NELLY AGUSTIN/1501010089
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang sempurna, agama mengatur dengan jelas tata
cara menjalani kehidupan dengan baik dan benar. Kehidupan seseorang berbeda
dengan kehidupan orang lain. Masalah silih berganti, cobaan semakin merapuhkan badan, rintangan semakin di depan
dan setiap orang mempunyai cara yang berbeda-beda dalam menyelesaikan setiap
masalah nya. Ada yang sesuai dengan akidah seperti tetap berusaha, sabar,
tawakal, dan berdo’a. Begitu pun sebaliknya ada yang menyelesaikan masalah nya
dengan cara-cara yang merusak dan mengotori akidah diantara nya: syirik, kufur,
murtad, iri hati, sombong dan sebagai nya.
Di zaman sekarang ini banyak orang-orang yang memilih cara-cara
yang bertentangan dengan akidah islam. Yang mereka inginkan adalah bagaimana
masalah tersebut dapat selesai dengan cepat tanpa memikirkan bertentangan tidak
nya degan akidah islam. Misalkan mereka datang ke seorang dukun, menggunakan
jimat dan sebagai nya. Mereka seakan lupa dengan hakikat dirinya sebagai hamba
Allah yang harus menyembah dan meminta pertolongan hanya kepada Nya.
Allah
swt melarang dengan keras perbuatan-perbuatan yang dapat merusak dan mngotori
akidah islamiyah diantaranya melakukan perbuatan syirik, kufur, Bid’ah,takhayul,khurafat,dan
nifak karena perbuatan tersebut akan menjerumuskan manusia dalam neraka.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa sajakah
hal-hal yang mengotori akidah?
C. Tujuan
1. Mengetahui
dan memahami hal-hal mengotori akidah.
BAB II
PEMBAHASAN
Aqidah dalam islam sering disebut
dengan tauhid. Aqidah islam sebagai ilmu tauhid yang muncul pada abad ke 3
Hijriyah, bukanlah suatu hasil penemuan berdasarkan emperis eksperimen, akan
tetapi ia merupakan hasil panggilan para ulama’ dari isi yang tersirat dan
tersurat dalam Al Qur’an dan Al Hadist. Keyakinan akan adanya Allah merupakan
bagian dari hidup manusia yang mana selalu diikuti dengan percaya kepada malaikat, kitab, rasul, hari kiamat
dan takdir (rukun iman). Dalam konsep itulah lahirlah ibadah manusia
mengabdikan dirinya dengan ibadah sebagai jalan untuk memperdalam keimanan.
Tidak
ada seoarangpun yang dapat menilai tinggi rendahnya keimanan seseorang akan
tetapi yang menjadi indicator keimanan seseorang dengan melihat sikap dan
tingkah lakunya, aqidah yang dimiliki yang tertanam di dalam hatinya. Bila ketauhidan tertanam dalam
jiwanya diikuti dengan amal ibadah dan ditunjang dengan sikap yang mencerminkan
nilai-nilai ketauhidan maka itulah orang yang dinamakan muttaqin.
Bila keimanan seseorang benar-benar
tertanam dalam jiwanya maka itu akan menjadi kekuatan bagi manusia itu sendiri.
Sehingga hatinya tidak mudah terkotori oleh akidah-akidah yang sudah tidak murni. Dengan
tauhid terisilah hati seseorang dengan mengakui dan percaya adanya Dzat Yang Maha Esa. Berikut akan dibahas mengenai hal-hal
dapat mengotori akidah.
A. Syirik
1. Definisi Syirik
Syirik
yaitu menyamakan selain Allah dengan Allah swt dalam hal-hal yang menjadi
kekhususan-Nya, misalnya berdo’a kepada Allah dengan memalingkan suatu bentuk
ibadah kepada selain Allah swt, seperti; menyembelih, bernadzar, berdo’a dan lainnya.[1]
Barang
siapa menyembah kepada selain Allah berarti ia telah meletakkan ibadah bukan
pada tempatnya serta memberikan kepada yang tidak berhak mendapatkannya, dan
itu adalah kezhaliman yang paling besar. Allah berfirman :
إِنَّ
ٱلشِّرۡكَ لَظُلۡمٌ عَظِيمٞ ١٣
”Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezhaliman yang
besar”. (QS. Al-Lukman
31: 13).
Allah
swt tidak mengampuni pelaku syirik yang meninggal dalam kesyirikannya, firman
Allah swt :
إِنَّ
ٱللَّهَ لَا يَغۡفِرُ أَن يُشۡرَكَ بِهِۦ وَيَغۡفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن
يَشَآءُۚ وَمَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱفۡتَرَىٰٓ إِثۡمًا عَظِيمًا ٤٨
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni
dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi
siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (QS. An-Nisa 4: 48).
Surga di haramkan bagi orang musyrik. Firman Allah swt :
لَقَدۡ
كَفَرَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓاْ إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلۡمَسِيحُ ٱبۡنُ مَرۡيَمَۖ
وَقَالَ ٱلۡمَسِيحُ يَٰبَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ رَبِّي
وَرَبَّكُمۡۖ إِنَّهُۥ مَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدۡ حَرَّمَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِ ٱلۡجَنَّةَ
وَمَأۡوَىٰهُ ٱلنَّارُۖ وَمَا لِلظَّٰلِمِينَ مِنۡ أَنصَارٖ ٧٢
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang
yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al-Masih
putera Maryam", padahal Al-Masih (sendiri)
berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu".
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti
Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada
bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun”.(QS. Al-Maidah 5:72).
Dosa syirik akan menghapuskan semua amal, Allah swt
berfirman:
وَلَوۡ
أَشۡرَكُواْ لَحَبِطَ عَنۡهُم مَّا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ٨٨
“Seandainya
mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah
mereka kerjakan”.(QS. al-An’am 6: 88).
Syirik adalah dosa yang paling
besar. Rasulullah ﷺ bersabda: “Maukah
kalian aku beritahu tentang dosa yang paling besar?” Kami menjawab: ”ya, Rasulullah!”
Beliau bersabda: ”Berbuat syirik kepada Allah swt dan durhaka kepada kedua
orang tua”. (HR.Bukhari dan Muslim).
Sesungguhnya
syirik adalah sebuah kekurangan dan aib di mana Allah swt menyucikan diri-Nya
dari hal tersebut. Barangsiapa menyekutukan Allah swt berarti dia telah
menyematkan kepada Allah sesuatu yang Dia menyucikan diri daripadanya. Dan ini
adalah puncak dari pembangkangan, kesombongan dan permusuhan terhadap Allah
swt.
2. Jenis-Jenis Syirik
a. Syirik Besar
(syirik Akbar)
Syirik
besar dapat mengeluarkan pelakunya dari agama Islam, dan menjadikannya kekal di
neraka jika meninggal dalam keadaan belum bertaubat darinya. Syirik besar
yaitu, memalingkan sesuatu bentuk ibadah kepada selain Allah swt, seperti;
berdo’a kepada selain Allah swt, mendekatkan diri kepada selain Allah dengan
menyembelih kurban, bernadzar untuk dipersembahkan kepada kuburan, jin dan
setan. Termasuk syirik besar pula, takut kepada orang yang telah meninggal, jin
dan setan kalau-kalau mereka memberikan mudharat atau membuatnya sakit. Begitu
pula, berharap kepada selain Allah swt atas sesuatu yang tidak mampu dilakukan
kecuali hanya Allah swt berupa harapan untuk memenuhi kebutuhan ataupun
menghilangkan kesusahan, yang mana hal ini sekarang dilakukan di sekeliling
kubah-kubah yang dibangun di atas kuburan para wali dan orang-orang shalih di
sebagian wilayah negeri – negeri kaum muslimin.[2]
Allah swt berfirman :
وَيَعۡبُدُونَ
مِن دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمۡ وَلَا يَنفَعُهُمۡ وَيَقُولُونَ
هَٰٓؤُلَآءِ شُفَعَٰٓؤُنَا عِندَ ٱللَّهِۚ.... ١٨
“Dan mereka menyembah selain daripada
Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak
(pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: "Mereka itu adalah pemberi
syafa´at kepada kami di sisi Allah,....”.(QS. Yunus 10:18).
Syirik Besar ada empat macam :
1) Syirik dalam berdo’a
Yaitu,
seseorang menyertakan selain-Nya bersamaan dalam berdo’a kepada Allah swt.
Allah berfirman :
فَإِذَا
رَكِبُواْ فِي ٱلۡفُلۡكِ دَعَوُاْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ فَلَمَّا
نَجَّىٰهُمۡ إِلَى ٱلۡبَرِّ إِذَا هُمۡ يُشۡرِكُونَ ٦٥
”Maka apabila mereka naik kapal mereka
mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan
mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah)’’. (QA. Al-Ankabut 29:65).
Sebelumnya harus diketahui, doa terbagi menjadi dua, yaitu
:
Pertama: Do’a Ibadah, seperti: sholat, puasa, zakat, haji dan
ibadah-ibadah lainnya. Ibadah-ibadah ini teranggap sebagai do’a, yaitu agar
dimasukkan surga dan dijauhkan dari Neraka dengan sebab mengerjakan amalan
tersebut. Dan do’a ibadah ini tidak boleh ditujukan kecuali hanya kepada Allah
semata, apabila ditujukan kepada selainnya maka pelakunya telah terjatuh dalam
perbuatan syirik akbar atau syirik besar. Seperti perbuatan seseorang yang
bersujud kepada selain Allah atau berpuasa dengan tidak mengharap pahala Allah
tapi dengan niat memperoleh ilmu kekebalan dsb.
Kedua: Do’a Masalah, seperti meminta rezeki, meminta keturunan
atau meminta dilepaskan dari suatu kesulitan. Perbuatan syirik dalam doa
masalah ini sebagaian orang yang berdoa kepada selain Allah dengan memohon
perkara-perkara yang kemampuan tersebut tidak dimiliki kecuali oleh Allah, seperti
berdoa kepada jin, batu, atau dukun untuk diberi keturunan atau rezeki atau
dipanjangkan umur. Sebagian lagi berdoa dan memohon kepada jin-jin penunggu
laut dan gunung meminta agar hasil tangkapan laut atau hasil pertaniannya
melimpah. Maka semua perbuatan ini dan jenisnya adalah tergolong perbuatan
syirik akbar atau syirik besar.[3]
Allah swt berfirman :
وَلَا
تَدۡعُ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا يَنفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَۖ فَإِن فَعَلۡتَ
فَإِنَّكَ إِذٗا مِّنَ ٱلظَّٰلِمِينَ ١٠٦ وَإِن يَمۡسَسۡكَ ٱللَّهُ بِضُرّٖ فَلَا
كَاشِفَ لَهُۥٓ إِلَّا هُوَۖ وَإِن يُرِدۡكَ بِخَيۡرٖ فَلَا رَآدَّ لِفَضۡلِهِۦۚ
يُصِيبُ بِهِۦ مَن يَشَآءُ مِنۡ عِبَادِهِۦۚ وَهُوَ ٱلۡغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ ١٠٧
“Dan janganlah kamu memohon/berdo’a kepada selain
Allah yang tidak memberi
manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika
kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk
orang-orang yang zalim, jika Allah menimpakan
sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya
kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang
dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang
dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang”.(QS.
Yunus : 107).
2) Syirik Niat,
Keinginan, dan Tujuan
Yaitu, seseorang menunjukkan suatu bentuk ibadah niat
awal, keinginan, dan tujuan kita kepada selain Allah swt, Allah berfirman :
مَن
كَانَ يُرِيدُ ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيۡهِمۡ
أَعۡمَٰلَهُمۡ فِيهَا وَهُمۡ فِيهَا لَا يُبۡخَسُونَ ١٥ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ
لَيۡسَ لَهُمۡ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ إِلَّا ٱلنَّارُۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُواْ فِيهَا
وَبَٰطِلٞ مَّا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ١٦
“Barangsiapa yang
menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada
mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia
itu tidak akan dirugikan itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat,
kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di
dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan”.(QS. Hud 11:15-16).
3) Syirik Dalam ketaatan
Yaitu, seseorang menaati selain Allah swt dalam hal
bermaksiat kepada Nya. Allah swt berfirman:
ٱتَّخَذُوٓاْ
أَحۡبَارَهُمۡ وَرُهۡبَٰنَهُمۡ أَرۡبَابٗا مِّن دُونِ ٱللَّهِ وَٱلۡمَسِيحَ ٱبۡنَ
مَرۡيَمَ وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُوٓاْ إِلَٰهٗا وَٰحِدٗاۖ لَّآ
إِلَٰهَ إِلَّا هُوَۚ سُبۡحَٰنَهُۥ عَمَّا يُشۡرِكُونَ ٣١
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya
dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah d an (juga mereka
mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah
Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci
Allah dari apa yang mereka persekutukan”. (QS. At-Taubah 9 : 31).
Dan tafsir ayat ini yang
maknanya sudah jelas yaitu ketaatan kepada ulama dan ahli dalam perkara
maksiat, dan bukanlah yang dimaksud mereka berdoa (beribadah) kepada mereka.
Sebagaimana Nabi ﷺ menafsirkan ayat ini kepada Adibin Hatim Radhiyallahu
anhu ketika beliau bertanya kepada Rasulullah ﷺ
, beliau Radhiyallahu anhu berkata : ”Tidaklah kami
beribadah kepada mereka” maka Rasullulah ﷺ mengatakan kepadanya :”yang dimaksud dengan beribadah
kepada mereka yaitu menaati mereka dalam kemaksiatan”.(Hadits dari Adi bin
Hatim Radhiyallahu anhu. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (3/378) Tirmidzi (2954)
Ibnu Hibban (7206). Dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shohih Sunan
Tirmidzi (31/56).
Dan pada kenyataannya hal ini
sering kita temui di sekitar kita, suatu perkara yang sudah jelas dalil dari
Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang keharaman atau kehalalannya dengan enteng bisa
dibantah seseorang dengan kalimat “tapi kata kyai saya gak haram kok” atau
dengan kata – kata yang lebih halus “maknanya bukan seperti itu, kata ustadz
saya....” Dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah dikalahkan dengan ucapan ustadz, kyai,guru
atau syaikhnya.[4]
4) Syirik Dalam Kecintaan (Mahabbah)
Yaitu, seseorang menyamakan kecintaannya kepada selain
Allah swt dengan Nya. Allah swt berfirman :
وَمِنَ
ٱلنَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادٗا يُحِبُّونَهُمۡ كَحُبِّ ٱللَّهِۖ
....١٦٥
“Dan diantara manusia ada orang-orang
yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya
sebagaimana mereka mencintai Allah”.(QS. Al-Baqarah 2 : 165).
b. Syirik
Kecil (Syirik Asghor)
Syirik kecil
tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari agama Islam, akan tetapi dapat
mengurangi kesempurnaan tauhid. Dan ia bisa menjadi perantara menuju syirik
besar.
Syirik kecil ada dua macam :
1)
Syirik Zahir (Nampak)
Yaitu, syirik yang nampak dengan ucapan misalnya, bersumpah
dengan nama selain Allah swt. Rasulullah ﷺ
bersabda : “Barangsiapa bersumpah dengan selain Allah swt, maka dia telah
berbuat kufur atau syirik. (HR. At-Tirmidzi dan beliau menghukuminya Hasan dan
di shahihkan oleh Al-Hakim).
Dan termasuk didalamnya ucapan seseorang: ”Atas kehendak
Allah swt dan kehendak mu”. Berdasarkan sabda Rasullulah ﷺ
ketika ada seorang laki – laki
yang berkata kepada beliau, ”Atas kehendak Allah swt dan kehendakmu”.
Lantas beliau bersabda :”Apakah kamu hendak menjadikanku tandingan bagi Allah
swt? Ucapkan atas kehendak Allah saja”.(HR.An-Nasa’i).
Adapun yang berbentuk perbuatan, seperti:
memakai kalung dan tali untuk tujuan mengusir atau menangkal mara bahaya.
Termasuk syirik pula, menggantungkan jimat karena takut terkena ‘ain’ atau yang
lainnya. Jika dia meyakini bahwa perbuatannya itu menjadi sebab (perantara)
diangkatnya mara bahaya atau bisa menangkalnya,maka hal itu termasuk syirik
kecil. Karena Allah tidak menjadikan perbuatan-perbuatan di atas menjadi sebab
(hilangnya bala’ dan mara bahaya). Adapun jika ia meyakini bahwa benda-benda
itu dengan sendirinya dapat mengusir dan menangkal mara bahaya,maka ini adalah
syirik besar, sebab dia telah menggantungkan diri kepada selain Allah swt.
2) Syirik Khafi (Tersembunyi)
Yaitu, syirik dalam hal keinginan dan niat,
seperti: riya’, misalnya melakukan suatu amalan tertentu untuk mendekatkan diri
kepada Allah swt akan tetapi dia mengharapkan darinya pujian orang seperti
membagus-baguskan shalat, bersedekah supaya mendapat pujian dan sanjungan,
selalu melafazhkan dzikir dan memperindah bacaan qur’annya supaya di dengar
orang sehingga mereka mamuji dan menyanjungnya. Riya’ itu jika mencampuri suatu
amalan pasti akan menjadikannya batal dan rusak, maka ikhlas dalam beramal
adalah sebuah keharusan.[5]
Allah swt berfirman :
فَمَن
كَانَ يَرۡجُواْ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلۡيَعۡمَلۡ عَمَلٗا صَٰلِحٗا وَلَا يُشۡرِكۡ
بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدَۢا ١١٠
“Barangsiapa mengharap
perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan
janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Rabbnya".(QS.
Al-Kahfi 18:110).
Rasulullah ﷺ bersabda :”Yang
paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil”, para sahabat bertanya, ”wahai
Rasulullah! Apakah syirik kecil itu?” Beliau menjawab,” yaitu Riya”. (HR.Ath-Thabrani
dan Al-Baghawi dalam Syarh As-Sunnah).
Salah satu contoh syirik dilarang
keras memakai gelang, benang dan sejenisnya untuk maksud-maksud tertentu.[6]
Rasulullah ﷺ bersabda
:”Barangsiapa menggantungkan tamimah (sesuatu yang dikalungkan di leher anak –
anak sebagai penangkal/pengusir penyakit,pengaruh jahat yang disebabkan dengki
seseorang,dll. Semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya dan barangsiapa
menggantungkan mada’ah (suatu yang diambil dari laut menyerupai rumah kerang;
menurut anggapan orang – orang jahiliyah dapat digunakan sebagai penangkal
penyakit. Semoga Allah tidak memberi ketenangan pada dirinya ,dan maka dia
telah berbuat syirik.(HR.Ahmad).
B.
Kufur
1.
Definisi Kufur
Kufur secara bahasa artinya adalah ‘menutupi’. Adapun
secara istilah, kufur adalah tidak beriman kepada Allah swt dan Rasul Nya baik
disertai dengan mendustakannya ataupun tidak.
Kufur menurut syariat adalah menolak kebenaran setelah mengetahuinya.
Ini berarti bahwa dia telah melakukan sesuatu yang tidak bertentangan ajaran
islam dan tidak membatalkan iman, maka
orang yang demikian tidak dianggap kufur, kecuali
bila telah sampai kepadanya keterangan yang hak, tetapi
ia masih tetap menolak nya, sebagaimana telah diterangkan dalam definisi iman, tuntutan, dan
hal hal yang membatalkannya.
Demikian juga tidak di anggap kufur orang yang mengucapkan dua
kalimat syahadat, kemudian dia melakukan hal hal yang membatalkan iman karena bodoh.
Tetapi jika dia mengetahui bahwa hal hal yang dilakukan nya itu mengeluarkan
dia dari landasan iman, namun
dia masih ingkar, berarti dia
telah kufur. Dalam hal ini, kita memohon perlindungan Allah dari hal hal yang
demikian.
Sebagian sahabat telah melakukan perkara yang membatalkan iman itu,
karena mereka sebelum nya tidak mengetahui hukum nya. Rasullulah saw murka
terhadap mereka, tetapi beliau tidak menganggap mereka telah keluar dari
landasan iman.[7]
2. Jenis-Jenis Kufur
a. Kufur Besar
Kufur besar dapat mengeluarkan pelakunya dari agama Islam.
Kufur besar ada lima macam, yaitu :
1) Kufur karena mendustakan. Dalilnya adalah firman Allah swt :
وَمَنۡ أَظۡلَمُ مِمَّنِ ٱفۡتَرَىٰ
عَلَى ٱللَّهِ كَذِبًا أَوۡ كَذَّبَ بِٱلۡحَقِّ لَمَّا جَآءَهُۥٓۚ أَلَيۡسَ فِي
جَهَنَّمَ مَثۡوٗى لِّلۡكَٰفِرِينَ ٦٨
“Dan
siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kedustaan
terhadap Allah atau mendustakan yang hak tatkala yang hak itu datang kepadanya?
Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir”.(QS. Al-Ankabut 29:68).
2)
Kufur karena Enggan dan Sombong meskipun membenarkannya. Dalilnya adalah firman Allah swt :
وَإِذۡ
قُلۡنَا لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ ٱسۡجُدُواْ لِأٓدَمَ فَسَجَدُوٓاْ إِلَّآ إِبۡلِيسَ
أَبَىٰ وَٱسۡتَكۡبَرَ وَكَانَ مِنَ ٱلۡكَٰفِرِينَ ٣٤
“Dan (ingatlah) ketika
Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam,"
maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia
termasuk golongan orang-orang yang kafir”.(QS. Al-Baqarah 2:34).
3) Kufur karena ragu – ragu, yaitu prasangka. Dalilnya adalah firman Allah
swt :
وَدَخَلَ
جَنَّتَهُۥ وَهُوَ ظَالِمٞ لِّنَفۡسِهِۦ قَالَ مَآ أَظُنُّ أَن تَبِيدَ هَٰذِهِۦٓ
أَبَدٗا ٣٥ وَمَآ أَظُنُّ ٱلسَّاعَةَ قَآئِمَةٗ وَلَئِن رُّدِدتُّ إِلَىٰ رَبِّي
لَأَجِدَنَّ خَيۡرٗا مِّنۡهَا مُنقَلَبٗا ٣٦ قَالَ لَهُۥ صَاحِبُهُۥ وَهُوَ
يُحَاوِرُهُۥٓ أَكَفَرۡتَ بِٱلَّذِي خَلَقَكَ مِن تُرَابٖ ثُمَّ مِن نُّطۡفَةٖ
ثُمَّ سَوَّىٰكَ رَجُلٗا ٣٧ لَّٰكِنَّا۠ هُوَ ٱللَّهُ رَبِّي وَلَآ أُشۡرِكُ
بِرَبِّيٓ أَحَدٗا ٣٨
“Dan
dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata:
"Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya. Dan aku tidak mengira hari
kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku kembalikan kepada Tuhanku, pasti
aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada kebun-kebun
itu". Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya -- sedang dia bercakap-cakap
dengannya: "Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari
tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang
laki-laki yang sempurna. Tetapi
aku (percaya bahwa): Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan
seorangpun dengan Tuhanku”. (QS. Al-Kahfi 18:35-38).
4) Kufur karena Berpaling. Dalilnya firman Allah swt :
وَٱلَّذِينَ
كَفَرُواْ عَمَّآ أُنذِرُواْ مُعۡرِضُونَ ٣
“Dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang
diperingatkan kepada mereka”.(QS. Al-Ahqaf 46:3).
5) Kufur karena Nifaq. Dalilnya firman Allah swt :
ذَٰلِكَ
بِأَنَّهُمۡ ءَامَنُواْ ثُمَّ كَفَرُواْ فَطُبِعَ عَلَىٰ قُلُوبِهِمۡ فَهُمۡ لَا
يَفۡقَهُونَ ٣
“Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya
mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci
mati; karena itu mereka tidak dapat mengerti”. (QS. Al-Munafiqun 63:3).
b. Kufur kecil
Kufur
kecil, yaitu kufur yang tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama islam.
Disebut juga dengan kufur amali, yaitu seluruh dosa yang disebutkan dalam
Al-Kitab dan As-Sunnah dengan nama kufur namun tidak sampai pada tingkatan
kufur besar, misalnya adalah kufur nikmat[8]
yang sebutkan dalam firman Allah swt :
يَعۡرِفُونَ
نِعۡمَتَ ٱللَّهِ ثُمَّ يُنكِرُونَهَا وَأَكۡثَرُهُمُ ٱلۡكَٰفِرُونَ ٨٣
“Mereka
mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang yang kafir”. (QS. An-Nahl 16:83).
C. Nifaq (Munafik)
1. Definisi Nifak
Nifaq
secara bahasa berasal dari kata nafiqa’, yakni sebuah lubang tempat
keluarnya yarbu’ (hewan sejenis tikus) dari sarangnya, di mana jika
dikejar dari salah satu lubang maka ia akan lari keluar dari arah lubang yang
lainnya. Ada juga yang mengatakan bahwa nifaq berasal dari kata nafaq
yang berarti lubang tempet bersembunyi.
Adapun secara
istilah, nifaq yaitu menampakkan keislaman dan kebaikan akan tetapi
menyembunyikan kekufuran dan keburukan.
2. Jenis-Jenis Nifaq
a. Nifaq I’tiqadi (Keyakinan)
Nifaq I’tiqad
(keyakinan) adalah nifaq besar, yaitu seseorang menampakkan keislaman dan
menyembunyikan kekufuran. Jenis nifaq ini menyebabkan keluar dari agama islam
dan pelakunya akan berada di tempat paling dasar di neraka. Allah swt telah
menyifati mereka dengan sifat-sifat yang buruk seperti: kufur, tidak beriman,
mengolok-olok agama islam dan pemeluknya, menghina orang beriman, condong
kepada musuh dan ikut bergabung bersama mereka dalam menerangi agama islam.
Orang munafik dengan sifat-sifat seperti itu akan senantiasa ada setiap zaman.
Terlebih ketika kejayaan islam mulai nampak dan mereka tidak mampu melawannya
secara terang-terangan. Pada keadaan seperti ini mereka akan berpura-pura masuk
islam dengan tujuan membuat tipu daya kepada kaum muslimin dengan sembunyi-sembunyi.
Juga supaya mereka bisa hidup tenang bersama kaum muslimin dan terlindungi
nyawa dan hartanya. Oleh karena itu, mereka menampakkan keimanan kepada Allah
swt, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kiamat, namun
pada hakikatnya mereka berlepas dari dari semua itu dan mendustakannya.
Nifaq
I’tiqad ada empat macam :
1) Mendustakan Rasulullsh ﷺl atau mendustakan sebagian dari ajaran yang
beliau bawa.
2) Membenci Rasulullah ﷺ
atau membenci sebagian atau dari ajaran yang beliau bawa.
3) Bergembira dengan kemunduran agama Rasulullah ﷺ.
4) Tidak senang dengan kemenangan yang di peroleh
agama Rasulullah ﷺ.
b. Nifaq Amali (Perbuatan)
Nifaq Amali yaitu
melakukan perbuatan yang menjadi ciri khas orang-orang munafik, dengan masih
adanya keimanan pada hatinya. Nifaq jenis ini tidak menjadikan pelakunya keluar
dari agama islam akan tetapi hal itu dapat menjadi perantara menuju ke sana.
Pelaku nifaq amali ini berada di antara iman dan nifaq, jika unsur nifaq nya
semakin banyak dan dominan maka bisa menjadikannya jatuh dalam nifaq yang
sejati,[9] berdasarkan
sabda Rasulullah ﷺ : “Empat perkara yang jika ada pada diri seseorang maka ia menjadi seorang
munafik sejati, dan jika hanya terdapat salah satu darinya maka berarti pada
dirinya terdapat bagian dari sifat munafik, sampai dia meninggalkannya sama
sekali: jika diberi amanah dia berkhianat, jika berbicara dia berdusta, jika
berjanji dia mengingkari,jika berseteru dia curang. (HR. Bukhari dan Muslim).
D. Bid’ah
1.
Definisi Bid’ah
Bid’ah
berasal dari bahasa arab a-bad’u, yakni membuat perkara baru yang tidak
ada contoh sebelumnya. Bid’ah yang dimaksudkan disini adalah dalam bidang akidah, ialah
segala keperayaan yang diada-adakan oeh manusia terhadap sesuatu yang gaib.[10] Seperti
firman Allah swt :
بَدِيعُ
ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۖ وَإِذَا قَضَىٰٓ أَمۡرٗا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُۥ كُن
فَيَكُونُ ١١٧
Allah Pencipta
langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka
(cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah!" Lalu jadilah
ia. (QS. A-Baqarah:117).
Maksudnya, Allahlah yang
menciptakan langit dan bumi tanpa ada contoh sebelumnya. Firman Allah surah al-ahqaf
ayat 9 berikut:
قُلۡ
مَا كُنتُ بِدۡعٗا مِّنَ ٱلرُّسُلِ وَمَآ أَدۡرِي مَا يُفۡعَلُ بِي وَلَا بِكُمۡۖ
إِنۡ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰٓ إِلَيَّ وَمَآ أَنَا۠ إِلَّا نَذِيرٞ
مُّبِينٞ ٩
Katakanlah: "Aku bukanlah rasul yang pertama di
antara rasul-rasul dan aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku
dan tidak (pula) terhadapmu. Aku
tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku dan aku tidak lain
hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan. (QS.al-Ahqaf: 9)
Maksudnya
aku bukanlah orang yang pertama kali membawa risalah dari Allah swt kepada para hamba, akan tetapi
sudah banyak para rasul yang mendahuluiku.
Bid’ah
ada dua jenis, yaitu bid’ah dalam perkara agama dan bid’ah daam perkara dunia.[11]
Pertama,
Bid’ah dalam perkara dunia, seperti penemuan – penemuan teknologi modern. Hal
ini hukumnya boleh, karena hukum asal dalam
urusan dunia adalah boleh.
Kedua,
Bid’ah dalam perkara Agama, ini hukumnya haram,sebab hukum asal suatu ibadah
adalah tauqifi(ada landasan dalil). Rasulullah ﷺ bersabda: ”barangsiapaa yang
mengada – ngada suatu hal yang baru dalam urusan kami ini (agama) yang bukan
bagian darinya, maka
ia tertolak”.(HR. Bukhari dan Muslim).
2. Macam-macam Bid’ah dalam Agama
Pertama, Bid’ah dalam ucapan dan keyakinan.
Kedua, Bid’ah dalam beribadah. Seperti beribadah kepada
Allah swt dengan bentuk ibadah yang tidak dicontohkan. Bid’ah ini banyak
jenisnya :
a. Bid’ah yang terjadi pada asal – usul atau sumber
ibadah. Misalnya membuat suatu bentuk ibadah yang tidak ada dasarnya dalam
syar’iat. Seperti shalat yang tidak di syar’iat kan dan membuat puasa yang
tidak ada landasan syar’iat nya.
b. Bid’ah berupa penambahan terhadap ibadah yang
dasarnya di syar’iatkan. Seperti mernambahi rakaat shalat zhuhur atau ashar
menjadi 5 rakaat.
c. Bid’ah yang terjadi pada tata cara pelaksanaan
ibadah, misalnya melakukan zdikir berjama’ah dengan suara dan nada yang sama.
d. Bid’ah berupa pengususan waktu tertentu waktu
ibadah,seperti mengususkan siang dan malam nisfu sya’ban (pertengahan
bulan sya’ban). Untuk melakukan puasa dan tahajud.[12]
Bahaya
bid’ah bagi agama, pribadi dan masyarakat Islam
antara lain adalah:
a. Bid’ah merusak kemurnian agama,
b. Bid’ah adalah sumber perpecahan,
c. Bid’an menyuburkan kejahilan,
E. TAKHAYUL
Takhayul adalah segala keperayaan dan pandangan terhadap
perkara gaib yang bersumber kepada khayalan, persangkaan-persangkaan atau
perkiraan-perkiraan yang sama sekali tidak ada keterangannya dari A-Qur’an dan
Hadits yang shaheh.[14]
Contoh takhayul: wanita hamil harus selalu membawa
gunting sebagai penolak bala, jangan pernah memberikan hadiah saputangan kepada
tunangan karena ini akan menyebabkan putusnya hubungan, dan jika wanita hamil
ngidam makanan tertentu tidak dipenuhi kelak anak yang ahir akan suka ngences.
F. KHURAFAT
Khurafat
ini banyak ditemukan dalam masalah “kewalian” yang sementara berkembang
dimasyarakat kita. Banyak cerita yang menggambarkan keramatnya para wali, seperti meramalkan nasib, bisa terbang
keangkasa, berangkat ke Mekah dengan sekejab, dll.[15]
Contoh
lainnya adalah kokok ayam di tengah malam bermakna isyarat wanita hamil diluar
nikah,selamatan tujuh bulan dalam kandungan, dan musibah karena mendahului
kakaknya menikah.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Aqidah
berpangkal pada keyakinan “Tauhid” yaitu keyakinan tentang wujud Allah,Tuhan
yang Maha Esa, tidak ada yang menyekutui Nya,baik dalam dzat,sifat-sifat maupun
perbuatan Ny. Suatu Aqidah akan sempurna,dan seseorang akan mempunyai aqidah
hanya bila perbuatan,gerak-gerik,dan seluruh tindakannya semata-mata bersumber
dari aqidah itu. Sebaliknya penyimpangan aqidah akan terjadi apabila antara
ucapan dan perbuatan berbeda. Untuk mencapai kesempurnaan Aqidah,seseorang harus
menghindarkan diri dari hal-hal yang mengotori Aqidah,diantaranya:
syirik,kufur,nifaq,bid’ah,takhayul,dan khurafat.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Fauzan, Shalih bin
Fauzan bin Abdullah. 2015. Kitab Tauhid. (Solo: Pustaka
Arafah).
Al-Tammi,
Syaikh Muhammad. 1404 H. Kitab Tauhid. (Riyadh: Ar-Ri’asah Al-Ammah Li Idarat Al-Buhuts Al-Ilmiyah Wal
Ifta Wa-Da’wah Wal-Irsyad).
Al-Wajibat,
dkk, http://assamarindy.com.
Rahman, Abdul &
Abdul Khalid. 1996. Garis Pemisah antara Kufur dan Iman. (Jakarta: Bumi
Aksara).
Ya’qub, Hamzah. 1988. Pemurnian
Akidah dan Syari’at Islam. (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya).
[1]Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan, Kitab Tauhid,
(Solo: Pustaka Arafah, 2015), hlm. 15.
[6] Syaikh Muhammad A-Tammi, Kitab Tauhid, (Riyadh:
Ar-Ri’asah Al-Ammah Li Idarat Al-Buhuts Al-Ilmiyah Wal Ifta Wa-Da’wah
Wal-Irsyad, 1404 H), hlm. 55.
[7] Abdul Rahman & Abdul Khalid, Garis Pemisah antara Kufur dan Iman, (Jakarta:
Bumi Aksara, 1996), hlm. 76.
[8] Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan, Kitab Tauhid, (Solo:
Pustaka Arafah, 2015), hlm. 23-25.
[10] Hamzah Ya’qub, Pemurnian
Akidah dan Syari’at Islam, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1988), hlm. 57.
[11] Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan, Kitab Tauhid,
(Solo: Pustaka Arafah, 2015), hlm. 139.
[13] Hamzah
Ya’qub, Pemurnian Akidah dan Syari’at Islam, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu
Jaya, 1988), hlm. 88.
[15] Ibid., hm. 58.
0 komentar:
Posting Komentar