BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pancasila
Untuk memahami pancasila secara
kronologis baik menyangkut rumusannya maupun peristilahannya, maka pengertian
pancasila meliputi :
1. Pengertian Pancasila secara Etimologis
Pancasila
berasal dari bahasa Sansekerta dari
India (Bahasa Kasta
Brahmana).[1]
Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa
Sansekerta kata Pancasila memiliki dua macam arti secara leksikal, yaitu : Panca dan Sila. Panca artinya lima, sila artinya batu sendi, alas, dasar,
peraturan tingkah laku yang baik.
Secara
etimologis kata Pancasila berasal
dari ‘Pancasila’ yang memiliki arti secara harfiah
dasar yang memiliki lima unsur. Kata Pancasila mula-mula terdapat dalam
kepustakaan Budha di India. Dalam ajaran Budha terdapat ajaran
moral untuk mencapai nirwana dengan melalui Samadhi dan setiap golongan
mempunyai kewajiban moral yang berbeda. Ajaran moral tersebut adalah
Dasasyiila, Saptasyiila, Pancasyiila.
2. Pengertian Pancasila secara Historis
Pembahasan
historis Pancasila dibatasi pada tinjauan terhadap perkembangan rumusan
Pancasila sejak tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan keluarnya Instruksi Presiden
RI No.12 Tahun 1968.
Pengertian secara histpris dari pancasila, dapat dikatakan di sini yaitu
jalan cerita terbentuknya pancasila/dasar negara. Pancasila adalah dasar
filsafat negara Republik Indonesia yang resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal
18 Agustus 1945, dan tercantum dalam pembukaanUUD 1945, diundangkan dala Berita
Republik Indonesia tahun II No. 7 bersama-sma dengan batang tubuh UUD 1945.[2]
B.
Pengertian
Implementasi
Menurut Mclaughin pengertian dari implementasi adalah sebagai aktivitas
yang saling menyesuaikan.[3] Pengertian tersebut memperlihatkan
bahwa kata implementasi bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau
mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi
bukan sekadar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan
secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan
kegiatan.
C.
Macam-Macam
Implementasi
1.
Implementasi Nilai-Nilai Pancasila
dalam Kehidupan Sehari-Hari di Masyarakat
Di dalam Dictionary of Sosciology
and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang
dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia.[4]
sehingga nilai haruslah ada dalam kehidupan bangsa dandan bernegara. Yang harus
diterapkan, yang pastinya harus sesuai dengan
ideologi negara.
Pada zaman reformasi saat ini peng-implementasi-an Pancasila sangat dibutuhkan oleh
masyarakat, karena di dalam pancasila terkandung nilai-nilai luhur bangsa
Indonesia yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Selain itu, kini zaman
globalisasi begitu cepat menjangkiti negara-negara di seluruh dunia termasuk
Indonesia.
Gelombang demokratisasi, hak asasi
manusia, neo-liberalisme, serta neo-konservatisme dan globalisme bahkan telah
memasuki cara pandang dan cara berfikir masyarakat Indonesia.[5] Sehingga
dengan meng-implementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari
akan lebih melindungi masyarakat dari pengaruh globalisasi dan lai sebagainya.
Ysng dapat
meminggirkan pancasila dan dapat menghadirkan sistem nilai dan idealisme baru yang
bertentangan dengan kepribadian bangsa.
a.
Nilai ke-Tuhan-an
NKRI adalah negara
kebangsaan yang berke-Tuhan-an Yang Maha Esa.[6]
Manusia memiliki unsur susunan kodrat, jasmani (raga) dan rohani (jiwa). Sifat
kodrat, yaitu sebagai makhluk pribadi dan makhluk sosial. Juga kodrat sebagai
makhluk yang bert-Tuhan. Sehingga sebagai pribadi yang diciptakan, haruslah
selalu beribadah dan memohon hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Walaupun, negara tidak
memaksakan agama pada setiap masyarakat, karena agama adalah suatu keyakinan
batin yang tercermin dalam hati sanubari dan tidak dapat dipaksakan.
b.
Nilai kemanusiaan
NKRI adalah negara kebangsaan
yang berkemanusiaan yang adil adan beradab.[7]
Di mana setiap masyarakat menginnginkan adanya keadilan dan keberadaban. Maka
nilai kedilan dan keberadaban tersebut haruslah diimplementasikan dalam
masyarakat berbangsa dan bernegara.
c.
Nilai persatuan
NKRI adalah negara
kebangsaan yang berpersatuan.[8]
Memang semua diawali dari individu, lalu sekelompok individu, sekumpulan
kelompok dan akhirnya berbentuk suatu masyarakat yang bergabung membentuk suatu
bangsa dan negara. Di mana kunci terbentuknya semua itu adalah persatuan.
d.
Nilai kerakyatan
NKRI adalah negara
kebangsaan yang berkerakyatan.[9]
Implementasi yang dimaksudkan adalah di mana satu sama lain individu di dalam
suatu masyarakat haruslah saling tolong-menolong dan bantu-membantu. Karena
manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan bisa hidup dengan sendirinya,
tanpa memerlukan bantuan orang lain.
e.
Nilai kedilan sosial
NKRI adalah bangsa yang
berkeadilan sosial.[10]
Kata adil di sini bermakna sma atau tidak berat sebelah. Adil yang dimaksudkan
adalah dalam bidang sosial. Manusia/masyarakat memerlukan yang namanya keadilan
sosial, contohnya keadilan memperoleh hak yang sama dalam lingkungan sosial.
Misal, mendapatkan tinjangan sosial dan tidak dikucilkan.
Yang semua dari nilai ini haruslah
diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Agar tercapainya
ideologi negara dan cita-cita negara yang selama ini diidam-idamkan dan
diimpi-impikan.
2.
Implementasi
Pancasila dalam Bidang Filsafat, Ideologi, Sosial Budaya, dan Pendidikan
Pancasila sebagai dasar
filsafat negara. [11]
dasar formal Pancasila sebagai dasar filsafat negara adalah RI tersimpul dalam
UUD 1945 alinea IV. Implementasinya di sini adalah mnerapkan dan menjalankan
cita-cita negara dengan sebenar-benranya dan sebaik-baiknya, sesuai dengan
cita-cita negara/ideologi negara.
Dalam bidang soaial budaya
maupun dalam pendidikan. Kedengarannya memang hampir bertolak belakang. Namun
semua itu dapat disatukan dengan adanya implementasi yang sesuai atau maksudnya
di sini sesuai denga ideologi negara.
Kondisi paradoks pada
berbagai arus kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai akibat derasnya
globalisasi, telah menjadikan kurangnya wacana tentang Pancasila baik pada aras
politik, budaya dan akademis. Dr. Kaelan melihat bahwa keadaan
tersebut disebabkan oleh adanya kekacauan epistemologis
dalam pemahaman tentang Pancasila.
Tawaran yang diajukan untuk merefitalisasi nilai-nilai
Pancasila adalah dengan mengembangkan nilai-nilai Pancasila melalui
pengembangan:
a.
Pancasila
sebagai kerangka dasar pengembangan dasar epistemis ilmu;
b.
Pancasila
sebagai landasan etis bagi pengembangan ilmu;
c.
Pancasila
sebagai landasan filosofis pengembangan pendidikan yang berkepribadian
Indonesia;
d.
dan
nilai-nilai Pancasila sebagai sumber nilai dalam realisasi normatif (peraturan-peraturan) , contohnya norma moral[12]
(yaitu nilai yang berkaitan dengan dalam kehidupan sehari-hari); dan praksis (penjabaran
lebih lanjut di nilai normatif sebelunya dalam suru kehidupan nyata)[13] kehidupan bernegara dan berbangsa. Dengan demikian Pancasila
sebagai sebuah sistem nilai semakin dapat dielaborasi lebih jauh.
Dr. M
Sastrapratedja dalam perspektif budaya, berpegang pada “visi ke depan” yang dikemukakan oleh Prof Notonagoro, dan kerangka pemahaman
cultural Pierre Bourdieu, memandang bahwa untuk mengkontektualisasi dan
mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dibutuhkan suatu “mediasi”, dan
melaluinya Pancasila dapat menjadi “habitus” bangsa Indonesia.
Pancasila diharapkan menjadi perantara
antara budaya objektif dan budaya
subjektif. Dalam konteks Indonesia masa kini dan masa depan, pengembangan
institusionalisasi nilai-nilai Pancasila meski mempertimbangkan perspektif
multikulturalisme, unsur-unsur dan proses konstruksi identitas nasional, yang
semuanya harus bermuara pada tujuan untuk semakin memanusiakan masyarakat
Indonesia.
Istilah
ideologi berasal dari kata ‘idea’ yang berarti gagasan, konsep, pengertian
dasar cita-cita; dan ‘logos’ yang berarti ilmu.[14]
Gagasan/cita-cita yang dimaksudkan di sini adalah dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat. Sebagai perwakilan adalah pemerintah negara dan
dilaksanakan/diimplementasikan sesuai dengan keinginan rakyat/cita-cita yang
ingin dicapai tersebut.
Terkait dengan proses
institusionalisasi nilai-nilai Pancasila yang bervisi ke depan, Dr. Sofyan
Effendi memandang bahwa Pendidikan Tinggi memiliki
peran dan fungsi yang strategis. Dengan berpijak pada identitas UGM sebagai
universitas perjuangan yang secara histories mengemban pengembangan kajian-kajian
tentang Pancasila. Sofyan Effendi memaparkan pentingnya dilakukan
penyesuaian-penyesuaian structural dan mekanisme kelembagaan universitas,
menyangkut kurikulum dan system administrasi akademik, yang memberi jaminan
bagi tersedianya ruang kelembagaan bagi aktualisasi identitas, jati diri, dan
nilai-nilai Pancasila. Dan dengan demikian, UGM sebagai institusi yang culture
conserving, culture creating, dan civilizing institution akan semakin memberi
dukungan pada kemampuan analisis lintas disipliner dan bahkan “non disipliner”.
Dengan demikian tugas UGM sebagai universitas perjuangan mendapat peneguhan
atas visi dan dasar moralnya untuk menghadapi tantangan zaman ke depan, yang di
samping dituntut untuk membangun body of knowledge IPTEKS yang berparadigma Pancasila
dan Filsafat Pancasila, juga dituntut untuk melahirkan putra-putri bangsa yang
menguasai IPTEKS dan mampu menerjemahkan nilai-nilai universal ke dalam budaya
bangsa sendiri.
3.
Implementasi Pancasila Dalam
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Pancasila
sebagai dasar negara dan landasan idiil Bangsa Indonesia, dewasa ini dalam
zaman reformasi telah menyelamatkan bangsa Indonesia dari ancaman disintegrasi
selama lebih dari lima puluh tahun. Namun sebaliknya penggunaan berlebihan dari
ideologi Negara dalam format politik orde baru banyak menuai kritik dan protes
terhadap pancasila.
Salah satu contohnya, Negara Indoesia adalah negara yang berke-Tuhan-an
Yang Maha Esa, yaitu bukan negara yang atheis.[15]
Oleh karena itu mewujudkan suatu asa kerohanian, pandangan dunia, pandangan
hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan, diamalkan,
dilestarikan pada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan
kesediaan berkorban.[16]
Sejarah
implementasi pancasila memang tidak menunjukkan garis lurus bukan dalam
pengertian keabsahan substansialnya, tetapi dalam konteks implementasinya.
Tantangan terhadap pancasila sebagai kristalisasi pandangan politik berbangsa
dan bernegara bukan hanya bersal dari faktor domestik, tetapi juga dunia
internasional.
Pada
zaman reformasi saat ini pengimplementasian
pancasila sangat dibutuhkan oleh masyarakat, karena di dalam pancasila
terkandung nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang sesuai dengan kepribadian
bangsa. Selain itu, kini zaman globalisasi begitu cepat menjangkiti
negara-negara di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Gelombang
demokratisasi, hak asasi manusia, neo-liberalisme, serta neo-konservatisme dan
globalisme bahkan telah memasuki cara pandang dan cara berfikir masyarakat
Indonesia. Hal demikian bisa meminggirkan pancasila dan dapat menghadirkan
sistem nilai dan idealisme baru yang bertentangan dengan kepribadian bangsa.
4.
Implementasi Pancasila dalam bidang
Politik
Pembangunan dan pengembangan bidang
politik harus mendasarkan pada dasar ontologis manusia. Hal ini di dasarkan
pada kenyataan objektif bahwa manusia adalah sebagai subjek Negara, oleh karena
itu kehidupan politik harus benar-benar merealisasikan tujuan demi harkat dan
martabat manusia.
Pengembangan politik Negara terutama dalam proses reformasi
dewasa ini harus mendasarkan pada moralitas sebagaimana tertuang dalam
sila-sila pancasila dam esensinya, sehingga praktek-praktek politik yang
menghalalkan segala cara harus segera diakhiri.
5.
Implementasi Pancasila dalam bidang
Ekonomi
Di
dalam dunia ilmu ekonomi terdapat istilah yang kuat yang menang, sehingga
lazimnya pengembangan ekonomi mengarah pada persaingan bebas dan jarang
mementingkan moralitas kemanusiaan. Hal ini tidak sesuai dengan Pancasila yang
lebih tertuju kepada ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang humanistic yang
mendasarkan pada tujuan demi kesejahteraan rakyat secara luas.[17] Pengembangan ekonomi bukan hanya
mengejar pertumbuhan saja melainkan demi kemanusiaan, demi kesejahteraan
seluruh masyarakat. Maka sistem ekonomi Indonesia mendasarkan atas kekeluargaan
seluruh bangsa.
6.
Implementasi Pancasila dalam bidang
Sosial dan Budaya
Dalam
pembangunan dan pengembangan aspek sosial budaya hendaknya didasarkan atas
sistem nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh
masyarakat tersebut. Sebagai anti-klimaks proses reformasi dewasa ini sering
kita saksikan adanya stagnasi nilai social budaya dalam masyarakat sehingga
tidak mengherankan jikalau di berbagai wilayah Indonesia saat ini terjadi
berbagai gejolak yang sangat memprihatinkan antara lain amuk massa yang
cenderung anarkis, bentrok antara kelompok masyarakat satu dengan yang lainnya
yang muaranya adalah masalah politik.
Hasil budaya manusia berupa benda-benda budaya atau budaya fisik yang
bersumber dari sistem nilai, yang merupakan pedoman dan pandangan hidup suatu
masyarakat.[18]
Oleh
karena itu dalam pengembangan social budaya pada masa reformasi dewasa ini kita
harus mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai dasar nilai
yaitu nilai-nilai pancasila itu sendiri. Dalam prinsip etika pancasila pada
hakikatnya bersifat humanistic, artinya nilai-nilai pancasila mendasarkan pada
nilai yang bersumber pada harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang
berbudaya.
7.
Implementasi
Pancasila dalam Bidang Pembangunan Nasional
Manusia menduduki tempat sentral pembangunan
nasional, yaitu sebagai subjek dan objek pembangunan. Pembangnan nasional pada
hakikatnya ditujukan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan manusia baik secara
lahir maupun batin, sebagai manusia yang memiliki martabat. Karena pada
hakikatnya seluruh manusia yang ada di muka bumi ingin hidup secara layak dan
terpenuhi segala kebutuhannya. Hal di atas menunjukkan bahwa tujuan pembangunan
nasional adalah “masyarakat manusiawi” (human society).
Makna, hakikat dan arah,
serta tujuan pembangunan nasional adalah berdasarkan Pancasila yang bersumber
pada hakikat kodrat manusia ‘monopluralis’,
yang merupakan esensi dari Pancasila.[19] Pembangunan
dalam suatu negara sangat penting karena negara sebagai lembaga kemasyarakatan
maka negara pada hakikatnya bukanlah merupakan suat tujuan, melainkan sarana
untuk mencapai suatu tujuan dari seluruh warganya,[20]
Dengan demikian dapat disimpulkan dari
paparan di atas bahwa pembangunan nasional yang bertujuan untuk membangun
masyarakat manusiawi sesuai dengan nilai yang ada dalam sila Pancasila, yaitu
sila ke dua yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.
8.
Implementasi
Pancasila sebagai Benteng Pertahanan Nasional.
Indonesia merupakan negara kepaulauan dengan
berbagai karakteristik masyarakat dan kebudayaan yang berbeda-beda. Keberagaman
tersebut pada hakekatnya secara jelasa diakuidan dijadiakan sebagai suatu titik
tolak dalam khasanah budaya bangsa.
Hal ini tentunya tercermin pada semboyan
bangsa Indonesia yaitu “Bhinneka Tunggal Ika”. Bhineka Tunggal Ika merupakan jati diri dan identitas Negara Kesatuan
Republik Indonesia.[21]
Yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 1951. Dari sini jelas bahwa keberagaman yang dimiliki Indonesia bukanlah sebagai ancaman
terhadap perpecahan karena perbedaan melainkan dijadikan sebagai modal awal
dalam perwujudan sesuai cita-cita nasional.
Penting kiranya bengsa Indonesia memiliki
ketahanan nasional yang kokoh secara dinamis, serasi, dan seimbang dalam
berbagai aspek kehidupan nasional. Implementasi ketahanan nasional suatu bangsa
pada umumnya mencakup sistem tata nilai yang sesuai dengan kondisi
sosial-geografis serta budaya bangsa Indonesia. Sistem parangkat nilai yang
dimiliki bangsa Indonesia merupakan suatu idea atau landasan dalam
implementasinya terhadap ketahanan nasional bangsa yaitu Pancasila. Pancasila
memiliki sistem tata nilai yang di dalamnya mengakui pluralitas berbagai aspek
kehidupan dalam masyarakat Indonesia. Pluralitas bangsa Indonesia dengan
berbagai karakteristiknya tersebut pada hakekatnya bukan menjadi hambatan dalam
pencapaian tujuan nasional karena walaupun
berbeda dalam keberagaman namun tetap satu tujuan dan satu cita-cita bersama
sebagai bangsa Indonesia.
Dalam perkembangan globalisasi, bangsa
Indonesia tentunya selalu berkomitmen dalam memajukan dari berbagai aspek
kehidupan. Pancasila dalam aplikasinya terhadap tantangan globalisasi
membiarkan masa depan tersebut terbuka lebar untuk dibangun oleh masayrakat
Indonesia secara bersama-sama sesuai dengan cita-cita dan tujuan nasioanal.
Kaitan Pancasila dengan ketahanan nasional
dalam hal ini adalah kaitan yang mengakui secara substansial antara idea yang
mengakui pluralitas yang membutuhkan kebersaman dan realitas terintegrasinya
pluralitas tersebut. Atau dengan kata lain adalah terintegrasi jiwa-jiwa
Pancasila dalam kehidupan nasional dalam suatu bangsa dari semua aspek
kehidupan.
Dalam menjawab tantangan globalisasi, ketahan
nasioanal penting sekali diperlukan guna tercapainya cita-cita nasional.
Pengaruh nagetif yang muncul sebagai dampak dari globalisasi jika kita tidak
memiliki suatu ketahanan nasional yang kokoh maka akan mengakibatkan pudar bahkan
hilangnya sistem tata nilai bangsa Indoensia. Oleh karena itu, Pancasila dengan
sistem nilainya secara kokoh dapat dijadikan sebagai benteng ataupun filter
dalam mewujudkan ketahanan nasional yang kuat. Dengan sistem tata nilai dalam
Pancasila, maka arus globalisasi yang tidak sesuai dengan tujuan bangsa
Indonesia dapat segera diantisipasi agar pembanguna nasional dapat tercapai
secara optimal. Selain itu, hal terpenting dalam ketahanan nasional adalah
diperlukan upaya secara optimal dalam berbagai aspek kehidupan baik berupa
kajian substantif maupun implementatif agar Pancasila dapat secara kokoh
menjadi jiwa bangsa Indonesia dan semakin bermakna demi terwujudnya ketahanan
nasional bangsa Indoensia.
9.
Penghambat
Implementasi Pancasila dalam Berbagai Aspek Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Dalam seluruh proses perkembangan yang
terjadi hingga sekarang, setidaknya ada empat faktor yang menyebabkan Pancasila
sulit diimplementasikan dan menjadi makin marjinal.
Pertama, Pancasila telanjur tercemar karena
kebijakan rezim Orde Baru yang menjadikan Pancasila sebagai alat politik untuk
mempertahankan status quo kekuasaannya. Orde Baru memberi makna sendiri atas
Pancasila dan mengindoktrinasikannya secara paksa melalui Penataran P4. Di luar
itu dianggap anti-Pancasila.
Kedua, liberalisasi politik yang berujung
pada penghapusan ketentuan Pancasila sebagai satu-satunya asas tiap organisasi
pada masa Presiden BJ Habiebie. Ini kemudian memberi peluang adopsi nilai-nilai
ideologi lain, khususnya yang berlatar agama, yang tentu sangat fragmentaris di
atas realitas pluralitas masyarakat Indonesia. Pancasila pun kehilangan peran
sebagai common-platform dalam kehidupan politik.[22]
Ketiga, desentralisasi dan otonomisasi daerah
sedikit banyak mendorong penguatan sentimen kedaerahan, yang dapat
tumpang-tindih dengan nasionalisme kesukuan. Proses ini, langsung atau tidak,
bisa menyebabkan Pancasila kehilangan posisi sentralnya. Keempat, inkonsistensi
yang sangat dalam dan luas pejabat-pejabat publik dalam implementasi
nilai-nilai Pancasila, tercermin dalam kebijakan-kebijakan publik yang kurang
memihak rakyat, atau dalam perilaku mereka yang justru menegaskan nilai-nilai
Pancasila. Masyarakat kehilangan panutan, kehilangan kepercayaan, dan akhirnya
antipati terhadap Pancasila.[23]
[5] http://adibathoillah.blogspot.co.id/2013/01/implementasi-pancasila-dalam-kehidupan.html. Jum’at, 4 Desember 2015, 16:00
WIB.
[22]http://www.filsafat.ugm.ac.id/isi/view/123/135/http://indonesia.berjuang.blogspot.com/2006/05/ahmad-syafii-maarif-tragedi-
pancasila.html.
Minggu, 6 Desember 2015, 07:00 WIB.
0 komentar:
Posting Komentar