga dengan meng-implementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari akan lebih melindungi masyarakat dari pengaruh globalisasi dan lai sebagainya. Ysng dapat meminggirkan pancasila dan dapat menghadirkan sistem nilai dan idealisme baru yang bertentangan dengan kepribadian bangsa.
a.       Nilai ke-Tuhan-an
            NKRI adalah negara kebangsaan yang berke-Tuhan-an Yang Maha Esa.[6] Manusia memiliki unsur susunan kodrat, jasmani (raga) dan rohani (jiwa). Sifat kodrat, yaitu sebagai makhluk pribadi dan makhluk sosial. Juga kodrat sebagai makhluk yang bert-Tuhan. Sehingga sebagai pribadi yang diciptakan, haruslah selalu beribadah dan memohon hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
            Walaupun, negara tidak memaksakan agama pada setiap masyarakat, karena agama adalah suatu keyakinan batin yang tercermin dalam hati sanubari dan tidak dapat dipaksakan.
b.      Nilai kemanusiaan
            NKRI adalah negara kebangsaan yang berkemanusiaan yang adil adan beradab.[7] Di mana setiap masyarakat menginnginkan adanya keadilan dan keberadaban. Maka nilai kedilan dan keberadaban tersebut haruslah diimplementasikan dalam masyarakat berbangsa dan bernegara.
c.       Nilai persatuan
            NKRI adalah negara kebangsaan yang berpersatuan.[8] Memang semua diawali dari individu, lalu sekelompok individu, sekumpulan kelompok dan akhirnya berbentuk suatu masyarakat yang bergabung membentuk suatu bangsa dan negara. Di mana kunci terbentuknya semua itu adalah persatuan.
d.      Nilai kerakyatan
            NKRI adalah negara kebangsaan yang berkerakyatan.[9] Implementasi yang dimaksudkan adalah di mana satu sama lain individu di dalam suatu masyarakat haruslah saling tolong-menolong dan bantu-membantu. Karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan bisa hidup dengan sendirinya, tanpa memerlukan bantuan orang lain.
e.       Nilai kedilan sosial
            NKRI adalah bangsa yang berkeadilan sosial.[10] Kata adil di sini bermakna sma atau tidak berat sebelah. Adil yang dimaksudkan adalah dalam bidang sosial. Manusia/masyarakat memerlukan yang namanya keadilan sosial, contohnya keadilan memperoleh hak yang sama dalam lingkungan sosial. Misal, mendapatkan tinjangan sosial dan tidak dikucilkan.
          Yang semua dari nilai ini haruslah diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Agar tercapainya ideologi negara dan cita-cita negara yang selama ini diidam-idamkan dan diimpi-impikan.
2.      Implementasi Pancasila dalam Bidang Filsafat, Ideologi, Sosial Budaya, dan Pendidikan
Pancasila sebagai dasar filsafat negara. [11] dasar formal Pancasila sebagai dasar filsafat negara adalah RI tersimpul dalam UUD 1945 alinea IV. Implementasinya di sini adalah mnerapkan dan menjalankan cita-cita negara dengan sebenar-benranya dan sebaik-baiknya, sesuai dengan cita-cita negara/ideologi negara.
Dalam bidang soaial budaya maupun dalam pendidikan. Kedengarannya memang hampir bertolak belakang. Namun semua itu dapat disatukan dengan adanya implementasi yang sesuai atau maksudnya di sini sesuai denga  ideologi negara.
Kondisi paradoks pada berbagai arus kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai akibat derasnya globalisasi, telah menjadikan kurangnya wacana tentang Pancasila baik pada aras politik, budaya dan akademis. Dr. Kaelan melihat bahwa keadaan tersebut disebabkan oleh adanya kekacauan epistemologis dalam pemahaman tentang Pancasila.
Tawaran yang diajukan untuk merefitalisasi nilai-nilai Pancasila adalah dengan mengembangkan nilai-nilai Pancasila melalui pengembangan:
a.       Pancasila sebagai kerangka dasar pengembangan dasar epistemis ilmu;
b.      Pancasila sebagai landasan etis bagi pengembangan ilmu;
c.       Pancasila sebagai landasan filosofis pengembangan pendidikan yang berkepribadian Indonesia;
d.      dan nilai-nilai Pancasila sebagai sumber nilai dalam realisasi normatif  (peraturan-peraturan) , contohnya norma moral[12] (yaitu nilai yang berkaitan dengan dalam kehidupan sehari-hari); dan praksis (penjabaran lebih lanjut di nilai normatif sebelunya dalam suru kehidupan nyata)[13] kehidupan bernegara dan berbangsa. Dengan demikian Pancasila sebagai sebuah sistem nilai semakin dapat dielaborasi lebih jauh.
Dr. M Sastrapratedja dalam perspektif  budaya, berpegang pada “visi ke depan” yang dikemukakan oleh Prof Notonagoro, dan kerangka pemahaman cultural Pierre Bourdieu, memandang bahwa untuk mengkontektualisasi dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dibutuhkan suatu “mediasi”, dan melaluinya Pancasila dapat menjadi “habitus” bangsa Indonesia.
Pancasila diharapkan menjadi perantara antara budaya objektif dan budaya subjektif. Dalam konteks Indonesia masa kini dan masa depan, pengembangan institusionalisasi nilai-nilai Pancasila meski mempertimbangkan perspektif multikulturalisme, unsur-unsur dan proses konstruksi identitas nasional, yang semuanya harus bermuara pada tujuan untuk semakin memanusiakan masyarakat Indonesia.


Istilah ideologi berasal dari kata ‘idea’ yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar cita-cita; dan ‘logos’ yang berarti ilmu.[14] Gagasan/cita-cita yang dimaksudkan di sini adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sebagai perwakilan adalah pemerintah negara dan dilaksanakan/diimplementasikan sesuai dengan keinginan rakyat/cita-cita yang ingin dicapai tersebut.
Terkait dengan proses institusionalisasi nilai-nilai Pancasila yang bervisi ke depan, Dr. Sofyan Effendi memandang bahwa Pendidikan Tinggi memiliki peran dan fungsi yang strategis. Dengan berpijak pada identitas UGM sebagai universitas perjuangan yang secara histories mengemban pengembangan kajian-kajian tentang Pancasila. Sofyan Effendi memaparkan pentingnya dilakukan penyesuaian-penyesuaian structural dan mekanisme kelembagaan universitas, menyangkut kurikulum dan system administrasi akademik, yang memberi jaminan bagi tersedianya ruang kelembagaan bagi aktualisasi identitas, jati diri, dan nilai-nilai Pancasila. Dan dengan demikian, UGM sebagai institusi yang culture conserving, culture creating, dan civilizing institution akan semakin memberi dukungan pada kemampuan analisis lintas disipliner dan bahkan “non disipliner”. Dengan demikian tugas UGM sebagai universitas perjuangan mendapat peneguhan atas visi dan dasar moralnya untuk menghadapi tantangan zaman ke depan, yang di samping dituntut untuk membangun body of  knowledge IPTEKS yang berparadigma Pancasila dan Filsafat Pancasila, juga dituntut untuk melahirkan putra-putri bangsa yang menguasai IPTEKS dan mampu menerjemahkan nilai-nilai universal ke dalam budaya bangsa sendiri.
3.      Implementasi Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Pancasila sebagai dasar negara dan landasan idiil Bangsa Indonesia, dewasa ini dalam zaman reformasi telah menyelamatkan bangsa Indonesia dari ancaman disintegrasi selama lebih dari lima puluh tahun. Namun sebaliknya penggunaan berlebihan dari ideologi Negara dalam format politik orde baru banyak menuai kritik dan protes terhadap pancasila.
Salah satu contohnya, Negara Indoesia adalah negara yang berke-Tuhan-an Yang Maha Esa, yaitu bukan negara yang atheis.[15] Oleh karena itu mewujudkan suatu asa kerohanian, pandangan dunia, pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan pada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.[16]
Sejarah implementasi pancasila memang tidak menunjukkan garis lurus bukan dalam pengertian keabsahan substansialnya, tetapi dalam konteks implementasinya. Tantangan terhadap pancasila sebagai kristalisasi pandangan politik berbangsa dan bernegara bukan hanya bersal dari faktor domestik, tetapi juga dunia internasional.
Pada zaman reformasi saat ini pengimplementasian pancasila sangat dibutuhkan oleh masyarakat, karena di dalam pancasila terkandung nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Selain itu, kini zaman globalisasi begitu cepat menjangkiti negara-negara di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Gelombang demokratisasi, hak asasi manusia, neo-liberalisme, serta neo-konservatisme dan globalisme bahkan telah memasuki cara pandang dan cara berfikir masyarakat Indonesia. Hal demikian bisa meminggirkan pancasila dan dapat menghadirkan sistem nilai dan idealisme baru yang bertentangan dengan kepribadian bangsa.
4.      Implementasi Pancasila dalam bidang Politik
Pembangunan dan pengembangan bidang politik harus mendasarkan pada dasar ontologis manusia. Hal ini di dasarkan pada kenyataan objektif bahwa manusia adalah sebagai subjek Negara, oleh karena itu kehidupan politik harus benar-benar merealisasikan tujuan demi harkat dan martabat manusia.
Pengembangan politik Negara terutama dalam proses reformasi dewasa ini harus mendasarkan pada moralitas sebagaimana tertuang dalam sila-sila pancasila dam esensinya, sehingga praktek-praktek politik yang menghalalkan segala cara harus segera diakhiri.
5.      Implementasi Pancasila dalam bidang Ekonomi
Di dalam dunia ilmu ekonomi terdapat istilah yang kuat yang menang, sehingga lazimnya pengembangan ekonomi mengarah pada persaingan bebas dan jarang mementingkan moralitas kemanusiaan. Hal ini tidak sesuai dengan Pancasila yang lebih tertuju kepada ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang humanistic yang mendasarkan pada tujuan demi kesejahteraan rakyat secara luas.[17] Pengembangan ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan saja melainkan demi kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh masyarakat. Maka sistem ekonomi Indonesia mendasarkan atas kekeluargaan seluruh bangsa.
6.      Implementasi Pancasila dalam bidang Sosial dan Budaya
Dalam pembangunan dan pengembangan aspek sosial budaya hendaknya didasarkan atas sistem nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Sebagai anti-klimaks proses reformasi dewasa ini sering kita saksikan adanya stagnasi nilai social budaya dalam masyarakat sehingga tidak mengherankan jikalau di berbagai wilayah Indonesia saat ini terjadi berbagai gejolak yang sangat memprihatinkan antara lain amuk massa yang cenderung anarkis, bentrok antara kelompok masyarakat satu dengan yang lainnya yang muaranya adalah masalah politik.
Hasil budaya manusia berupa benda-benda budaya atau budaya fisik yang bersumber dari sistem nilai, yang merupakan pedoman dan pandangan hidup suatu masyarakat.[18]
Oleh karena itu dalam pengembangan social budaya pada masa reformasi dewasa ini kita harus mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai dasar nilai yaitu nilai-nilai pancasila itu sendiri. Dalam prinsip etika pancasila pada hakikatnya bersifat humanistic, artinya nilai-nilai pancasila mendasarkan pada nilai yang bersumber pada harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya.
7.      Implementasi Pancasila dalam Bidang Pembangunan Nasional
Manusia menduduki tempat sentral pembangunan nasional, yaitu sebagai subjek dan objek pembangunan. Pembangnan nasional pada hakikatnya ditujukan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan manusia baik secara lahir maupun batin, sebagai manusia yang memiliki martabat. Karena pada hakikatnya seluruh manusia yang ada di muka bumi ingin hidup secara layak dan terpenuhi segala kebutuhannya. Hal di atas menunjukkan bahwa tujuan pembangunan nasional adalah “masyarakat manusiawi” (human society).
Makna, hakikat dan arah, serta tujuan pembangunan nasional adalah berdasarkan Pancasila yang bersumber pada hakikat kodrat manusia ‘monopluralis’, yang merupakan esensi dari Pancasila.[19] Pembangunan dalam suatu negara sangat penting karena negara sebagai lembaga kemasyarakatan maka negara pada hakikatnya bukanlah merupakan suat tujuan, melainkan sarana untuk mencapai suatu tujuan dari seluruh warganya,[20]
Dengan demikian dapat disimpulkan dari paparan di atas bahwa pembangunan nasional yang bertujuan untuk membangun masyarakat manusiawi sesuai dengan nilai yang ada dalam sila Pancasila, yaitu sila ke dua yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.
8.      Implementasi Pancasila sebagai Benteng Pertahanan Nasional.
Indonesia merupakan negara kepaulauan dengan berbagai karakteristik masyarakat dan kebudayaan yang berbeda-beda. Keberagaman tersebut pada hakekatnya secara jelasa diakuidan dijadiakan sebagai suatu titik tolak dalam khasanah budaya bangsa.
Hal ini tentunya tercermin pada semboyan bangsa Indonesia yaitu “Bhinneka Tunggal Ika”. Bhineka Tunggal Ika merupakan jati diri dan identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia.[21] Yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 1951. Dari sini jelas bahwa keberagaman yang dimiliki Indonesia bukanlah sebagai ancaman terhadap perpecahan karena perbedaan melainkan dijadikan sebagai modal awal dalam perwujudan sesuai cita-cita nasional.
Penting kiranya bengsa Indonesia memiliki ketahanan nasional yang kokoh secara dinamis, serasi, dan seimbang dalam berbagai aspek kehidupan nasional. Implementasi ketahanan nasional suatu bangsa pada umumnya mencakup sistem tata nilai yang sesuai dengan kondisi sosial-geografis serta budaya bangsa Indonesia. Sistem parangkat nilai yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan suatu idea atau landasan dalam implementasinya terhadap ketahanan nasional bangsa yaitu Pancasila. Pancasila memiliki sistem tata nilai yang di dalamnya mengakui pluralitas berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat Indonesia. Pluralitas bangsa Indonesia dengan berbagai karakteristiknya tersebut pada hakekatnya bukan menjadi hambatan dalam pencapaian tujuan nasional karena walaupun berbeda dalam keberagaman namun tetap satu tujuan dan satu cita-cita bersama sebagai bangsa Indonesia.
Dalam perkembangan globalisasi, bangsa Indonesia tentunya selalu berkomitmen dalam memajukan dari berbagai aspek kehidupan. Pancasila dalam aplikasinya terhadap tantangan globalisasi membiarkan masa depan tersebut terbuka lebar untuk dibangun oleh masayrakat Indonesia secara bersama-sama sesuai dengan cita-cita dan tujuan nasioanal.
Kaitan Pancasila dengan ketahanan nasional dalam hal ini adalah kaitan yang mengakui secara substansial antara idea yang mengakui pluralitas yang membutuhkan kebersaman dan realitas terintegrasinya pluralitas tersebut. Atau dengan kata lain adalah terintegrasi jiwa-jiwa Pancasila dalam kehidupan nasional dalam suatu bangsa dari semua aspek kehidupan.
Dalam menjawab tantangan globalisasi, ketahan nasioanal penting sekali diperlukan guna tercapainya cita-cita nasional. Pengaruh nagetif yang muncul sebagai dampak dari globalisasi jika kita tidak memiliki suatu ketahanan nasional yang kokoh maka akan mengakibatkan pudar bahkan hilangnya sistem tata nilai bangsa Indoensia. Oleh karena itu, Pancasila dengan sistem nilainya secara kokoh dapat dijadikan sebagai benteng ataupun filter dalam mewujudkan ketahanan nasional yang kuat. Dengan sistem tata nilai dalam Pancasila, maka arus globalisasi yang tidak sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia dapat segera diantisipasi agar pembanguna nasional dapat tercapai secara optimal. Selain itu, hal terpenting dalam ketahanan nasional adalah diperlukan upaya secara optimal dalam berbagai aspek kehidupan baik berupa kajian substantif maupun implementatif agar Pancasila dapat secara kokoh menjadi jiwa bangsa Indonesia dan semakin bermakna demi terwujudnya ketahanan nasional bangsa Indoensia.

9.      Penghambat Implementasi Pancasila dalam Berbagai Aspek Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Dalam seluruh proses perkembangan yang terjadi hingga sekarang, setidaknya ada empat faktor yang menyebabkan Pancasila sulit diimplementasikan dan menjadi makin marjinal.
Pertama, Pancasila telanjur tercemar karena kebijakan rezim Orde Baru yang menjadikan Pancasila sebagai alat politik untuk mempertahankan status quo kekuasaannya. Orde Baru memberi makna sendiri atas Pancasila dan mengindoktrinasikannya secara paksa melalui Penataran P4. Di luar itu dianggap anti-Pancasila.
Kedua, liberalisasi politik yang berujung pada penghapusan ketentuan Pancasila sebagai satu-satunya asas tiap organisasi pada masa Presiden BJ Habiebie. Ini kemudian memberi peluang adopsi nilai-nilai ideologi lain, khususnya yang berlatar agama, yang tentu sangat fragmentaris di atas realitas pluralitas masyarakat Indonesia. Pancasila pun kehilangan peran sebagai common-platform dalam kehidupan politik.[22]
Ketiga, desentralisasi dan otonomisasi daerah sedikit banyak mendorong penguatan sentimen kedaerahan, yang dapat tumpang-tindih dengan nasionalisme kesukuan. Proses ini, langsung atau tidak, bisa menyebabkan Pancasila kehilangan posisi sentralnya. Keempat, inkonsistensi yang sangat dalam dan luas pejabat-pejabat publik dalam implementasi nilai-nilai Pancasila, tercermin dalam kebijakan-kebijakan publik yang kurang memihak rakyat, atau dalam perilaku mereka yang justru menegaskan nilai-nilai Pancasila. Masyarakat kehilangan panutan, kehilangan kepercayaan, dan akhirnya antipati terhadap Pancasila.[23]


[1] Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2014), hal. 12.
[2] Ibid., hal. 1.                                                                                                                    
[3] Mclaughin dalam Nurdin dan Usman, 2004.
[4] Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2014), hal. 80.
[6] Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2014), hal. 154.
[7] Ibid., hal. 164.
[8] Ibid., hal. 165.
[9] Ibid., hal. 169.
[10] Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2014), hal. 177.
[11] Ibid., hal. 108.
[12] Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2014), hal. 84.
[13] Ibid.
[14] Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2014), hal. 111.
[15] Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2014), hal. 73.
[16] Notonegoro, Pancasila Yuridis Kenegaraan, tanpa tahun, hal. 2-3.
[17] Mubyarto,1999.
[18] Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2014), hal. 98.
[19] Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2014), hal. 130.
[20] Ernest Barker, 1967: 123.
[21] Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2014), hal. 257.
[23] Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2014).

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © Nelly Agustin Education. Template created by Volverene from Templates Block
WP by Simply WP | Solitaire Online